Perjalanan ke China kemarin memang benar-benar
membuat saya kangen Indonesia. Dari sudut pariwisata, terus terang saya lebih
merekomendasikan Indonesia dibanding China. Indonesia dengan banyaknya tempat yang bisa
dikunjungi dan orang-orangnya yang ramah, emang patut buat dijadikan objek
wisata.
Acara jalan-jalan ke Beijing dua pekan lalu
itu memang acara kantor. Kantor kami memang rutin mengadakan acara outing ke
luar negeri. Tahun ini tempat yang dikunjungi adalah Beijing – China. Kami
berangkat Selasa malam, tepatnya tanggal 3 April dengan menggunakan pesawat
Garuda Indonesia dan memakan waktu tujuh jam untuk sampai di Capital Airport –
Beijing.
Passport, Itenerary, Panduan Bahasa Mandarin Dasar
Ini dia agenda kami di hari pertama:
-Buffet Breakfast - Hutong Rickshaw Tour - Lunch in local restaurant - Hotel Check In (Traders Hotel – Beijing) - Beijing Acrobat Show - Peking Duck Dinner
Terus terang, karena udah pegel di pesawat
duduk selama tujuh jam, kami membayangkan sarapan yang menggugah selera. Tapi
apa boleh dikata, makanan yang tersaji pagi itu kebanyakan sayuran; kol, timun,
tomat, pokcoy, toge, telor rebus, telor asin, jagung rebus, sosis, dan ada satu
makanan yang saya tidak tahu itu apa, entah darah (marus) atau daging babi.
Di luar, angin sangat kencang. Suhu udara
hanya beberapa belas kalau saya tidak salah. Jadi, jaket tebal dan syal sangat
berguna pagi itu.
Pemandangan di luar restoran tempat kami sarapan
Dari situ kami menuju daerah kota tua. Di sana kami diajak
tur keliling daerah tersebut menggunakan becak atau di sana disebutnya
Rickshaw. Kota ini namanya Hutong, jadilah agenda pertama setelah makan tadi
diberi nama Hutong Rickshaw Tour.
Rickshaw
Satu rickshaw cukup untuk duduk dua orang dan
dalam beberapa menit kami diajak berkeliling Hutong. Gila! Tukang-tukang
rickshawnya edan atau kenapa ya? Mereka membawa kami berkeliling gang-gang
sempit dengan kecepatan tinggi! Wow! Sport jantung bener deh waktu itu. Hampir tabrak ini, hampir tabrak itu. Untung cuma hampir (dasar orang Indonesia, masih aja ada untungnya, dalam hal apapun).
Di
suatu tempat di depan danau (atau sungai?) si abang rickshaw berhenti dan
langsung bilang ke kami, “Photo, photo”. Dengan nada yang galak dia mengatakan
itu dan menyodorkan tangannya ke kami, rupanya dia meminta kamera kami. Untuk
sejenak kami ambil gambar di tempat ini, setelah itu kembali berkeliling
Hutong. Yihaa...!!! Ngebut lagi!
Becak...Becak...
Biasanya setelah tour, wisatawan diminta untuk
memberi tipp 10 yuan kepada si abang rickshaw ini. Tapi hari itu kami gratis
karena pihak travel yang membayarkannya untuk kami semua. Yippy!! Tour guide
kami, Uncle Shiaw, bercerita, mereka para tukang rickshaw itu digaji pemerintah
perbulan 400 – 500 yuan. Dengan gaji segitu, mereka butuh tambahan untuk
menghidupi keluarga mereka. Nah, uang-uang tipp itulah yang menjadi sumber
tambahan bagi mereka.
Hutong adalah kota kecil. Saya pikir alasan mengapa kami diajak mengelilingi kota ini adalah karena di daerah ini masih banyak bangunan-bangunan dengan arsitektur khas China seperti yang terlihat di foto.
Saya langsung kebayang Yogyakarta dengan
andongnya. Saya tidak tahu apa Sultan punya konsep seperti China ini, menggaji
para kusir per bulan untuk mengantarkan para wisatawan keliling Yogya. Dengan
cara seperti ini sebenarnya ada dua hal didapat; menciptakan lapangan pekerjaan
sekaligus promosi objek wisata.
Setelah itu makan siang. Ah tapi saya lupa
hari pertama itu kami makan siang di mana. Yang jelas, setelah makan siang kami
kembali ke hotel untuk check in dan diminta kembali berkumpul pukul 03.30 waktu
setempat. Selanjutnya kami menuju Jin Sha Theatre, tempat kami akan menyaksikan
Beijing Acrobat Show.
Sebelum nonton akrobat, pose dulu
Sebelum kami masuk ke Jin Sha Theatre, Uncle
Shiaw mengingatkan kami untuk segera mencari tempat duduk. Bebas di mana pun,
kecuali di deretan tengah karena itu tempat duduk VIP. Well, akhirnya kami
buru-buru ‘tek-in’ tempat. Baru saja duduk, kami lihat dua atau tiga orang
menjajakan popcorn. Mereka menjual popcorn manis dan asin, harganya 10 yuan.
Waktu itu saya pilih yang asin. Masih 40 menit lagi sebelum acara dimulai dan
akhirnya popcorn itu jadi teman kami menunggu dimulainya acara. Beberapa orang
beli popcorn manis, beberapa lainnya seperti saya, beli yang asin. Ternyata,
untuk dimakan dalam jumlah banyak, lebih enak yang manis. So, kalau teman-teman
suatu saat berkunjung ke Jin Sha Theathre, saya lebih rekomen popcorn yang
manis untuk teman nonton akrobat.
Jin Sha Theatre(foto milik Safiudin Alwi)
Beberapa di antara akrobat-akrobat yang
ditampilkan sebenarnya mungkin sudah pernah kita lihat di televisi. Tapi ya
sensenya pasti beda antara menonton di televisi dan menonton langsung. Dari
sekian pertunjukkan yang disajikan, saya paling suka sama atraksi ubah wajah.
Entah apa namanya. Jadi, hanya dalam sekejap, si penari bisa berganti-ganti wajah (topeng) dengan cepat seperti yang diceritakan di link ini http://www.tribunnews.com/2012/02/04/satu-hentakan-topeng-langsung-berubah-warna.
Hari pertama kami ditutup dengan Peking Duck Dinner. Tunggu cerita lain dari saya ya!
3 comments:
WAH KE CHINA...
:)
BECAKNYA ASYIK BANGET TUUH...
PENGENDARANYA JG BERSERAGAM.....
:)
pengemudi rickshawnya cantik :)
Dihas: iya, pemerintah china mengaturnya sedemikian rupa. terorganisasi dengan baik.
Lidya: Mbak mau jadi penumpangnya? ;)
Post a Comment