Monday, December 31, 2012

Just Another Note; Year End Note

....and this, this my year end note.

That we need to buzz up our selves more in 2013, after all of the battles we face in this year. We have failed as well as we have succeed and we're going to make it much more better, aren't we? We have to win some more battles next year. So, let's do our best for life!

Yes, off course it's not always about reaching the goals, but also the lessons we learned through the journey. It has to be a meaningful and valueable story for us to share. Learn as much as possible, do as much as you can, share as much as you have!

That life is not always as simple as children see. When they see it as a playground, we have to see it as a masterpiece. Thanks God for whatever we have.

Feel happy when people ask for your help. They come to you 'cause they trust you. We'll never know what the future brings.

Take time to play with your kids, read them a nice story, kiss them, and listen to them. We'll find a day when we realize we've lost their childhood then we'll surely miss it. Remember, we can't go back to the past.

Lead by example, it's better for you, leaders, to do. Never ask people to do what we want, show them what we do, then they will follow. You are a good leader when you give a good example.

Thursday, December 13, 2012

...dari Commuter Line dengan cerita...

Bagian Satu 

Well, okay, nyerah jg akhirnya. Sekian lama ga nulis catatan2 ttg perjalanan2 saya, kayaknya ada sesuatu yg hilang. 

Heee sebenernya dengan ga adanya catetan2 itu yg hilang cuma 1 yaitu diri saya sendiri. Ke mana aja saya selama ini? Saya ada, hanya saja bersembunyi di balik warna-warni saya yang lain :) Okelah, sekarang saya pakai lagi warna saya yang ini. 

Ketika menulis catatan ini, saya sedang berdiri di tepi rel kereta di stasiun sudirman. Sendiri. Eh tunggu, saya tidak benar2 sendiri, ada banyak orang di sini. Saya ada di baris pertama antrian gerbong wanita. Di belakang saya ada satu baris wanita2 lainnya. Ya, saya tidak benar2 sendiri ternyata. Hanya karena tidak ada satupun orang yang saya kenal, saya merasa sendiri. Yup, begitulah, kadang kita merasa sendiri ketika kita ada di saat yang asing atau di lingkungan yang asing. Atau sebaliknya, kita bisa saja merasa asing di lingkungan yang sudah lama kita kenal. 

Saya masih berdiri di tepi rel, menanti datangnya kereta yang kata petugas di sini, dia akan datang pukul 6 lebih 20 menit. Kali ini saya sangsi kereta datang tepat waktu. Ya sudah, simple, seperti biasanya, saya menikmati perjalanan dan apapun yg terjadi di dalamnya. Saya teruskan memencet-mencet blackberry saya, huruf demi huruf, membentuk satu rangkaian catatan ini. 

Hmm....saya memikirkan badan commuter line, kereta yang akan saya naiki nanti. Kalau bisa bicara, apa yang akan dia katakan ya? Setiap hari, beberapa kali dalam sehari, pergi pulang ke tujuan yang sama, ribuan penumpang berjejal di dalamnya. Well, saya pikir dia sudah kehabisan suara untuk berbicara atau tak ada lagi kata-kata. Hanya deru mesin dan debu yang saling berbisik dan menatap satu sama lain. 

Oh tidak, kepala saya pusing melihat kereta yang melaju di hadapan saya. Kereta di jalur lain dengan tujuan yang lain. Tuing....tuing....kenapa ya? Karena lapar? Tidak juga, barusan saja saya mengisi perut saya dengan lontong isi, bakwan jagung, dan teh bot*l. Lumayan lah utk mengganjal perut, itu pikir saya. Aaah....mungkin itu dia, perut saya belum cukup kenyang utk melanjutkan perjalanan? Heee kata orang2, kapan sih saya merasa kenyang? :) Orang2 itu salah, sebenarnya saya kenyang, cacing2 di perut saya saja yang cepat lapar :p 

Bagian Dua 

Saya sudah di kereta, arah tanah abang. Dari tanah abang, saya lanjutkan perjalanan saya dengan kereta ke serpong dan turun di stasiun ___ tempat saya biasa turun. Saya yakin, ojek2 udah pada nunggu di sana. Jam berapapun saya pulang, ojek2 itu selalu ada. Mereka selalu siap mengantar calon2 penumpangnya ke mana pun tujuan mereka. Mereka rela menembus hujan jika diminta. Beberapa di antara mereka pun termasuk orang yang loyal. Beberapa lainnya bangga dengan profesi mereka. 

Dulu, saya selalu naik ojek yang pertama saya lihat. Alasannya sederhana, saya pengen cepat2 duduk manis dan sampai di rumah. Beda halnya dengan Ramon, dia lebih memilih jalan sedikit ke arah gerbang stasiun, alasannya, biar keluarnya gampang. Ya, begitulah, kadang beda pendapat itu ada. Dari persoalan yang sederhana sampai persoalan yang sulit, beda pendapat itu biasa. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Siapa tau dalam perbedaan pendapat itu kita menemukan suatu romantisme? Yang mungkin kita sendiri tidak menyangka itu ada di sana :)

Sunday, November 18, 2012

Pemenang Kuis Keira The Novel

Hi,

Sorry, saya baru sempat ngumumin pemenang kuis ini. Dua orang yang beruntung itu adalah:
1. Sarah
2. Si Bugot

Tolong kirim alamat korespondensi kalian ke email saya ya rifka.nida@gmail.com

Thanks,
Rifka

Sunday, October 21, 2012

Kuis "Keira - The Novel"

Hai...kuis "Keira - The Novel" saya perpanjang ya...
Silakan teman2 buat postingan paling lambat tanggal 11 Nov' 12 karena pengumuman pemenang baru akan ada tanggal 18 Nov '12. Ajak teman2 kalian ya utk ikutan. Itung2 kita bantu kampanye pencegahan penyakit AIDS.

okay, saya tunggu...

Sunday, September 23, 2012

Kuis Keira The Novel

Akhirnya update juga...


Kali ini saya mau kasih 2 buku gratis untuk teman-teman. Yup, buku indie kedua saya, Keira; Sebuah Elegi Kehidupan. Sebuah mini novel hasil kerja bareng saya dengan seorang teman yang juga penulis, Papa V2. Novel ini bercerita tentang kisah seorang wanita pengidap HIV/ AIDS yang berjuang meneruskan hidupnya dan hidup anaknya. Mau baca kilasannya? Bisa klik di sini.

Caranya gimana biar dapet buku gratis dari saya?Jawab dua pertanyaan dari saya:
  1. Kapankah Hari AIDS sedunia?
  2. Apa yang ada (bakal ada) di pikiran kamu, kalau kamu ketemu pengidap HIV/ AIDS?
Siapa aja yang boleh ikutan kuis ini?
  1. Kamu semua bisa, asal punya blog ya...Buat minimal satu paragraf aja postingan tentang AIDS. Paragraf itu harus memuat jawaban atas dua pertanyaan saya di atas.
  2. Cantumkan link postinganmu di kolom komentar postingan saya ini
  3. Follow blog saya
  4. Like fan page Keira; Sebuah Elegi Kehidupan di facebook
  5. Di bagian akhir paragraf yang kamu tulis, cantumkan kata-kata seperti "Postingan ini diikutsertakan dalam Kuis Keira The Novel" dengan mencantumkan link postingan saya ini ya.
  6. Terakhir, kamu juga harus punya alamat korespondensi di Indonesia. Okay?
Oya, kuis ini ditutup tanggal 14 Oktober 2012 pukul 23.00 WIB. Postingan terpilih aka pemenang akan diumumkan tanggal 21 Oktober 2012.    

FYI, buku ini udah tersedia juga di nulisbuku.com dan bukukita.com lho...

Ditunggu ya postingan teman-teman!

^_^

Tuesday, June 26, 2012

Keira - Sebuah Elegi Kehidupan

BAB 1 - KERTAS PUTIH ITU

Matahari tak lagi gagah, menciut ia kini
Langit tak lagi perkasa, runtuh ia kini
Gunung tak lagi percaya diri, menunduk ia kini
Samudera tak lagi terhampar, terbungkus ia kini
Seperti helai daun kering yang lepas dari dahan
Seperti bayi mungil yang menangis kehausan
Seperti butir-butir pasir yang terbawa air
Aku rapuh

--------------------

Detak suara jarum jam jelas sekali terdengar di telingaku. Lima menit lagi menuju pukul dua dini hari dan aku belum terpejam. Kubuka tirai jendela kamar ini. Kamar yang kini sungguh terasa sempit. Tak lagi lapang ketika dulu diisi dua penghuni. Tak lagi terang, tak lagi menyenangkan. Semuanya berubah sejak kepergiannya dua bulan lalu.
Masih berdiri memandang malam. Kulihat langit di luar pekat sangat, hitam, kelam. Suasana ini membuat semuanya semakin terasa mencekam. Sementara itu, bulan, malam ini ia menunjukkan bentuk sabitnya. Hanya menyisakan sedikit cahaya yang juga sudah hampir tertutup oleh arak-arakan awan. Tidak ada bintang, hanya ada selimut kabut menghampar di langit di atas atap rumahku. Semuanya kelabu, kelam, suram, tidak ada yang indah dari malam ini. Aku tidak suka suasana ini.
Dahan-dahan bergerak mengikuti irama kesunyian. Sesekali mereka bersenggolan. Bersentuhan. Berangkulan. Saling berbisik menceritakan apa yang mereka tahu tentang manusia. Aku seperti mendengar suara mereka, dahan-dahan itu membicarakan aku. Ada yang menyindir dan mencibir, ada yang iba, ada juga yang datar-datar saja. Ah, apa aku sudah gila?
Sepertinya angin di luar sana kencang berhembus. Seiring beratnya napas kehidupan yang kuhembuskan, seiring panasnya napas kehidupan yang pelacur-pelacur hembuskan. Seiring debu jalanan yang beterbangan karenanya. Aku tidak tahu pasti. Yang kutahu, malam memang sering menunjukkan keangkuhannya pada alam. Lalu manusia, kadang menjadi korban keangkuhan itu atau bahkan sebaliknya, sama angkuhnya seperti sang malam.
Keanu sudah terlelap di kamarnya, tenggelam dalam mimpi indah anak-anak, mimpi yang tidak pernah padam ketika ia dewasa nanti. Mimpi-mimpi akan cita-citanya yang mengesankan. Ya, mengesankan karena aku tidak pernah menyangka ia punya mimpi sebesar itu. Pemikiran-pemikirannya jauh ke depan, melampaui batas logika berpikir anak seusianya. Harapan-harapannya, jauh pula melampaui batas keinginan anak-anak seusianya. Ia berbeda. Keanu berbeda dengan anak-anak lainnya. Lebih jauh, ia sangat istimewa di mataku.
Tapi entah malam ini, apakah mimpinya indah seperti kemarin-kemarin ketika Sang Ksatria, ayahnya tercinta masih ada? Apakah mimpinya masih sama? Mimpi akan petualangannya di luar angkasa, mimpi akan penemuan-penemuannya yang sangat bermanfaat bagi dunia. Entahlah, dua bulan ini, Keanu pun seperti malam tak berbintang. Kelam, suram. Wajahnya kerap muram. Bukan lagi Keanu yang penuh semangat dan keceriaan. Bukan lagi Keanu yang selalu optimistis mencapai impiannya. Kepergian ayahnya menghapus semangat dirinya dan menyapu keceriaan dari wajah manisnya. Sedih aku melihatnya.
Masih berdiri menatap malam, sambil kulipat kedua lenganku ke dada. Dari jendela, kuterawang angkasa. Menyusuri jalan-jalan setapaknya. Singgah di setiap bintang yang kulewati. Kutembus segala cahaya, yang mungkin bisa mengembalikan semua yang pernah ada. Cintaku, keceriaan Keanu, kelapangan kamar ini. Semuanya, semua yang pernah ada dua bulan lalu. Namun, cahaya apa pun sepertinya tak mampu mengembalikan semua itu. Bahkan untuk sekadar menunjukkan jalannya, tak ada yang bisa.
Kutarik napas dalam-dalam, kuhembuskan. Berat sekali aku menerima semua ini. Setelah apa yang sudah kulakukan padanya selama ini? Sembilan tahun hidup bersama, mencintai, menjaganya. Lalu, inikah yang kudapat? Apakah benar-benar ini? Sungguh pantaskah aku mendapatkannya? Siapa yang Maha Adil kini? Adakah Tuhan memang sayang padaku? Menimpakan semua dusta kepadaku? Menimpakan semua cela kepadaku? Adakah selama ini Dia bersamaku? Baru kali ini aku menyalahkan Tuhan. Sungguh, aku tak mau.
Dan meneteslah air mataku. Butir demi butir jatuh membasahi pipiku. Semakin kutahan, semakin deras ia mengalir. Air mata ini, aku tidak pernah mengharapkan ia jatuh karena alasan ini. Akan tetapi, harapan memang tidak selalu sesuai kenyataan. Kemudian di sinilah aku, berdiri di dalam kenyataan. Ketiadaan. Kehampaan. Tidak lagi aku berdiri di dalam harapan. Kosong. Aku tidak lagi memiliki harapan. Tidak. Aku hampa. Aku merasa hampa. Aku bahkan hampir tidak mau mengenal lagi sang harapan.
Tak terhitung sudah butir air yang jatuh membanjiri baju tidurku. Sekarang aku duduk, masih dengan segala kesedihan. Kuseka tumpahan air mata ini dengan tanganku. Kutahan suaraku agar tidak membangunkan Keanu, setidaknya kucoba. Aku lelah. Sangat. Bukan karena jutaan waktu yang telah kulalui bersamanya, bersama cintaku. Bukan karena itu, tapi karena apa yang kualami hari ini. Apa yang kulihat hari ini. Apa yang kudengar hari ini.
Kertas itu masih tergeletak di atas meja riasku. Kertas putih dengan angka-angka dan kata-kata yang tidak kumengerti. Kertas yang sungguh bisa membalikkan semuanya, membalikkan duniaku, membalikkan hidupku, mengubah dunia Keanu. Hanya penjelasan dokter itu, dokter Rita, yang membuatku mengerti apa makna semua yang tertulis di situ. Hanya itu.
Suara dokter Rita masih terngiang-ngiang di telingaku. Kata demi kata masih kuingat. Masih tergambar jelas ekspresi datar nan profesionalnya di benakku. Dia berusaha menjelaskan dengan tegar, tanpa tercampur rasa iba atau seribu tanya. Jujurkah dokter Rita padaku? Apa yang dijelaskannya padaku, benarkah semua itu? Dapatkah kupercaya ia? Tertukarkah kertas itu dengan pasien yang lain? Angka-angka itu, mungkinkah itu semua milik orang lain? Bukan aku.
Mungkinkah ada kesalahan yang bisa membalikkan keadaan ini? Mengembalikan lagi semua seperti sedia kala? Berharap aku tidak pernah melihat kertas itu. Berharap aku tidak pernah membaca angka-angka dan kata-kata dalam kertas itu. Berharap aku tidak pernah mendengarkan penjelasan dokter Rita mengenai hal ini. Berharap seperti itu. Akan tetapi, berharap kadang menyakitkan. Jadi, kali ini aku tidak mau berharap. Ah tidak, aku tidak mau terlalu berharap. Supaya jika memang harapanku tidak menjadi kenyataan, aku tidak terlalu merasa sakit. Tidak, tidak sekali lagi untuk rasa sakit. Cukup dua hal ini saja yang menyakitkanku, kematiannya dan kertas putih itu.
Aku beranjak mendekati meja riasku. Kini, aku duduk bercermin di sini. Menatap wajahku. Tidak seperti biasanya, kulihat wajah yang menyedihkan di situ. Masih menangis aku, meratapi kemalanganku yang tak terkira. Dengan apa yang terjadi, aku merasa akulah orang paling menyedihkan. Demikian sedihnya hingga cermin ini pun menangis. Menangisi aku yang sedang menangis. Tidak pernah ia menatapku seperti itu, menyedihkan. Bahkan cermin pun mengasihani diriku, “Kasihan sekali kau, Keira.”
Kuambil kertas putih itu. Sekali lagi kulihat nama yang tertera di bagian atasnya. Tidak ada yang salah. KEIRA ADAM. Kuperhatikan angka-angkanya. Semakin menjadi tangisku. Hampir pukul setengah empat dini hari. Dan aku masih terjaga. Dalam kegalauan, aku bertanya.

“Gerangan apa yang terjadi, duhai Malam? Tidak cukupkah Kau ambil dia yang selalu kupuja? Dia yang selalu kucintai. Dia yang selalu kuhormati? Dia yang selalu kubanggakan? Pilu karena kehilangannya belum juga hilang dan tidak akan pernah hilang hingga aku terbiasa menjalani kesendirian ini, kesendirian tanpa cinta darinya, kekasihku.

Misteri apa lagi yang hendak kau tunjukkan padaku, Malam? Tidak cukupkah ini? Aku masih terlalu muda untuk ditinggal mati oleh cintaku. Aku belum sekuat itu. Aku masih membutuhkannya di sisiku. Kadang aku berpikir kau jahat, Malam! Mengambilnya ketika ia terlelap di pelukanku. Mengambilnya ketika baru jutaan waktu yang kami lalui? Bukan milyaran tahun. Sungguh tega kau, Malam! Mengapa tidak serta-merta saja kau ambil aku bersamanya? Tidak dengan cara seperti ini seharusnya!

Aku marah padamu, Malam! Teganya kau menjatuhkan ini semua padaku. Belum sembuh luka yang satu, kau torehkan lagi luka yang lain.  Bisa kau jelaskan semua ini padaku, Malam? Tolonglah. Aku tidak sekuat yang kau kira. Aku tidak sebijak yang kau kenal. Aku tidak memiliki semuanya. Aku kecil, Malam. Aku rapuh. Tolonglah aku.”

***

Segera terbit, "Keira - Sebuah Elegi Kehidupan." Boleh pesan dari sekarang, via email ke rifka.nida@gmail.com.

Monday, June 18, 2012

Raisha dan Pialanya

....dan dia pun lulus kelas PAUDnya. 

Raisha masih pegang Juara I di kelasnya, alhamdulillah. Ini dia fotonya
Di acara pelepasan siswa TK B Sabtu kemarin, Raisha juga nari. Nari apa? Potong bebek angsa. 


Haha...lucu banget liat anak-anak kecil nari dan saya kagum banget sama guru-gurunya yang super sabar ngajarin dan ngebimbing mereka. 

Bulan depan Raisha naik kelas TK A. "Sukses ya, Kak!"


Thursday, May 24, 2012

Dialog Dua Aku; Musim Gugur di Bandung

Aku:
Sejak kapan Bandung punya musim gugur?

Aku yang lain:
Itu pasti sejak dia meninggalkanmu.


Aku:
Dia tidak meninggalkanku, dia masih ada di gunung itu. Aku yakin sekarang dia sedang tidur.

Aku yang lain:
Aku tau, tidur untuk selamanya. Kau hadapilah kenyataan itu.


Aku:
Ga mungkin, pasti dia hanya tidur beberapa jam. Dia pasti terbangun kala mendengar jejak-jejak kaki tim pencari.

Aku yang lain:
Kau gila! Dia sudah mati!


Aku:
Kau yang gila, sejak kapan di Bandung ada musim gugur?

Aku yang lain:
Itu hanya untukmu, sejak pesawat itu jatuh, akal sehatmu pun jatuh. Kau meyakini hal yang ga mungkin terjadi, kau meyakini hal yang seharusnya kau ingkari. Harusnya kau yakin saja bahwa sekarang adalah musim gugur di Bandung.


Aku:
Kau benar-benar gila! Kau bilang aku gila, aku adalah kau dan kau adalah aku. Kalau aku gila, itu artinya kau juga gila!

Aku yang lain:
Aku? Gila? Hey, jelas-jelas aku beda dengan kau. Kita ada di satu tubuh, tapi sebenarnya hidup kita masing-masing. Aku adalah aku dan kau tetap kau. Ya, kau yang gila.


Aku:
Kenapa kau selalu mendebatku? Aku hanya meyakini apa yang kuyakini. Harusnya kau menghormati itu.

Aku yang lain:
Karena itulah fungsiku. Kalau aku ga ada, kau pasti lebih gila. Sudah, buang saja waham-waham yang kau yakini itu. Kembalilah ke dunia nyata. Dia sudah mati! Kekasihmu sudah mati! Kau lihat jasad-jasad dimasukkan ke dalam kantung mayat? Ada saatnya juga jasad kekasihmu dimasukkan ke sana, tunggu saja waktunya.


Aku:
Jasadnya ga akan pernah ada di kantung mayat itu, sebab kutahu dia hanya tertidur di belantara sana. Kala dia dengar langkah jejak-jejak si pencari, dia pasti kan terbangun dan kami pasti bertemu kembali di Bandung.

Aku yang lain:
Bagaimana kalau si pencari tak pernah menjejakkan kakinya di tempat kekasihmu terbaring?


Aku:
Dia akan tetap tertidur di sana sampai saatnya nanti dia terbangun dan kami pasti bertemu kembali.

Aku yang lain:
Gila!

*turut berduka cita atas peristiwa tragis yang terjadi pada pesawat Sukhoi Superjet 100

Monday, May 21, 2012

Main Cita-Cita

Kakak selalu senang main "Cita-Cita." Awalnya, saya sebutkan satu per satu profesi ke anak-anak di sela-sela waktu main mereka. "Siapa yang mau jadi astronot? Siapa yang mau jadi dokter? Siapa yang mau jadi penulis? Siapa yang mau jadi pelukis? Siapa yang mau jadi pemusik?" Setiap pertanyaan yang saya ajukan, Kakak selalu menjawab, "Saya!" Lain halnya dengan adik, dia cuma senyam senyum. "Siapa yang mau jadi puteri?" "Adik...!!!" Hahaha dengan suara lantang dan lompat-lompat dia mengacungkan tangan kanannya ke atas.

Adik dan Kakak emang beda. Bukan cuma beda jenis rambut dan bentuk mata, tapi juga karakter. Mengagumkan rasanya liat mereka tumbuh dan berkembang. Subhanallah, Alhamdulillah. Anak-anak memang mengubah dunia dan cara pandang kita terhadap dunia.

Kalau ditanya tentang cita-cita, kakak memang dengan pasti menjawab, "Kakak mau jadi astronot. Astronot kan nanti terbang ke bulan ya, Bu? Terbang ke planet juga kan ya, Bu?" Kalau Adik, "Adik mau jadi puteri" Dengan senyum manis dan suara lembut dia menyatakan cita-citanya. Dia tahu puteri itu pakai baju bagus dan menari. Dia pengen seperti itu :)

Tentang permainan Cita-Cita tadi, selain harus punya banyak perbendaharaan tentang berbagai profesi dan jenis pekerjaan, saya juga harus menyelipkan sedikit penjelasan ke anak-anak tentang apa maksud dari profesi/ jenis pekerjaan tersebut. Saya juga masukkan beberapa pekerjaan yang jarang disebut oleh orang-orang dewasa ketika memperkenalkan cita-cita ke anak-anak mereka, misalnya, ahli gizi dan pustakawan. Saya pikir adalah kesalahan kita orang dewasa yang hanya memperkenalkan dokter sebagai cita-cita. Tanpa bermaksud menyinggung siapapun, sampai saat ini dokter memang masih menjadi profesi yang bergengsi di kalangan masyarakat kita, sementara masih sedikit anak yang ingin menjadi pengusaha. Betul nggak?

Kita sebagai orang dewasa, yang tentunya udah lebih banyak ngerti tentang dunia, wajib membuka mata, hati, dan telinga anak-anak kita dengan berbagai pengetahuan demi kebaikan mereka, termasuk pengetahuan tentang jenis-jenis pekerjaan/ berbagai profesi yang ada. Tentu saja dengan cara yang menyenangkan.

Terakhir, siapa yang mau jadi blogger? ^_^

Sunday, May 20, 2012

Masih Ada Sedikit Cerita; Hari Ke-3 dan Ke-4

Hey, sudah berapa bagian ya saya tulis cerita saya tentang China? Hmm...bukan China seutuhnya memang, hanya bagian kecil dari tempat-tempat terkenal di Beijing. Masih ada cerita tentang dua hari terakhir saya di sana, tapi salah satunya udah saya ceritakan, tentang pendakian saya ke Tembok China dan kunjunga saya ke Dr. Tea.

Selebihnya, hanya cerita tentang si Panda, si Kungfu, dan oleh-oleh dari pasarXiushui.

Cerita tentang si Panda tidak terlalu menarik. Pas saya dan rombongan ke sana, panda-pandanya lagi tidur ;( cuma satu nih yang kebangun dan berhasil difoto sama teman saya, Mas Alfa.



Tentang oleh-oleh, wah, ini yang lebih menarik untuk diceritakan. Jadi, pertama kami diajak ke pasar Xiushui. Gila! Bener-bener gila! Penjual di sini ngasih harganya keterlaluan.Karena mereka keterlaluan, kita juga harus keterlaluan! Yup, untuk satu baju China anak-anak atau disebut Cheongsam mereka ngasih harga 400 - 500 Yuan! Dan, Yes! Saya bisa dapat Cheongsam dengan harga 30 Yuan ^_^ Teman saya malah dapat lebih murah, 25 yuan. Terus....barang-barang yang lain juga sama. Mereka ngasih harga ke kita seperti itu. Bukan cuma itu aja, mereka pun kasar-kasar, ketus. Pernah, saya nawar Cheongsam untuk saya sendiri, eh, saya dibentak, "Don't touch! Don't touch!" Ya udah....Yang lebih gila lagi, teman saya sempet berantem (baca: adu mulut) karena dia dibilang gila sama si penjual. Sebabnya kenapa? Karena dia nawar keterlaluan hahahahaaaa....

Di pasar itu saya juga beli kaos dengan harga 15 Yuan, dari harga 300 Yuan. Chopstick 6 Yuan dari harga 50 Yuan, dan beberapa souvenir lain dengan harga murah. Tentunya setelah melalui proses tawar menawar yang supergila itu. Ini salah satu souvenir yang saya beli di sana, dompet bersusun dengan motif dan warna khas China.


Oya, sekadar saran buat kalian yang mau pergi ke China:
  1. Sedia selalu botol kosong buat kalian pergi ke toilet. Di sana hampir semua toiletnya toilet kering. Buat yang ga biasa, pasti galau deh dibuatnya. 
  2. Sedia juga tisue basah yang superharum buat kalian pergi ke toilet. Toilet-toilet di sana hampir semuanya ga pake pengharum. Jadi, aduuuh....ampyun deh baunya.Kalau ada tisue basah kan kalian bisa nongkrong sambil menghirup aroma tisue itu =p
  3. Bawa uang Yuan sampai receh terkecil, paling nggak bawa pecahan 1Yuan. Kalian ga tau kapan kalian butuh itu. Beberapa teman dapat pengalaman ga enak, dia beli sesuatu dengan uang besar dan dapat kembalian uang palsu. So, buat jaga-jaga, bawa aja receh 1 Yuan itu.
  4.  Masyarakat di sana ga ramah kayak masyarakat kita. Jadi, jangan kaget kalau kita, turis, dibentak-bentak dan diperlakukan ga enak. Satu teman saya dapat pengalaman pahit di sana, terkena palang parkir dan akhirnya dapat delapan jahitan. Si penabrak palang itu ga bertanggung jawab...
  5. Sehabis belanja, pastikan uang yang kalian terima ga sobek ataupun ga palsu. Jangan sampe kalian gigit jari dan mangkel aka dongkol karena dapat uang palsu. 
  6. Bawa makanan atau masakan ala lidah kalian ke sana. Misalnya, kering tempe, kering kentang, kering teri (hehehe...kering semua ya?), abon, sambel, atau kecap...ya perbekalan seperti itulah. Pasti berguna.
  7. Perhatikan musim, jangan sampe saltum ya!
  8. Bawa selalu kartu nama hotel ke mana-mana, just incase you lost.
  9. Tawar harga semurah-murahnya...ga usah takut dibentak, ga usah takut dibilang gila. Otherwise...kalian sendiri yang rugi. Ingat, dari harga 500 Yuan sampe dapat 30 Yuan.
Itu aja...^_^ Kalau sempet, saya cerita tentang Kungfu Show dan beberapa hal kecil yang tersisa.

(Beijing, April 2012)


Catatan Perjalanan 55

Tentang perjalanan kami menuju Taman Wisata Matahari, Puncak.

Done, mudah2an ga ada yang ketinggalan. "Yuk, jalan!" Kata saya kepada "pasukan." Setengah tujuh lewat dikit waktu kami berangkat dan itu udah telat 1.5 jam dari rencana keberangkatan awal. Penyebabnya siapa lagi? Udah ketebak, itu karena saya telat bangun :)

Dua jam kemudian kami udah ada di tol, berbaris, mengular, mengantri, dan menanti jalur dibuka kembali. Ya, pas kami baru aja masuk tol jalan memang udah tersendat-sendat. Beberapa mobil malah putar balik mengubah haluan, mungkin mereka lewat ciawi, pikir kami. Dari info penyiar di radio yang selalu melaporkan kondisi lalu lintas kami tau bahwa jalur ini, arah puncak, baru aja ditutup 15 menit lalu. Masih 45 menit lagi kami harus berdiam di sini.

Ada banyak orang berdiri di tengah-tengah jalur ini. Mereka mengacungkan jari telunjuk mereka, mengintip ke dalam satu per satu mobil, menawarkan jasa mereka untuk menjadi petunjuk jalan jalur alternatif. Tapi hey, sepanjang penglihatan mata saya, ga ada satu pun orang yang make jasa mereka. Well, that's life....

Juga, ada banyak orang duduk di tengah-tengah jalur ini. Mereka membuka telapak tangannya selebar mungkin, menengadahkannya, mengarahkannya ke mobil-mobil yang melalui mereka. Tapi hey, hanya sedikit saja orang yang memberi receh untuk mereka. Life....

Banyak juga orang yang mengasongkan dan mengusung dagangan. Kacang rebus, pizza, gemblong, tahu Sumedang, manisan buah, air mineral, permen, rokok, tisue, mainan anak-anak, kipas tangan, ya, itu semua. Tapi hey, keringat yang mereka kucurkan masih lebih banyak dari uang yang mereka dapatkan. Yeah, this is life....

Tuesday, May 8, 2012

Sang Kaisar dan Negerinya; Catatan Hari Kedua di Beijing

Ini catatan tentang hari ke-2 saya di Beijing.

Itenerary hari ini adalah:
- Outview National Grand Theatre;
- Tiananmen Square, Forbidden City;
- Yuyuantan Plum Blossom Garden;
- Summer Palace;
- Silk Factory;
- Hotpot Dinner.

Cuaca hari ini sama seperti hari pertama kemarin, matahari ga terlalu panas, dan anginnya dingin. Pagi itu kami diperlihatkan National Grand Theatre China. 


Waaah.....keren! Bentuknya seperti telur dengan danau buatan di sekitarnya. Bangunan ini didisain oleh arsitek perancis; Paul Andreu. Ukuran bangunan ini sekitar 12.000 m2 dan di dalamnya ada 5.452 kursi. Ayo, siapa mau nonton pertunjukkan seni di sana?!


Dari situ kami jalan-jalan ke Forbidden City. Bener-bener jalan. Forbidden city ini adalah istana kerjaan China dari mulai Dinasti Ming sampai akhir Dinasti Qing. Cerita tentang istana ini panjaaaaaang sekali, sepanjang jalan dari pintu gerbang pertama sampai ke singgasana kaisar.Jadi, sambil jalan kami diceritakan tentang fungsi bangunan-bangunan yang ada di kompleks istana kaisar ini. Ada yang fungsinya sebagai kantor anggota dewan, kementrian ini, kementrian itu, tempat selir-selir, dan lain-lain.

entah ini di gerbang ke berapa, lupa ;p

Oya, masih ingat Uncle Shiaw kan? Tour guide kami yang saya ceritakan di catatan tentang hari pertama saya di Beijing? Ya, pagi itu dia cerita tentang kisah naga-naga penjaga istana. Kamu percaya ga sih naga itu ada?

Well, sayang sekali saya ga punya fotonya. Jadi, kata Uncle Shiaw, naga penjaga istana kaisar ini ada sembilan. Kepala dua anak naga di gerbang paling depan menghadap ke arah luar istana, maknanya adalah naga-naga ini berfungsi mengingatkan kaisar untuk kembali ke istana, jika ia sedang bepergian. Sementara itu, ada dua anak naga lagi di gerbang bagian dalam, kepala mereka mengarah ke istana Kaisar. Fungsi dua naga ini adalah pengingat Kaisar agar segera berhenti berasyik masyuk dengan permaisuri atau selir-selirnya, "Bekerjalah untuk rakyat." Ada juga anak naga ke sekian yang fungsinya ini dan anak naga ke sekian yang fungsinya itu. Wew, kalau saya ceritakan pasti kayak pelajaran Sejarah China ^_^
di depan istana Kaisar

Dan inilah singgasana Sang Kaisar.
Saya ga ngerti kenapa ruangan utama istana ini ga diberi pencahayaan yang cukup. Jadi, saya pribadi sih ga tertarik untuk melihat lebih lama ke dalam istana Kaisar ini. Selain gelap, tempatnya suram.

Setelah selesai liat-liat singgasana Sang Kaisar, kami berjalan ke luar, siap ke tempat tujuan berikutnya. Nah, di arah jalan ke luar kompleks istana ini, ada satu tempat yang dikerumuni orang banyak. Apa tebak?! Tempat melempar koin. Konon, kalau kita melempar koin ke dalam tempat itu, hidup kita akan sejahtera. Kamu percaya?


Nah, sekarang sedikit catatan tentang Summer Palace. Jadi, tempat ini sebenarnya tempat bersejarah juga dalam kerajaan China. Untuk yang mau tau sejarahnya, klik aja wikipedia ya! Sejak tahun 1924 sampe sekarang, Summer Palace dibuka untuk umum. Ini adalah salah satu tempat yang dikunjungi wisatawan juga kalau mereka ke Beijing.

Kebetulan pas saya ke sana, karena baru mulai musim semi, bunga sakura (seperti yang di Jepang) baru aja mekar. FYI aja, bunga sakura ini hanya mekar selama dua minggu.


Habis dari situ, kami makan siang. Makan siangnya apa, ga usah diceritakan lah ya...biasa aja. Ga tau karena lidah saya yang aneh atau saya yang norak, tapi saya memang ga suka masakan-masakan asli China yang disajiklan selama saya disajikan selama saya di sana. Tapi, kalau Chinese food yang ada di Jakarta, saya suka ^_^

Sorenya kami diajak ke pabrik sutra milik pemerintah. Di sini kami ditunjukkan proses pembuatan kain sutera dan tentu saja hasil akhirnya. Produk yang sangat mereka promosikan di sini adalah selimut sutra seharga 1000 yuan. Selimut ini hangat dan nyaman, ga perlu dicuci, dan garansinya 10 tahun. Sebelumnya Uncle Shiaw sepanjang perjalanan beberapa kali bilang, ada sutera seharga 50 Yuan. Maksudnya adalah selimut ini. Karena selimut sutra ini tahan sampai 10 tahun, dihitung-hitungper hari kita hanya mengeluarkan biaya 50 yuan untuk sutra ini.

Terus terang, saya dan beberapa teman sempat kecewa denger hal ini karena kami pikir 50 Yuan itu untuk selembar kain sutra yang bisa dijadikan oleh-oleh :(

Hari kedua ini ditutup dengan hotpot dinner. Cara makan yang seru karena kita langsung masak sendiri bahan-bahan yang mau kita makan.
 bahan makanan, bumbu-bumbu, kompor, dan peralatan makan

Yang belum tau cerita tentang hari pertama dan catatan lain tentang perjalanan saya ke Beijing, boleh baca di sini:



Saturday, April 28, 2012

Saya Pasti Kembali; Bumi Halmahera dalam Catatan

Saya pernah ada di sana, mendarat di aspalnya bandara itu. Sebuah pesawat capung akhirnya mengantarkan saya ke negeri Sultan Baabullah. Waktu itu hujan rintik-rintik kecil. Saya berlari-lari dari pesawat menuju tempat pengambilan bagasi. Setetes dua tetes air mengenai hijab putih yang saya kenakan. Air hujan Ternate.

Lapar dan lelah. Dari situ saya dibawa entah ke dusun apa namanya. Di dusun inilah saya diajak santap siang. Rumah makan sederhana, pemiliknya orang Makassar. Berceritalah ibu pemilik rumah makan ini tentang kisah hijrahnya dari Makassar ke Ternate. Kisah yang sebenarnya saya pun sudah lupa :p Yang masih saya ingat adalah sosok si ibu yang kala itu mengenakan daster. Santap siang itu biasa saja, kehangatan penyambutan ibu itu yang luar biasa.

Perjalanan masih panjang, saya masih harus meneruskan langkah saya dengan sebuah kapal kayu untuk menyeberang ke Pulau Bacan. Hari itu masih siang, sedangkan kapal baru ada pukul 6 petang. Akhirnya, saya manfaatkan waktu untuk berkeliling kota Ternate ini.

Sesekali saya turun dari mobil, berbincang-bincang dengan penduduk sekitar. Kemudian saya lihat sekeliling. Tanah. Pasir. Laut. Pohon kelapa. Parabola. Ya, rata-rata penduduk di sini memiliki antena parabola. Waktu itu siaran televisi sulit mereka dapat, karena itulah mereka memasang parabola.

Ah, sudah sore, saya pun diantarkan ke dermaga tempat kapal kayu itu berlabuh. Mereka sudah membelikan tiket untuk saya. Syukurlah, saya kebagian kabin. Setelah tiga jam perjalanan udara, kini saatnya untuk menikmati delapan jam perjalanan laut. Langit dan udara malam jadi teman, juga kegelapan.

Tidak....!!! Sinyalnya lemah, waktu saya tinggal beberapa menit lagi untuk update status di friendster =p Tapi sayang, saya tidak bisa membukanya :( Baiklah, untuk sementara ga eksis dulu ^_^

Masih dapat saya lihat rangkaian kayu kapal ini. Masih dapat saya ingat gelap-gelapnya kulit orang-orang di sini dan kekarnya tubuh-tubuh mereka. Masih dapat saya hirup bau laki-laki di sini, aroma laut. Pun masih saya simpan tatapan-tatapan tajam penumpang-penumpang kapal ini. Ada yang aneh kah dengan diri saya? Atau dengan kehadiran saya? Saya merasa takut. Tuhan, lindungi saya.

Delapan jam lagi baru bisa saya jejak tanah Bacan. Sekarang pukul 10.00 malam, waktu indonesia bagian barat. Artinya sudah jam 12 malam di sini. Saya terjaga dan memilih berdiri di depan kabin saya. Seorang laki-laki, penduduk asli, pikir saya, berdiri sendiri menatap laut. Tak lama, ia pun menyadari kehadiran saya. Saya takut dengan tatapannya. Hampir semua penumpang kapal ini menatap saya tajam seperti itu. Takut, namun saya tetap berdiri memandang laut, membiarkan laki-laki itu menatap saya.

Sepertinya sudah hampir semua bagian kapal saya jejaki, termasuk ruang nahkodanya. Sempat pula saya berbincang-bincang dengannya. Tatapan nahkoda ini tidak tajam seperti para penumpangnya. Ah, tentu saja, dia harus menatap tajam lautan di depannya. GR ya saya?

Oh ya, saya juga sempat terkunci di dalam kamar mandi kapal ini. Kuncinya tidak bisa saya buka dan parahnya lagi, tidak ada orang di luar! Kamar mandi ini terletak di bagian bawah, ada di ruang cargo. Seram sekali tempat ini dan saya sendirian waktu itu. Beberapa menit terkunci, akhirnya saya bisa membuka pintu kamar mandi ini. Dengan bergegas saya tinggalkan ruang bawah kapal ini. Takuuuuuuut!!!!

Saya temui beberapa orang yang teler, dengan botol bir di sisi mereka. Ngeri. Langsung saja saya lewati mereka ini. Dengan langkah perlahan saya lewati mereka semua. Ada-ada saja. Kenapa saya melakukan ini ya? Saya bisa saja terlelap di kabin, tapi saya lebih memilih menikmati suasana ini. "Suatu saat saya saya akan merindukan ini," begitu pikir saya. Ya, dan inilah saatnya saya merindukan perjalanan itu.


***

Saya akan ada di sini selama sebelas hari. Saya benar-benar excited, tak sabar dengan apa yang akan saya temui esok lusa; Halmahera Selatan dengan pesonanya.

Di kala senggang, saya berjalan-jalan. Hanya menghabiskan waktu saya dengan menikmati alam dan manusia. Tanpa televisi, tanpa koneksi internet, tanpa pusat-pusat perbelanjaan. Anak-anak dan dewasa, pria dan wanita. Senyum, sapa, gigi putih mereka. Ya Tuhan, kangen banget. Kangennnnn banget.

Pernah saya membayangkan menetap di sini untuk beberapa bulan. Memantapkan pijakan saya di tanahnya. Menorehkan telapak kaki saya di pasirnya. Membuang napas saya bersama udara segarnya. Berbaur dan berbagi cerita dan ilmu dengan orang-orangnya.

Di suatu sore, saya sholat di masjid sederhana di suatu desa. Lagi-lagi saya lupa nama desa itu. Banyak anak sedang bermain di halamannya, menyenangkan, saya pun teringat masa-masa kecil saya. Lalu seorang ibu menghampiri saya dan kami pun saling bercerita. Kala itu saya masih muda, enam tahun yang lalu.

Di sore yang lain saya diajak berkeliling lagi dan mampirlah kami di suatu warung. Teronggok di depan warung itu durian-durian besar dan segar. Saya bukan pecinta durian, tapi sore itu saya mencicipi durian yang nikmatnya luar biasa. Durian ini dinamakan Durian Mentega karena warna daging buahnya yang kuning seperti mentega. Ya, saya setuju dengan nama itu :) Kapan lagi saya temukan durian mentega itu?

***

Hari Minggu, hari bebas tugas. Acara saya hari itu adalah memancing di tengah laut. Jadi, dengan speedboat kami dibawa ke tengah laut. Matahari tidak terlalu terik, angin kencang, laut tenang, dan yang pasti alat-alat pancing. Saya berdiri menatap laut, subhanallah, luas sekali tempat ini. Termenung sejenak, tafakur, lalu akhirnya saya bergabung dengan yang lain, saatnya memancing!!!!  Sejam, saya hanya dapat satu ikan, lalu bosan. Saya benar-benar tidak suka memancing! Tapi saya benar-benar menikmati berada di tengah laut di bawah langit dan sinar matahari kala itu.

Aha! Dapat! Satu teriakan saya dengar. Satu teriakan lagi, dan lagi. Di antara mereka ada yang dapat ikan besar, ikan kecil seperti saya, dan satu yang unik, ikan durian. Hah, ikan durian? Yup! Ikan ini di laut tampak sama dengan ikan lainnya, tapi ketika diangkat ke udara (ke darat) badannya menggembung dan berduri-duri seperti durian. Unik, sayang, saya sudah tidak punya fotonya lagi :(

Well, akhirnya acara mancing Minggu itu selesai kami pun dibawa ke tempat penyimpanan ikan. Di tempat ini, ikan-ikan yang ditangkap nelayan disimpan. Seorang petugas menjelaskan proses dari awal ikan datang sampai akhirnya dijual. Wuihhh......dingin sekali di tempat ini, suhunya minus sekian derajat celcius!Brr...... Lagi-lagi sayang, dokumentasi fotonya hilang :(

Oya, ketika saya di sana, sebenarnya di salah satu hari itu ada gempa, tapi saya tidak merasakannya. Justru saya tahu dari sms ibu saya di Jakarta. Katanya, saya susah dihubungi. Well, apa yang bisa diharapkan dari sebuah penginapan kecil yang jauh dari kota? Sinyal hanya saya dapat di luar kamar. Selebihnya, saya mati gaya.

***

Alhamdulillah, sebelas hari di sana, tugas selesai sudah. Saatnya kembali ke Jakarta. Perjalanan laut delapan jam, pesawat capung satu jam, pesawat besar dua jam, dan perjalanan dari Soetta ke rumah satu jam, home sweet home, akhirnya saya pulang.

***

Catatan ini saya tulis kembali sebagai obat kangen saya pada Bumi Halmahera. Catatan tentang perjalanan ini pernah saya publish di blog saya di friendster, beserta beberapa foto. Tapi, berhubung friendster lama sudah tidak bisa diakses lagi alias udah dihapus seperti yang dijelaskan Chimenk di link ini, jadilah saya tulis kembali catatan ini.

Suatu saat saya pasti ke sana lagi, menikmati senja di Halmahera, laut dan pantainya yang cantik.

(Di suatu bulan di tahun 2006)

Tuesday, April 24, 2012

Kartini Kartono; Lutchu Na...

Cuma mau berbagi foto ekspresi Kartono eh Kartini Cilik.
Ini adalah foto suami saya waktu kecil, waktu dia ikut peringatan Hari Kartini di sekolahnya dulu.
Lucu kan, baju adat lengkap dengan pedangnya, dipadukan dengan kacamata besar itu ^_^


“Foto  ini di ikutsertakan  dalam giveaway Blogger Kartinian Ekspresi Kartini Cilik yang di selenggarakan Mama Olive”.
 

Monday, April 23, 2012

Menunggumu di China

 


 Hari telah larut, pukul 9.30 waktu setempat ketika kami berkumpul di lobi hotel. Malam ini akan kami jajal keretamu.








Seperti biasa, ada satu rasa mengudara ketika aku termangu di stasiun
Karena di tempat itulah kita biasa bertemu
Selalu ada puisi untukmu dari sebuah stasiun

Terakhir, kutulis "Origami Sakura" untukmu
Ketika itu hari tidak dapat mempertemukan kita
Meski kini pun sama, tak mengapa, ku kan tetap menunggumu hingga tiba

Kereta ini tidak sama seperti kereta di Jakarta
Ia akan menyusuri jalan-jalan di bawah tanah China
Sudah pasti takkan kutemukan kau di sana

Aku rindu, hanya kereta itu yang bisa memahamiku
Betapa dada ini sesak setiap kali ku tak dapat menemukanmu

Kini, bahkan di kereta bawah tanah yang cepat ini pun, kau tetap tak kuraih
Jauh, berapa kilo lagi harus kutempuh?

China, kembalikan aku kepadanya
Antarkan aku dengan kereta bawah tanahmu kepadanya
Kirimkan aku dengan kecepatanmu kepadanya
Jangan biarkan aku kehilangannya



(Beijing, April 2012. Foto-foto milik Safiudin Alwi)

Sunday, April 22, 2012

Batik; Sejuta Corak, Sejuta Warna, Sejuta Acara

Batik! Sejuta corak, sejuta warna, sejuta acara. Batik bisa dipakai siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Buat kita orang tua? Oke! Buat bayi seperti anak-anak saya? Oke juga! Liat foto Raisha Bayi dan Raihana Bayi pakai batik ^_^

Kakak Raisha dengan You Can See Batik
Adik Raihana dengan Batik Serupa Kakaknya

Buat Mommies Daily, batik juga recommended lho buat krucil-krucil kita sehari-hari main di lingkungan rumah. Nih dia buktinya ;) 

 
Raisha main di taman

 Raihana santai di rumah

Terakhir, pasti batik juga cocok untuk kondangan. Seperti yang dipakai Raihana:


Yuk, kita tanamkan anak-anak kita kecintaan akan negeri kita, termasuk kecintaan kepada batik. Pasti Mommies Daily punya cerita masing-masing tentang Cara Lain Cintai Batik. 
Misalnya dengan cara berpartisipasi di program Satu Batik Jutaan Jari. Caranya, upload cap sidik jari si kecil ke Facebook fan page-nya Kebaikan bodrexin, juga bisa dilihat di twitter @tentangkebaikan. Cap sidik jari ini nantinya akan dibuat menjadi desain batik tertentu. 

Ikutan yuk, jangan sampe ketinggalan!


 

Dari Rickshaw; Becak China menuju Jin Sha Theater

-->
Perjalanan ke China kemarin memang benar-benar membuat saya kangen Indonesia. Dari sudut pariwisata, terus terang saya lebih merekomendasikan Indonesia dibanding China. Indonesia dengan banyaknya tempat yang bisa dikunjungi dan orang-orangnya yang ramah, emang patut buat dijadikan objek wisata.
Acara jalan-jalan ke Beijing dua pekan lalu itu memang acara kantor. Kantor kami memang rutin mengadakan acara outing ke luar negeri. Tahun ini tempat yang dikunjungi adalah Beijing – China. Kami berangkat Selasa malam, tepatnya tanggal 3 April dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan memakan waktu tujuh jam untuk sampai di Capital Airport – Beijing. 
 Passport, Itenerary, Panduan Bahasa Mandarin Dasar
-->
Ini dia agenda kami di hari pertama:
-Buffet Breakfast - Hutong Rickshaw Tour - Lunch in local restaurant - Hotel Check In (Traders Hotel – Beijing) - Beijing Acrobat Show - Peking Duck Dinner
Terus terang, karena udah pegel di pesawat duduk selama tujuh jam, kami membayangkan sarapan yang menggugah selera. Tapi apa boleh dikata, makanan yang tersaji pagi itu kebanyakan sayuran; kol, timun, tomat, pokcoy, toge, telor rebus, telor asin, jagung rebus, sosis, dan ada satu makanan yang saya tidak tahu itu apa, entah darah (marus) atau daging babi.
Di luar, angin sangat kencang. Suhu udara hanya beberapa belas kalau saya tidak salah. Jadi, jaket tebal dan syal sangat berguna pagi itu. 
 Pemandangan di luar restoran tempat kami sarapan
Dari situ kami menuju daerah kota tua. Di sana kami diajak tur keliling daerah tersebut menggunakan becak atau di sana disebutnya Rickshaw. Kota ini namanya Hutong, jadilah agenda pertama setelah makan tadi diberi nama Hutong Rickshaw Tour.
 Rickshaw
Satu rickshaw cukup untuk duduk dua orang dan dalam beberapa menit kami diajak berkeliling Hutong. Gila! Tukang-tukang rickshawnya edan atau kenapa ya? Mereka membawa kami berkeliling gang-gang sempit dengan kecepatan tinggi! Wow! Sport jantung bener deh waktu itu. Hampir tabrak ini, hampir tabrak itu. Untung cuma hampir (dasar orang Indonesia, masih aja ada untungnya, dalam hal apapun). 
Di suatu tempat di depan danau (atau sungai?) si abang rickshaw berhenti dan langsung bilang ke kami, “Photo, photo”. Dengan nada yang galak dia mengatakan itu dan menyodorkan tangannya ke kami, rupanya dia meminta kamera kami. Untuk sejenak kami ambil gambar di tempat ini, setelah itu kembali berkeliling Hutong. Yihaa...!!! Ngebut lagi!
Becak...Becak...
Biasanya setelah tour, wisatawan diminta untuk memberi tipp 10 yuan kepada si abang rickshaw ini. Tapi hari itu kami gratis karena pihak travel yang membayarkannya untuk kami semua. Yippy!! Tour guide kami, Uncle Shiaw, bercerita, mereka para tukang rickshaw itu digaji pemerintah perbulan 400 – 500 yuan. Dengan gaji segitu, mereka butuh tambahan untuk menghidupi keluarga mereka. Nah, uang-uang tipp itulah yang menjadi sumber tambahan bagi mereka. 
Hutong adalah kota kecil. Saya pikir alasan mengapa kami diajak mengelilingi kota ini adalah karena di daerah ini masih banyak bangunan-bangunan dengan arsitektur khas China seperti yang terlihat di foto.
Saya langsung kebayang Yogyakarta dengan andongnya. Saya tidak tahu apa Sultan punya konsep seperti China ini, menggaji para kusir per bulan untuk mengantarkan para wisatawan keliling Yogya. Dengan cara seperti ini sebenarnya ada dua hal didapat; menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus promosi objek wisata.

Setelah itu makan siang. Ah tapi saya lupa hari pertama itu kami makan siang di mana. Yang jelas, setelah makan siang kami kembali ke hotel untuk check in dan diminta kembali berkumpul pukul 03.30 waktu setempat. Selanjutnya kami menuju Jin Sha Theatre, tempat kami akan menyaksikan Beijing Acrobat Show.

 Sebelum nonton akrobat, pose dulu

Sebelum kami masuk ke Jin Sha Theatre, Uncle Shiaw mengingatkan kami untuk segera mencari tempat duduk. Bebas di mana pun, kecuali di deretan tengah karena itu tempat duduk VIP. Well, akhirnya kami buru-buru ‘tek-in’ tempat. Baru saja duduk, kami lihat dua atau tiga orang menjajakan popcorn. Mereka menjual popcorn manis dan asin, harganya 10 yuan. Waktu itu saya pilih yang asin. Masih 40 menit lagi sebelum acara dimulai dan akhirnya popcorn itu jadi teman kami menunggu dimulainya acara. Beberapa orang beli popcorn manis, beberapa lainnya seperti saya, beli yang asin. Ternyata, untuk dimakan dalam jumlah banyak, lebih enak yang manis. So, kalau teman-teman suatu saat berkunjung ke Jin Sha Theathre, saya lebih rekomen popcorn yang manis untuk teman nonton akrobat.
 Jin Sha Theatre(foto milik Safiudin Alwi)
Beberapa di antara akrobat-akrobat yang ditampilkan sebenarnya mungkin sudah pernah kita lihat di televisi. Tapi ya sensenya pasti beda antara menonton di televisi dan menonton langsung. Dari sekian pertunjukkan yang disajikan, saya paling suka sama atraksi ubah wajah. Entah apa namanya. Jadi, hanya dalam sekejap, si penari bisa berganti-ganti wajah (topeng) dengan cepat seperti yang diceritakan di link ini http://www.tribunnews.com/2012/02/04/satu-hentakan-topeng-langsung-berubah-warna.

Salah satu pertunjukkan acrobat
(Foto milik Safiudin ALwi)

Hari pertama kami ditutup dengan Peking Duck Dinner. Tunggu cerita lain dari saya ya!