Sunday, July 31, 2011

Dari Batas Hidup dan Mati Seorang Anak

"Bawa, bawa, bawa...." suara itu mengejutkan saya yang lagi ada di dalam rumah. Suara jeritan histeris seorang wanita yang entah kenapa terdengar begitu memilukan. Saya langsung ke luar, menuju arah suara tersebut. Saat itu, saya lihat suami saya yang sedang berada di halaman depan rumah juga berlari ke arah suara tadi. Yang kami lihat berikutnya sungguh mengerikan...seorang anak sedang berada di antara batas hidup dan mati.

"Bawa atuh...bawa....ka dokter," suara yang tadi kami dengar histeris sekarang melemah, memelas, tipis harapan. Wanita ini, kami yakin adalah ibu dari anak yang sedang berada di garis batas kehidupan tadi. Bajunya basah, sama basahnya seperti anak yang sedang digendong seorang laki-laki yang berusaha menolongnya. Dua, tiga kali laki-laki itu menghembuskan napas bantuan, anak itu bergeming, tetap terkulai lemas dengan seluruh kulit membiru dan mulutnya berbusa.

Dari yang kami dengar, anak ini jatuh ke kolam ikan di halaman belakang rumahnya. Ibunya sedang memasak ketika ia bermain-main di dekat kolam itu. Selanjutnya, bagaimana kecelakaan itu terjadi kami tidak tahu. Yang pasti, kejadian siang kemarin membuat kami sadar akan beberapa hal. Bukan hanya syukur nikmat atas karunia anak yang telah Allah berikan kepada kami, tapi ini juga merupakan peringatan kepada kami sebagai orangtua untuk lebih berhati-hati.

Di atas sepeda motor yang sudah siap melaju menembus jalan raya Cicurug, Sukabumi, anak itu digendong oleh seorang laki-laki yang mencoba menolongnya, menyambungkan tali kehidupan yang hampir putus. Sebelumnya, anak tersebut dibalikkan tubuhnya, kami yakin, ia berusaha mengeluarkan air yang tampaknya cukup banyak tertelan oleh si anak. Setelah dibalikkan, tubuh anak itu dimiringkan dan dua tau tiga orang bergantian memberi pertolongan pertama lewat napas buatan.

Si ibu masih menangis pilu, ia terus saja berkata, "Bawa, bawa atuh....buru bawa ka dokter." Sesekali ia menjerit histeris sambil menarik-narik rambutnya. Berputar-putar, maju, mundur, sambil terus menangis meraung-raung. Saya ingin sekali memeluknya. Sementara itu, suami saya beberapa kali maju dan mundur menghampiri anak itu. Ada yang kurang tepat memang pada pertolongan itu, saya tahu suami saya ingin menarik anak itu, membaringkannya, lalu menekan dadanya, dan memberi napas bantuan, tapi ia ragu.

Situasi dan kondisi panik yang ada kala itu membuat kami urung membantu. Mendengar jerit tangis si ibu yang terus menerus memohon agar anaknya segera dibawa ke dokter, kami yakin akan pemikiran ibu itu bahwa ia menginginkan anaknya segera dibawa ke tempat pertolongan yang pasti. Di sisi lain, orang-orang di sekitarnya justru ingin memberi pertolongan pertama terlebih dahulu sebelum dibawa ke dokter.

Anak itu masih membiru dan terkulai lemas dalam gendongan. Kami lihat bola mata anak itu masih di bawah, masih ada harapan, ucap kami. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya anak tersebut menunjukkan reaksi dan setelah itu barulah ia dibawa ke dokter. Kami hanya bisa berdoa semoga ia selamat.

Sebelumnya, ketika si ibu masih saja menjerit-jerit menangis, seorang ibu lain berkata kepadanya, "Kumaha sih, Neng?....keur naon emang tadi? naha atuh ninggalkeun budak sorangan kitu? aduh, Neng....Neng..." Ah tidak, dalam kondisi seperti itu masih saja si ibu disalahkan. Kasihan. "Mana ada sih orangtua yang pengen anaknya celaka?" gerutu saya dalam hati. "Udahlah.....biar ini jadi pelajaran buat kami semua. Kalau emang mau nanya, nanti ketika keadaan sudah tenang dan harus baik-baik nanyanya," saya geregetan sama ibu yang nyalahin tadi.

Anak itu akhirnya dibawa ke dokter, kami kembali ke dalam rumah. Kemarin memang kami berdua mengunjungi nenek di Sukabumi, tanpa anak-anak. Saya yakin, pikiran kami masing-masing langsung tertuju ke anak-anak kami. Beberapa detik kemudian saya sudah terhubung dengan telepon rumah, ada si Mbak pengasuh yang mengangkat telepon, dari kejauhan saya dengar suara anak-anak berteriak, "Ibu....Ibu....kakak mau ngomong sama Ibu..." Hati saya berdesir ingin menangis. Kejadian hari itu memberi pelajaran berharga buat semua yang menyaksikan, khususnya bagi kami berdua.
***

Setelah melihat kejadian kemarin, saya dan suami saya sedikit berbincang-bincang. Tentang betapa minimnya pengetahuan masyarakat kita akan pertolongan pertama pada kecelakaan. Entah ini salah siapa? Pemerintah kah atau justru masyarakat kita sendiri yang kurang aktif mencari tahu informasi-informasi tersebut. Untuk beberapa kalangan seperti ibu-ibu rumah tangga yang saya ceritakan di atas, saya maklum. Nah tapi, harusnya pemerintah memikirkan gimana caranya mensosialisasikan cara2 P3K ini kepada ibu-ibu rumah tangga. Kenapa? Ya karena yang ada di rumah dan mendampingi anak-anak adalah kaum ibu toh? Saya tidak tahu, apa posyandu atau puskesmas udah optimal fungsinya. Saya pikir, keduanya harusnya ga cuma sebagai lembaga yang menyediakan layanan kesehatan sebagai bentuk kuratif, tapi lebih jauh dari itu seharusnya keduanya juga memberi pengetahuan-pengetahuan preventif. saya pikir banyak kecil namun penting bisa disampaikan ke masyarakat. entahlah...

terakhir, terkait dengan cerita di atas, saya ingin berbagi sedikit informasi tentang CPR, silakan klik link ini.


Gambar di bawah ini saya ambil dari Google.



Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.

Saturday, July 23, 2011

Dunia Raihana

Tic toc tic toc....

Udah jam 6 lewat 15, aku udah bersih, segar, cantik, dan wangi. Kamu, Kak, kamu masih terlelap, mangap. Ibu udah rapi. Sekarang ibu di ruang makan, nyiapin bekal makan siangnya, juga untuk ayah. Ayah di mana? Ayah di kamar, lagi matut-matut diri di depan cermin.

"Kakak." Kudekatkan wajahku ke wajahmu sambil berseru memanggilmu.

"Kakak" dua kali kupanggil kamu belum juga bangun.

"Kakak" tiga kali, susah sekali ya kamu dibangunkan, kak. Gumamku dalam hati.

"Kakak" kali ini kutepuk-tepuk punggungmu.

"Kakak" sekali lagi kutepuk-tepuk, kamu masih blm terjaga juga.

"Kakak" kutepuk-tepuk lagi, kamu memang benar-benar susah dibangunkan ya?!

Kupikir, aku harus mencari cara lain untuk membangunkanmu.





"Aaa....." Tiba-tiba kamu berteriak dan menangis.

"Adik, jangan gigit kakak dong, Dik, sakit. Ga boleh gigit-gigit." Begitu katamu ketika akhirnya matamu terbuka.

"Aku ga pernah bermaksud nyakitin kamu, kak, cuma pengen bangunin aja, sebentar lagi ibu dan ayah berangkat kerja. kakak mau meluk mereka dulu kan?" Andai saja kamu bisa baca pikiranku, kak, itu yang sebenarnya ada di benakku.

Meski matamu sudah terbuka, kamu masih berbaring dan memeluk gulingmu itu. Kuangkat kedua tanganku, berharap kamu ngikutin aku, tapi sepertinya kamu masih malas. Termasuk malas mengangkat tanganmu untuk berdoa. Lalu kuangkat satu tanganmu dan kubiarkan satu tanganku tetap terbuka menengadah. Kuucap, "Amin." Kuusap mukaku dengan satu tanganku. Lalu kuusapkan tanganmu ke mukamu sambil kuberseru, "Amin"

Setelah itu kuberlari meninggalkanmu. Kucari ibu di ruang makan. "Ibu, kakak" kataku kepada ibu.

Ibu langsung meninggalkan meja makan dan bergegas ke kamar tempatmu bermalas-malasan. Tentunya bersamaku. Ya, ibu dan aku berjalan berdampingan. Kata ibu, "Kakak udah bangun ya, Dik?" Ibu benar-benar mengerti aku. Meski hanya dua kata yang kuucapkan, ibu tau apa yang kupikirkan. Aku sayang ibu. Aku juga sayang kamu, Kak.

Ibu yang udah rapi dan bersih tak ragu menciummu yang masih berantakan dan bau. Hal pertama yang ibu katakan, "Kakak udah baca doa?" Kau jawab, "Udah. Tadi kakak baca doa sama adik" aku tersenyum malu sekaligus bangga ketika ibu memujiku pintar.

Friday, July 22, 2011

Palem Cookies - Jualan :)



Buat yang suka ngemil, buat stock puasa dan lebaran, buat stock liburan.....silakan pesan...


All items: Rp 45.000 (di luar ongkos kirim)

Kastangel: Rp 48.000 (di luar ongkos kirim)


Kalo mo pesen boleh kirim email dulu ke rifka.nida@gmail.com


Thursday, July 21, 2011

Training yang Menyenangkan!

Alhamdulillah, sesi training kemarin berjalan dengan lancar. Dunia training memang bukan hal baru buat saya. Waktu kuliah dulu, di salah satu mata kuliah, meskipun secara singkat saya mempelajari hal itu. Terus, pekerjaan pertama saya adalah menjadi bagian dari konsultan manajemen yang notabene banyak ngadain training. Sekarang, salah satu kerjaan saya di kantor pun ga jauh-jauh dari urusan training. Ini catatan mengenai training yang kemarin saya (dan tim saya) berikan untuk mitra kami.

Training diawali dengan sebuah perkenalan kecil. Peserta diminta menyebutkan nama dan sesuatu yang khas dari dirinya. Saya beri contoh, saya adalah Rifka Beng Beng karena saya suka sekali Beng Beng. Setelah itu barulah para peserta secara bergantian memperkenalkan dirinya dengan cara tersebut. Mereka lalu menyebutkan satu atau dua kata di belakang nama mereka, yang khas dari mereka. Di luar dugaan, cara ini benar-benar mencairkan suasana dan lebih jauh, kami dapat mengetahui hal lain dari diri peserta.

Berikutnya, peserta kami bagi menjadi dua kelompok (kelompok A dan kelompok B) dan kami berikan satu lembar kertas A3 dan beberapa buah crayon. Masing-masing kelompok saya minta untuk membuat gambar dengan instruksi tertentu. Kepada masing-masing anggota kelompok A, kami minta untuk memikirkan satu buah objek untuk digambar. Kepada kelompok B saya minta mereka mendiskusikan sebuah objek untuk digambar. Cara menggambarnya adalah bergantian. Jadi, setelah waktu untuk memikirkan gambar bagi kelompok A dan waktu untuk mendiskusikan gambar untuk kelompok B selesai, saya minta orang pertama dari masing-masing kelompok untuk mulai menggambar dalam waktu tertentu. Setelah waktu habis, gantian, giliran peserta lain untuk menggambar.

Hasilnya tentu beda untuk kedua kelompok ini. Dari hasil gambar tersebut, saya minta mereka untuk menyampaikan kesan mengenai kedua gambar tersebut. Apa saja yang ada di kepala mereka, saya persilakan untuk diungkapkan. Kemudian, saya gali pendapat mereka tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan dan saya arahkan sesi diskusi gambar ini ke arah peran masing-masing anggota kelompok. Semua pernyataan berujung ke satu muara, yaitu peran inti mereka.

Berikutnya kami masuk ke materi lain yaitu tentang pentingnya arti sebuah senyuman, penghargaan, dan motivasi. Kalau tadi di awal kami menyampaikan materi melalui gambar, kali ini kami menampilkan potongan sebuah video. Video ini menceritakan seorang petugas validasi karcis parkir yang luar biasa. Setiap orang yang datang kepadanya selalu diberinya senyuman dan pujian yang objektif. Ia selalu bisa melihat hal positif dari orang yang ditemuinya. Efeknya, bukan saja orang-orang menjadi senang karena dipuji, tetapi juga ia jadi memiliki antrian yang sangat panjang. Antrian untuk mendapatkan cap validasi sekaligus senyum dan pujian gratis. Sebaliknya, ketika ia berhenti melakukan itu, orang-orang pun kembali sedih, lesu, tidak termotivasi, dan pergi meninggalkannya.

Sama seperti sesi gambar, para peserta saya minta untuk mengungkapkan apa saja yang terlintas di pikiran mereka. Satu persatu para peserta berbicara dan akhirnya tersampaikanlah pesan yang kami maksud. Bukan dari kami, tapi dari mereka sendiri. Jadi, melalui potongan video ini mereka dapat menyadari betapa pentingnya sebuah senyuman dan pujian.

Materi berikutnya kami sampaikan dengan cara roleplay. Kami menciptakan suatu situasi dan kondisi tertentu untuk roleplay ini, lalu kami minta para peserta untuk meresponnya dengan cara masing-masing. Ketika peserta menunjukkan hal yang benar, kami biarkan ia menyelesaikan apa yang dilakukannya. Ketika peserta melakukan hal yang salah, kami tunjukkan cara kami, cara yang seharusnya. Setelah roleplay selesai, kembali, sesi diskusi merupakan sarana paling tepat untuk menggali perasaan dan pemikiran mereka tentang apa yang baru saja mereka saksikan dan mereka lakukan.

Sudah tiga materi kami sampaikan. Sesi akhir adalah sesi mini quiz. Kami meminta peserta mengisi selembar kertas yang isinya adalah beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi-materi yang sudah mereka terima. Ini penting, untuk mengetahui sejauh mana penyerapan mereka akan materi yang sudah kami sampaikan. Mini quiz ini ditutup dengan pembahasan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan juga pemberian hadiah bagi tiga peserta dengan nilai tertinggi.

Sebelum ditutup, kami minta salah seorang peserta mengulas lagi secara singkat apa saja yang sudah dilakukan dan dipelajari dari pagi hingga siang kemarin, sepanjang sesi training. Dengan begitu, saya yang hari itu kebagian tugas sebagai fasilitator, tidak perlu merangkum hasil training hari itu. Semua materi disampaikan dengan simulasi, tanpa slide sama sekali. Yup, sebab konsep training kami hari itu adalah learning is fun. Terakhir, kami berikan kenang-kenangan untuk dua peserta aktif, sebagai bentuk penghargaan kami kepada mereka.

Nah, tidak selamanya training itu membosankan kan? Karena belajar itu haruslah menyenangkan!

Wednesday, July 13, 2011

...dari Sebuah Meja Kerja


Ada banyak cerita dari meja kerja kita. Inilah cerita saya.....

Meja kerja saya terletak di sudut ruangan. Di sebelah kanan saya ada kaca jendela yang menghubungkan antara dunia saya dengan dunia luar. Ada vertical blind yang melindungi saya dari sengatan cahaya matahari. Vertical blind yang sewaktu-waktu biussa saya tarik talinya hingga tersingkap semua pemandangan di luar jendela itu. Dari jendela ini saya bisa melihat bangunan kampus sebuah perguruan tinggi terkenal. Bisa pula saya melihat pepohonan baik yang terawat maupun liar. Sedikit saya bisa melihat kondisi lalu lintas, dari jendela ini pula.

Di bagian kanan meja saya ada satu unit telepon berwarna putih. Melalui benda ini saya mendapatkan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah. Melalui benda ini saya pun bisa menyampaikan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah.

Ada tumpukan kertas terlihat di sebelah telepon tersebut. Bagi saya kertas itu melambangkan tanggung jawab saya. Data-data yang ada di sana, informasi yang terkandung di dalamnya, rahasia yang tak terlihat darinya, semua itu adalah tanggung jawab saya.

Di atas tumpukan kertas itu ada si buku biru. Buku kecil yang berisi nomor-nomor telepon yang sering saya hubungi. Nomor-nomor relasi kerja saya, simbol kecil jaringan kerja yang saya miliki.

Di depan pesawat telepon ada kotak hijau telor asin. Berbagai hal ada di situ. Paper klip, staepless, perforator, post it, dua buah stempel, dan isi staepless. Benda-benda kecil itu, meskipun mereka kecil, tapi fungsi mereka kadang luar biasa. Jadi, saya tidak akan menyepelekan benda-benda kecil yang ada di kotak hijau telor asin itu.

Di bagian kanan meja saya ini, di sebelah kotak hijau telor asin, saya letakkan sebuah tempat pensil anyaman dengan risleting ulir-ulir melingkar. Pemberian teman dekat saya, oleh-oleh dari Cianjur. Tempat pensil itu, meski kecil, sangat berarti bagi saya. Maknanya lebih dari sekadar tempat pensil yang unik, ia adalah tanda persahabatan kami. Tanda ingatan teman saya kepada saya.

Di sebelah tempat pensil itu ada kalkulator. Benda ajaib ini selalu saya andalakan jika saya bertemu dengan angka-angka. Tak terhitung berapa kali saya memencet-mencet tombolnya, ia setia, selalu memberikan jawaban yang saya minta.

Di bawah kalkulator itu saya letakkan buku kecil berwarna hitam. Itulah album kartu nama relasi-relasi kerja saya. Simbol silaturahim yang terjalin antara dunia saya dengan dunia luar.

Tepat di depan kotak hijau telor asin ada sebuah benda bermotif batik. Itulah tempat alat-alat tulis saya. Tempat ini pemberian dari adik saya yang beberapa tahun lalu bermukim di Yogyakarta. Meski hanya memiliki diameter yang tak seberapa, namun ia mampu menampung beberapa benda dengan fungsinya masing-masing.

Di tempat alat tulis itu ada beberapa bolpoin, pensil, penggaris, gunting, spidol, karet, tip ex, dan sebuah hiasan bunga mati; tulip merah.

Di dekatnya ada sebuah kartu bergambar depan beruang lucu. Di dalamnya tertulis, "Thanks for being care." Ya, sebuah kartu dari seorang teman....ada cerita dari kartu itu. Cerita yang takkan terhapus meski nanti kartu tersebut menjadi lusuh atau tak secantik awalnya.

Kartu itu berada di tengah, di antara dua benda lain yang mengisi bagian kanan meja kerja saya. Benda tersebut adalah thumbler dan tissue. Mereka berdua bukan hanya berfungsi sebagai pengapit kartu, tapi juga sebagai penampung energi bagi saya (thumbler) dan penyeka air, kotoran, dan luka bagi siapapun yang mampir ke meja saya (tissue).


Di hadapan meja saya ada sebuah kursi. Tersedia bagi siapapun yang datang dengan keluh kesah, pertanyaan hebat, pertanyaan remeh temeh, basa basi, amarah, penghargaan, pengharapan, wejangan, dan tentu saja, tugas-tugas dan tanggung jawab. Kursi itu menjadi saksi banyak tawa, canda, tangis, dan lara. Menjadi saksi penunaian sebuah kewajiban dan tanggung jawab dari saya sebagai orang yang diberi amanah untuk membantu orang-orang yang duduk di kursi tersebut.


Di bagian kiri, ada sebuah kalender meja, satu set komputer, secarik post it yang saya tempel di mintor komputer, sebuah hiasan dari teman sebagai oleh-oleh dari Malaysia, dan sebuah cangkir putih dengan motif garis-garis yang saya dapatkan dari sebuah maskapai asing. Cangkir tersebut saya gunakan untuk meletakkan beberapa benda kecil seperti trigonal clips.

Bagi saya, kalender meja itu bukan sekadar angka pengingat. Bukan sebagai penunjuk hari, bulan, dan tahun. Lebih dari itu, bagi saya ia adalah cerminan waktu. Bagaimana saya menghabiskan hari-hari dalam kalender tersebut dengan hal-hal berguna. Seperti itu maknanya.

Satu set komputer. Tentu saja, kotak ajaib ini memang benar-benar ajaib. Pekerjaan saya bisa beres melaluinya. Sebuah informasi kecil bisa langsung tersebar ke seluruh cabang adalah karena ia. Kotak itu bukan sekadar penyimpan data, tapi sebagai gambaran langkah-langkah apa yang sudah saya tempuh waktu-waktu ke belakang.

Mengenai post it, tulisan dalam post it yang saya tempel itu adalah:
"Faidza 'azzamta fa tawakkal 'alallah."
dan
"Hidup itu melukis, bukan menghitung"
Betul, dua kalimat favorit saya. Terakhir, di bawah kalimat tersebut, saya tuliskan pula "Cheers..."

Sebab, saya sudah terlalu kecanduan gadget seperti handphone dan blackberry, biasanya saya meletakkan dua ponsel saya tersebut di dekat keyboard. Dari dua benda tersebut saya bisa menghubungi suami dan anak-anak saya tercinta.

Sunday, July 10, 2011

Stop Penggunaan Kata Autis Sebagai Olok-Olokan

Saya pikir saya harus menuliskan ini; tentang arti sebuah kata, autis. Berawal dari seringnya saya mendengar orang-orang menyebut kata autis sebagai satu candaan atau bahan olok-olokan di antara kita. Entah itu dalam percakapan sehari-hari atau dalam komentar-komentar di dunia maya. Saya jadi gerah dibuatnya.

Saya yakin, kata autis yang digunakan sebagai bahan candaan itu berasal dari kata autisme. Lalu, apa arti kata autisme itu sendiri? Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas, dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Jadi, autisme bukanlah penyakit, melainkan suatu kondisi. Bukan penyakit, melainkan suatu gangguan perkembangan yang terjadi pada seorang individu. Saya tidak akan membahas autisme secara detil dan ilmiah. Melalui tulisan ini, saya hanya mengimbau teman-teman untuk tidak lagi menggunakan kata autis sebagai bahan olok-olokan. Stop!

Secara umum, orang-orang memandang penderita autis adalah orang yang sibuk dengan dunianya sendiri, tidak bisa bersosialisasi, tidak bisa berkomunikasi dengan lingkungannya. Ya, sebagian pandangan itu benar. Akan tetapi, pernahkah terpikir oleh teman-teman bahwa mereka tidak pernah mau dilahirkan dengan kondisi seperti itu? Suatu kondisi yang kita anggap beda dengan kebanyakan kita. Suatu kondisi yang pelik dan terkadang sulit dipahami oleh sebagian besar kita juga.

Pernahkah teman-teman memposisikan diri sebagai orangtua anak dengan autisme? Tahukah teman-teman perasaan mereka? Sekali-kali teman-teman tempatkanlah diri teman-teman di posisi mereka. Sekali saja, resapi. Saya yakin, setelah itu teman-teman tidak akan menggunakan lagi kata autis sebagai bahan candaan atau olok-olokan.

Sedikit saja saya ulas, bahwa autisme sendiri masih menjadi perbincangan di kalangan ilmu-ilmu terkait. Berbagai teori tentang penyebab dan pengobatan (terapi) masih sering diperbincangkan. Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya gangguan dalam enam bidang yaitu:
1. interaksi sosial
2. komunikasi (bahasa dan bicara)
3. perilaku-emosi
4.pola bermain
5.gangguan sensorik-motorik, dan
6.terlambatnya perkembangan.

Kita tahu, kebanyakan anak-anak dengan autisme menyukai suatu pola repetitif tertentu. Misalnya, duduk sambil memajukan dan memundurkan badannya berulang-ulang, tiada henti memutar-mutar jarinya di dalam gelas, atau perilaku berulang lainnya. Selain itu, mereka kadang terikat pada suatu perilaku obsesif. Misalnya, suka sekali mengurutkan mainannya menjadi suatu barisan, menempatkan segala sesuatunya pada tempat-tempat tertentu dan tidak boleh berubah, atau dalam kegiatan makan memiliki pola urutan tertentu yang tidak boleh diganggu. Apabila dua bentuk perilaku tersebut (repetitif dan obsesif) terganggu, bisa jadi anak-anak ini marah dan tidak terkendali emosinya. Selain itu, kesulitan berkomunikasi yang mereka alami menyebabkan mereka seperti terisolasi dalam dunianya sendiri.

Orangtua mana yang tidak sedih melihat kondisi anaknya seperti itu? Jadi, alih-alih membuat hal ini semakin buruk, lebih baik kita sama-sama sosialisaikan hal ini; stop penggunaan kata autis sebagai bahan olok-olokan. Saya dengan jaringan saya, teman-teman dengan jaringan teman-teman. Jika satu orang menyebarkan hal ini ke sekian banyak orang lain, semoga semakin banyak orang yang menghentikan kebiasaan buruk ini. Dengan demikian, kita telah berempati kepada sesama. Kita telah berbuat baik kepada mereka.

Lalu, kenapa tidak kita mulai dari sekarang?


Friday, July 8, 2011

Terimakasih dari HitamPutih

Siang tadi saya mampir ke rumah review, baca beberapa postingan yang belum saya baca. Ada satu postingan yang membuat saya tertegun, review sang pemilik rumah mengenai buku saya. Bukan, bukan karena apa yang dia review, tapi karena kebaikannya membantu saya membuat satu langkah kecil dalam hidup saya.

Sebelumnya, saya tidak pernah terpikir nama Huda Tula (sang pemilik rumah review) menjadi orang yang saya gandeng untuk membuat cover buku saya. Kala itu, saya sempat bingung ketika editor saya meminta saya untuk cepat-cepat membuat cover debut buku saya itu. Berpikir dan berpikir, ingat dan mengingat, siapa kira-kira yang bisa membantu saya. Lalu, seperti cahaya yang tiba-tiba muncul, di benak saya tampak sebuah karya yang pernah saya lihat dan saya suka. Inilah karya tersebut.

Saya terkesan dengan karya yang diberi judul Kolase (1) oleh sang pemilik rumah. Lalu saya buka-buka lagi arsip-arsip sang pemilik rumah dan menemukan nama saya ada di salah satu postingannya. Kesan kedua yang menyenangkan dari rumah ini dan pemiliknya. Ternyata dia mengingat saya, pikir saya seperti itu. Padahal, saya adalah orang yang jarang blogwalking (BW) atau blogrunning dalam istilah Nuel. Bukannya tidak ingin, tapi karena saya tidak punya banyak waktu untuk itu. Jadi, sekalinya saya ingin menulis di blog ya saya menulis, di lain waktu, saya akan blogwalking. Khusus melakukan hal itu.

Mendapati nama saya ada di salah satu postingan Huda, saya langsung berpikir inilah saatnya Huda membuatkan saya gambar. Langsung saja saya minta nomor HPnya dari Gaphe, sahabat saya. Alhamdulillah, sambutan Huda baik dan jadilah cover seperti yang teman-teman lihat di bagian kanan blog ini. Terima kasih, Huda.

Postingan ini saya dedikasikan khusus untuk teman-teman yang sudah mengapresiasi karya saya. Baik yang sudah mereview secara singkat (karena belum membaca secara utuh buku HitamPutih) atau yang sudah membuat review lengkap. Terimakasih banyak.

Untuk Gaphe, sepertinya kata terimakasih tidak cukup untuk membalas kebaikanmu menyelenggarakan giveaway beberapa waktu lalu. Semoga Allah membalas kebaikanmu dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Untuk Suci, sang editor dan motivator yang perannya sangat besar dalam terwujudnya impian saya ini, saya ucapkan terimakasih.

Untuk semua nama yang memberikan komentar positif dan negatif atas karya perdana saya ini, saya ucapkan terimakasih.

Buku saya memang bukanlah sebuah karya besar seperti penulis-penulis terkenal, tapi komentar, kritik, dan saran teman-teman sangat besar artinya buat saya pribadi.

Sekali lagi terimakasih buat semuanya.

Wednesday, July 6, 2011

Cerita dari Bobo Fair dan PRJ (bagian 2)

Masih ada sedikit cerita lho dari Bobo Fair dan PRJ 2011. Saya lanjutkan ya cerita saya tentang dua event tersebut. Teman2 tau kan lagu ini?

kambanglah bungo parautan
si mambang riang ditarikan
di desa dusun ranah minang

bungo kambang sumarak anjuang
pusaka minang ranah pagaruyuang
dipasuntiang siang malam tabayang bayang
rumah nan gadang

kambanglah bungo parautan
si mambang riang ditarikan
di desa dusun ranah minang

Yup, lagu daerah dari Sumatera Barat ini memang enak didengar dan dinyanyikan. Saya suka lagu ini bukan karena dapat suami orang Minang, tapi ya itu, karena lagunya enak didengar dan dinyanyikan. Jangan tanya artinya, karena saya juga ga tau.

Lagu Kambanglah Bungo ini menarik perhatian saya dan pengunjung-pengunjung lain di Bobo Fair di Jakarta pekan lalu. Sekilas memang tidak ada yang berbeda dari dibawakannya lagu ini, hanya saja, saya tertarik dengan musik pendukungnya yang menggunakan alat-alat musik daerah seperti gendang dan angklung. Ya, di sela-sela tugas saya menjaga stand, saya sempatkan untuk ambil foto ini dan menonton mereka dari jauh.


band lagu-lagu daerah

Tahun ini stand kami ada di dekat panggung. Jadi, dengan mudahnya saya bisa ambil gambar panggung tersebut dan menyaksikan acara-acara yang ada di panggung. Hari itu, selain ada performance lagu-lagu daerah, ada juga performance dari penari-penari cilik. Mereka membawakan berbagai macam tarian mulai dari tari daerah sampai modern dance. Wah, kagum saya melihat anak-anak kecil itu menari. Kalau teman2 pernah dengar multiple intelligence, itu salah satu bentuk kecerdasan juga lho...namanya kecerdasan kinestetik.

Selain nyanyi dan nari, hari itu di panggung juga diadakan lomba memasak menggunakan produk dari sponsor. Saya cuma sempat ambil gambar panggung sebelum masak, bukan pas acara masak-memasaknya. Hehehe...betul sekali karena pas acara masak itu pas saya lagi sibuk2nya juga melayani pengunjung stand kami.


persiapan lomba memasak pasangan ibu dan anak

Nah, udah gitu, pas lagi sibuk2nya juga, datanglah seorang panitia penyelenggara Bobo Fair ini. Dia nanya2 pendapat tentang pelaksanaan Bobo Fair tahun ini. Kebetulan saya sendiri udah tiga tahun berturut2 jaga stand, jadi tahu bedanya dari tahun ke tahun. Dia mengajukan beberapa pertanyaan dan setelah selesai...horeeee....saya dapat souvenir berupa pulpen gendut silver, tapi tintanya ga ijo kayak pulpen The Westin yang dibagi2 Gaphe ;p

Dari kegiatan ini, saya sendiri bertambah pengalaman dan pengetahuan. Bukan saja tentang produk2 anak baik yang sedang in maupun sepanjang jaman, tapi juga pengetahuan tentang pameran itu sendiri. Misalnya, tentang plus minus penempatan stand kami. Dari tahun ke tahun kami memang memilih (dan atau mendapat) lokasi yang berbeda untuk letak stand kami, dari situlah kami belajar letak mana yang paling potensial untuk dikunjungi. Selain itu, dekorasi dan hal-hal lainnya juga penting banget diperhatikan. Tentu disesuaikan dengan tujuan. Jadi, kalau suatu saat kantor teman2 buka stand pameran, jangan ragu untuk ikut jaga stand. Enak koq, nambah pengalaman ;)

Satu lagi deh tentang Bobo Fair ini. Di sini juga ada stand melukis dan mewarnai di kaos.



Buat teman2 yang sudah punya anak atau yang baik sama ponakan, datang deh ke Bobo Fair. Seru! Plus tiketnya juga murah; Rp 10.000 weekday dan Rp 15.000 weekend. Nah, karena Bobo Fair Jakarta udah selesai, bagi yang pengen berkunjung ke Bobo Fair, saya informasikan aja ya...Bobo Fair bakal diadakan juga minggu ini di Surabaya dan Makassar. Silakan hubungi Gaphe kalau mau tau lokasinya di mana. Sori ya, Phe, bawa2 namamu ;p

Lalu...lalu....kita ke PRJ ya sekarang. Kemarin saya cerita, sebelum pulang kami sempatkan beli oleh2 snack yang dibungkus plastik besar. Satu bungkusnya Rp 10.000. Saya beli lima bungkus. Eh, setelah bayar, saya dikasih hadiah kipas tangan. Trus dengan entengnya saya bilang, "Makasih ya, Mbak, tapi anak saya dua nih, boleh minta satu lagi ga?" *cengarcengir* Kata si Mbak kasirnya, "Ga bisa, Bu, beli satu lagi baru dapat satu kipas lagi." Oh...ternyata ini kalau beli tiga dapat satu kipas toh. Ga mau nyerah, saya bilang lagi. "Waduh, Mbak, kalo beli satu lagi kebanyakan.....minta kipasnya aja dong, Mbak, boleh ya...nanti anak2 saya berantem nih berebutan." Xixixiii....trus dengan muka kesel si Mbak ngasih saya satu kipas lagi. "Makasih ya, Mbak." Kata saya sambil senyum. Di belakang saya, pasukan saya geleng2 kepala ngeliat saya ga tau malu minta kipas tadi ;p

Sambil nyusurin hall menuju pintu keluar, kami melewati berbagai macam stand. Si mbak2 pengasuh anak kami di belakang kami. Lalu tiba2 pengasuhnya adik memberi sesuatu ke si kakak yang sedang digandeng ayahnya. Mau tau apa? Foto Smash berukuran postcard! Wah....si kakak seneng banget. Langsung dia pamer ke saya, "Ibu, Ibu, Cemes (Smash), Bu." Sambil menyodorkan foto tersebut ke saya.


si kakak dapat foto smash

Waduh....anak segitu aja udah doyan Smash ya, baru juga dua setengah tahun. Weleh...weleh... Saya jadi ingat, paginya sebelum berangkat ke PRJ, eyang (ibu saya) ngajak ngobrol si kakak. Kata eyang begini, "Kak, ayah ganteng apa jelek?" Kata kakak, "Gateng dong, Ayah Among kan gateng. Cemes juga gateng." Wakakakakak....kami semua yang denger ngakak, katanya, "Ganteng dong, ayah Ramon kan ganteng. Smash juga ganteng." Hhihiii....parah nih, anak segitu udah bisa ngomong gitu ya? Dua2nya, si kakak dan si adik seneng smash. Haduh...bahaya nih pikir saya. Pasti kebanyakan nonton TV.

Kalau teman2, suka Smash juga?


Monday, July 4, 2011

Cerita dari Bobo Fair dan PRJ

Alhamdulillah....walau diawali dengan hari yang mengesalkan, tapi pekan kemarin akhirnya ditutup dengan hari yang benar-benar menyenangkan ^_^

Di posting yang ini saya cerita tentang hari Senin saya yang bener2 jadi ujian kesabaran buat saya. Kali ini saya mau cerita tentang hari Jumat dan Minggu yang menyenangkan.

Teman2 tahu kan ya ada Bobo Fair di limat kota besar di Indonesia? Salah satunya adalah di Jakarta. Nah, Jumat kemarin saya dan dua orang jaga stand kantor kami di Bobo Fair Jakarta. Ngapain aja kami di sana? Yang pasti, karena tujuan kami buka stand di sini adalah Branding, maka kami berusaha melakukan branding ke masyarakat luas khususnya pengunjung Bobo Fair ini. Di sana kami membagikan brosur, memberi penjelasan2 tentang brand kami, menarik perhatian anak2 untuk mencoba kegiatan di stand kami, dan pastinya bagi2 paket souvenir untuk para pengunjung stand. Seru banget karena kami harus terus menerus berdiri dari pagi sampai sore; kami jaga untuk shift pagi yaitu pukul 09.00 s.d pukul 15.00.

Sebenarnya kali ini saya kebagian hari yang biasa aja, bukan hari puncaknya. Jadi, pegal2nya pun biasa aja. Ga seperti tahun lalu yang poll bener pegalnya karena dapat hari jaga puncak. Hmm....namanya pengunjung ada2 aja responnya, ada yang menyenangkan, ada yang menyenangkan banget, ada juga yang menjengkelkan. Well, tapi semua harus dihadapi dengan senyuman. Biarpun begitu....saya senang koq, senang banget. Ya, saya memang senang ketemu banyak orang. Hari itu, saya ketemu banyak anak dan orang tua.

Di Bobo Fair ini ada banyak sekali stand. Wah, kalau diceritakan satu per satu bisa puanjang buanget nih posting. Intinya segala macam keperluan anak ada di sini deh, mulai dari pernak pernik sampai urusan yang besar seperti urusan tabungan pendidikan anak. Sayang sekali untuk di Jakarta dan Pekanbaru Bobo Fairnya udah selesai kemarin. Setahu saya, Bobo Fair juga akan diadakan di Bandung, Surabaya, dan Makassar. Nah, buat teman2 di tiga kota tersebut, datang deh ke Bobo Fair, ajak anak atau ponakan, seru deh pokoknya. Ada pentas-pentas yang bisa kita tonton juga.

Oya, selesai jaga, kami ga langsung pulang, curi2 waktu dulu untuk muter2 bentar keliling semua stand. Hasilnya, .... ini dia, foto saya (dan teman saya) di koridor menuju pintu masuk Bobo Fair ;)

ini saya lagi gelitikin kelinci

tersesat

Itu cerita tentang saya di Bobo Fair. Berikutnya, saya mau cerita tentang akhir pekan kemarin. Hari Minggu kemarin, bener2 baru kemarin, saya dan pasukan saya ke Jakarta Fair aka Pekan Raya Jakarta (PRJ). Kali ini selain sama suami, anak2, ada juga kakak dan adik saya ikutan. Berangkat habis zhuhur dari rumah eyang dan pulang habis maghrib. Cape, tapi senang!

Karena arena ini besar buanget, akhirnya biar waktunya efisien kami langsung liat peta, cari tempat ke mana kami akan menghabiskan waktu sore itu. Nah, berhubung jalannya sama krucil2 saya, kami putuskan untuk datang ke Hall E, hall yang kebanyakan isinya untuk anak2. Habis ke Hall E, kami ke arena bermain anak2. Sebenarnya, ini bukan cuma buat anak2 sih, karena orang dewasa pun bisa menikmatinya. Meski permainannya adalah permainan standar, tapi karena perginya bareng2 itulah yang membuat hari kemarin jadi benar2 berkesan. Di arena bermain ini ada flying fox, perahu2 batere, mau dayung perahu juga ada, bola air, mandi bola, kincir2, karusel, sewa becak, kereta2 kecil, dan masih ada beberapa permainan lagi yang bisa kita nikmati bersama keluarga.

perahu kuning

Ini dia salah satu foto kami. Dress code hari itu untuk saya dan suami adalah jeans dan baju putih sedangkan anak2 jeans dan kaos belang2.

Oya, habis main2, kami putar puter liat2 stand2 yg ada di sini. Pas lagi keliling, cling...cling...ada yang kinclong menarik perhatian. Yup! Dialah Indra Herlambang. Tahu kan siapa dia? Kalo ga tau, googling aja sendiri ya :p Pengasuhnya kaka dan adik seneng banget ngeliat si Indra dan inilah hasilnya...foto Mbak2 bersama Mas Indra.

si Oshin ga mau ketinggalan tuh...

Lupa kan tuh. Kemarin juga ada cosplay. Itu tuh...festival berpakaian ala tokoh idola kita. Seneng sih liatnya. Ada yang pake baju satria baja hitam, naruto, srikandi, gatotkaca, dan masih banyak lagi. Performancenya juga oke banget, bandnya keren2. Tapi sayang sungguh disayang, kakak takut ngeliat orang dengan kostum2 tersebut. Akhirnya sementara saya, suami, dan si adik nonton, si kakak dilarikan ke candi2an sama pakdenya ;)

ini sedikit di antara banyak peserta cosplay


si kakak yang ketakutan

Terus...terus...di sini juga ada rumah hantu. Ada hantu2 dengan segala rupa berseliweran. Bahkan ada stand khusus untuk foto2 bareng mereka dan itu laku banget! Tapi...lagi...lagi...kakak ketakutan, si adik nggak. Mungkin karena adik belum ngerti ya... Jadi, cuma adik yang difoto di area ini.

si adik seneng2 aja tuch ;)

Hmm...tentang makan, kami makan di satu resto, kami pilih saungnya karena butuh tempat yang luas buat krucil2 kami. Sementara kami makan, si kakak malah duduk di mejanya. Kakak...kakak...

asyik duduk di meja sampe akhirnya numpahin minuman

Sebelum pulang, kami sempatkan ke hall yang isinya produk gadget2 canggih. Pengen sih berlama2 di sini, tapi kasihan anak2, udah cape. Jadi, cuma sebentar lah kami di hall ini. Hiks...saya pun tidak sempat liat baju2.

Sebelum pulang, kami beli oleh2 dulu buat semua. Ya udah, segitu aja ceritanya, mau siap2 ngantor. Kalau diceritain semua...bisa puanjang buanget nih posting. Singkat cerita...kami semua pulang dengan senang ^_^

Semoga hari teman2 semua menyenangkan!!

Saturday, July 2, 2011

Mindshare Publishing

Punya dua anak ga mengurangi minat saya akan dunia tulis menulis. Akhir pekan ini aja, salah satu agenda saya adalah mengedit naskah seorang teman. Beda banget rasanya, antara nulis dan ngedit. Kesenangan yang didapatkan pun beda dan saya suka dua-duanya. Nah, kalau udah jadi buku, beda lagi rasanya, antara nulis dan memasarkan buku kita. Semuanya menyenangkan karena semuanya punya cerita yang berbeda. Romantika dan dinamika.

Ngomong-ngomong soal tulis menulis, di postingan kali ini saya mau share tentang kegiatan lain saya. Lewat bendera Mindshare Publishing, saya dan (tiga orang teman) siap memfasilitasi teman-teman yang ingin membukukan naskah teman-teman.

Kalau teman-teman punya naskah di komputer, blog, catatan online maupun catatan offline, jadikan buku saja! Naskah itu pasti jadi sesuatu yang lebih terstruktur dan berkesan. Percaya deh! Dengan demikian, teman-teman bisa merealisasikan impian teman-teman punya buku sendiri.

Lewat Mindshare Publishing, teman-teman tidak perlu menunggu berbulan-bulan atau bertahun-tahun menunggu keputusan penerbit akan nasib naskah teman-teman. Serahkan saja naskah teman-teman ke kami dan dalam waktu 2-4 pekan naskah teman-teman akan menjadi buku yang berkualitas.

Paket yang kami tawarkan ke teman-teman adalah Paket Super (Rp 500.000). Dengan paket ini teman-teman akan dapat:
1. editing pengetikan dan EYD
2. pembuatan layout buku
3. disain cover
4. satu kali proofread isi dan cover
5. satu eksemplar buku jadi

Paket ini tidak termasuk:
1. biaya cetak jika teman-teman ingin memperbanyak
2. editing profesional (editing isi, tata bahasa, susunan kalimat, keterkaitan antarparagraf). jika teman-teman menginginkan editing ini, biayanya adalah Rp 3000 per halaman.

Kalau berminat, teman-teman silakan hubungi saya di rifka.nida@gmail.com

Selamat menulis ^_^

Friday, July 1, 2011

Nothing's Wrong....

"Teteh..."

Suara lemah diiringi sesenggukan di seberang sana memecahkan kesunyian di kamar tidur saya beberapa hari yang lalu. Siang itu saya baru saja menemani anak-anak saya tidur siang. Ketika baru saja saya ingin terlelap juga, terdengarlah getaran ponsel yang berada tidak jauh dari tempat saya berbaring. Saya angkat dan jawab panggilan tersebut, lalu inilah yang berikutnya saya dengar.

"Aku dimaki-maki di depan orang banyak, Teh. Aku dibilang bego karena ga tau bersopan santun. Aku dibilang berubah, dibilang introvert. Terakhir, aku disuruh ke Prof. Kania (bukan nama sebenarnya), Teh. Aku disuruh periksa dan konsultasi ke beliau."

Seorang teman lama yang sekarang sedang mengambil spesialis di salah satu universitas di Yogyakarta. Baru saja ia memasuki semester dua, namun nampaknya ia mengalami stres yang luar biasa. Saya dengarkan masalahnya. Lama juga ia berbicara, sebagian besar keluh kesah, sebagian lain pertanyaan-pertanyaan yang tentu ia sangat ingin tahu jawabannya.

Dalam pandangan saya, permasalahan yang dia hadapi sebenarnya adalah bukan masalah kuliahnya, tapi pergaulannya. Kalau meminjam istilah yang lebih ilmiah, saya sebut itu sosialisasi. Sekarang coba teman-teman cermati kalimat yang teman saya ucapkan di atas, "Aku dimaki-maki di depan orang banyak, Teh. Aku dibilang bego karena ga tau bersopan santun. Aku dibilang berubah, dibilang introvert. Terakhir, aku disuruh ke Prof. Kania, Teh. Aku disuruh periksa dan konsultasi ke beliau."

Kalau teman-teman sadari, kalimat itu muncul bukan karena teman saya tidak bisa mengikuti kuliahnya kan? Tapi lebih karena masalahnya dengan lingkungan. Disadari atau tidak, kadang kala hal-hal yang menghambat keberhasilan kita adalah hal-hal di luar hal utama. Untuk contoh teman saya ini, yang menghambat kelancaran kuliahnya adalah bukan karena ia tidak bisa mengikuti mata kuliah-mata kuliah di kampusnya, tetapi lebih kepada hal hubungan dengan orang lain.

Apa pentingnya orang lain bagi diri teman saya ini? Tentu sangat penting. Sebagai seorang dokter dan calon dokter spesialis, orang-orang sangat penting bagi dirinya. Nanti, ia akan bertemu dengan banyak orang. Pasien, keluarga pasien, dokter-dokter senior, dan masih banyak lagi orang yang akan ia temui. Orang-orang itu tentu punya karakter yang berbeda-beda bukan? Di sinilah pentingnya kemampuan interpersonal seorang dokter (dalam kasus ini khusus saya bahas tentang dokter). Lalu, apa sih kemampuan interpersonal itu? Kemampuan interpersonal adalah kemampuan seseorang menjalin hubungan dengan orang lain.

Tentang dirinya yang dikatakan introvert oleh seniornya. Saya tanya teman saya itu, "What's wrong for being introvert?" Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan orang yang introvert. Sama halnya tidak ada yang salah dengan orang yang ekstrovert. Hanya saja, setelah saya gali lebih jauh mengapa seniornya mengatakan dia introvert seolah-olah bahwa introvert itu tidak baik, ternyata satu, kemungkinan besar seniornya tidak ingin ia terlalu kaku dalam menangani pasien. Terlalu terpaku pada penyakitnya tanpa peduli dengan orang di sekitar pasien itu, misalnya keluarganya. Benar toh, pasti keluarga akan butuh penjelasan dari sang dokter. Jika dokter bersikap terbuka, tentu pihak keluarga pun akan lebih merasa tenang dan senang. Jadi, sekali lagi, bukan introvert atau ekstrovert yang salah, tapi maksud sang senior adalah pandai-pandailah berlaku kepada orang lain.

Kemudian tentang rujukan untuk ke Prof. Kania. Prof. Kania adalah dosen saya. Dosen senior di kampus saya, menangani permasalahan-permasalahan klinis. Kalau teman-teman tahu, psikologi memang dibagi-bagi menjadi beberapa sub disiplin ilmu, salah satunya adalah psikologi klinis. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah, tidak usah takut datang ke psikolog. Psikolog juga manusia =p

Hmm...begini, 10-15 tahun lalu profesi psikolog memang dianggap sempit ruang lingkupnya. Profesi ini belum populer di kalangan masyarakat Indonesia kala itu. Orang-orang yang datang ke psikolog akan dicap sebagai orang gila. Oh tidak...tidak...sebenarnya bukan itu. Orang-orang yang datang ke psikolog tidak semuanya gila. Teman-teman pun tidak akan menjadi gila karena datang ke psikolog.

Sederhananya, psikolog adalah orang yang mempelajari ilmu perilaku secara mendalam. Untuk mendukung kemampuannya menganalisa perilaku orang-orang, para psikolog menggunakan alat-alat tes psikologi. Sama seperti dokter, alat-alat tes ini membantu psikolog mendapatkan data-data valid yang diperlukan. Jadi, apa yang diucapkan para psikolog sebenarnya ada landasan keilmuannya, bukan semata-mata hasil penerawangan.

Kembali ke persoalan teman saya tadi. Ia dirujuk ke psikolog bukan karena ia 'sakit.' Menurut saya, ia hanya perlu bicara dengan orang yang lebih mengerti akan apa yang terjadi pada dirinya, pada situasi dan kondisi yang melingkupinya saat ini. "Prof. Kania sebagai psikolog pasti akan membantumu menemukan masalahmu. Jadi, ikuti saja sarannya. Percaya deh!" Saya katakan seperti itu kepadanya.

Saya katakan, ia tidak sendiri. Bukan ia satu-satunya orang yang mengalami hal ini (diperlakukan seperti apa yang saya ceritakan di atas). Saya katakan padanya, "Mungkin saja ini cara seniormu menggembleng kamu. Supaya kamu lebih kuat. Sebab, yang akan kamu hadapi nanti bukan hanya satu dua kasus. Yang akan kamu temui bukan hanya satu dua orang. Banyak. Banyak yang akan kamu temui. Kalau karena kerikil kecil saja kamu udah nyerah, kamu ga akan bisa surive. Bukan karena kamu tidak pintar, tapi karena hal-hal seperti ini. Sayang kan? Kamu pasti bisa melalui ini semua."

Ya. Secara umum, senioritas masih banyak berlaku di sistem pendidikan kita. Salah satunya di lingkup pendidikan dokter spesialis ini. Saya tidak tahu bagaimana sistem pendidikan di profesi teman-teman. Apakah sama? Atau berbeda? Yang jelas, dari keseluruhan pembahasan ini, saya ingin menyampaikan dua hal yaitu:
- berpikir positif
- kembangkan kemampuan interpersonal.

Kalau ada nilai lain yang bisa teman-teman tangkap dari ulasan saya ini, alhamdulillah.

Wallahu a'lam.