Thursday, March 17, 2011

Bandung Kembali

Masih tentang perjalanan kemarin, dua hari di kota Bandung.

Travel yang membawa saya melintasi batas kota lambat sekali berjalan. Entah mengapa, saya tidak tahu. Jadi, waktu tiba yang saya prediksikan pukul 11.00 sudah berada di kantor, mundur. Bahkan pukul 11.30 saya baru melewati gerbang tol Pasteur. Ada hotel di sebelah kanan gerbang tol Pasteur yang menarik perhatian saya, sebab, di situ saya pernah menginap beberapa malam dalam rangka dinas. Seperti biasa, bukan dinasnya yang istimewa, tapi hal-hal di luar itu yang selalu membuat saya suka kembali ke kota ini, entah itu jalan-jalan sendiri, atau bertemu teman lama.

Sebelum ke kantor, kami (saya dan dua atasan saya) makan siang terlebih dahulu di sebuah rumah makan, Bandoengsche Melk Centrale atau BMC. Rumah makan ini sangat terkenal di Bandung. Kami duduk di sebelah kolam dengan air mancur. Persis seperti beberapa tahun lalu ketika saya pernah ke sini bersama beberapa teman. Siang itu saya lapar sekali, kali ini saya pilih nasi liwet komplit (ayam goreng, tempe bacem, lalap, sambal). Alhamdulillah, mengenyangkan dan menyenangkan.
Oya, kami sempat berfoto dulu di tempat makan ini. Latar belakang yang kami pilih adalah spanduk yang isinya foto-foto artis yang pernah datang ke sini. Konon, tempat ini juga pernah masuk acara Pak Bondan Winarno. Tahu kan siapa dia? Ini dia foto kami bertiga.

Kami bukan kalong, cuma makan Nasi Kalong

Di dekat rumah makan ini ada sebuah masjid. Kembali, tempat ini menarik memori saya beberapa tahun silam menyeruak keluar. Beberapa kali saya melaksanakan sholat di dalamnya. Beberapa potongan gambar masa silam melintas di benak saya. Masa-masa muda ;)

Tiba di kantor lima belas menit menjelang pukul 13.00, sebentar lagi seharusnya rekrutmen dimulai, tapi karena ada yang harus kami diskusikan terlebih dahulu, rekrutmen baru dimulai pukul 13.15. Secara umum, hari pertama proses seleksi ini berjalan lancar.

Malamnya, saya bersama dua orang teman makan di daerah Riau. Kami makan nasi kalong. Saya tanya, mengapa disebut nasi kalong. Kata teman saya, karena tempat makan ini bukanya hanya malam hari, sampai dengan kira-kira pukul dua dini hari. Dua di antara kami memang baru kali ini makan di sini dan syukurnya, pilihan kami untuk makan di tempat ini malam itu tepat! Makanan yang enak dan sedap, dipadu dengan musik jazz ringan populer, ah, mantabs! Menunya menu tradisional Indonesia, menu sehari-hari masakan rumah. Yang unik dari tempat makan ini menurut kami adalah tumis buncisnya. Bukan sekadar tumis buncis, tapi kalau kita dekatkan hidung kita ke potongan-potongan buncis tersebut, akan tercium aroma bakar nan sedap. Saya suka sekali. Lain kali saya akan kembali ke sini.

Selesai makan, saya berjalan-jalan sendirian ke Bandung Indah Plaza, mal yang dekat dari tempat saya makan malam tadi. Wow, benar-benar berubah! Dulu saya tidak suka mal ini karena lusuh dan kumal, beda sekali dengan mal-mal di Jakarta (kala saya kuliah dulu). Sekarang, bukan saja mal ini menjadi terang dan lebih rapi, tapi juga saya merasa terasing berada di dalamnya. Oya, satu-satunya yang saya suka dari mal ini dulu adalah salah satu jajanannya di foodcourt di lantai atas, Cakue Semar. Saya suka sekali Cakue Semar ini, entah sekarang masih ada atau tidak.

Karena di luar hujan sudah mulai turun, saya tidak berlama-lama mutar muter di mal ini, dan niat untuk menonton pun saya urungkan. Saya kembali ke hotel dan sudah ada di kamar sebelum pukul setengah sepuluh. Masih sore, pikir saya, akhirnya saya nyalakan televisi dan menonton sampai saya terlelap. Oya, sebelumnya seorang teman yang sedang berada di Bali menelpon saya, menambah kesenangan saya hari itu.

Hari ke-2, proses seleksi dilanjutkan dengan sesi Focus Group Discussion. Ada seorang kandidat yang menarik perhatian saya. Wajahnya, senyumnya, cara bicaranya, mengingatkan saya akan seorang teman. Sepanjang sore itu saya mengingat-ingat siapa nama teman saya dulu, dan, aha! saya ingat namanya. Ah, kemana dia sekarang? Mukanya, cara bicaranya, gaya berpakaian dan rambutnya, gesturenya, representasi kota ini sekali, pikir saya. Bandung banget! Anak ini terus mengingatkan saya akan beberapa hal; teman lama saya, tol Cileunyi - Moh.Toha, dan daerah Leuwi Panjang dan sekitarnya. Ya ampun, sudah lama sekali sejak terakhir kali saya menyusuri jalan dan daerah itu.

Berikutnya, waktu pulang sudah tiba. Semua proses yang direncanakan berjalan lancar, alhamdulillah. Kami segera kembali ke Jakarta. Sebelum pulang, kami mampir ke sebuah tempat untuk membeli sedikit oleh-oleh, brownies kukus Amanda. Satu untuk di rumah, satu untuk orang tua saya, satu untuk mertua, dan satu lagi untuk teman-teman kantor. Total empat brokus (brownies kukus) saya beli. Setelah itu, kami segera meluncur ke tampat travel yang akan membawa kami. Dua di antara kami naik travel dari Cihampelas dan saya memilih naik dari Dipati Ukur, dekat kampus saya dulu.

Kembali, perjalanan dari Cihampelas menuju Dipati Ukur pun membongkar kenangan saya. Dulu saya sering melewati jalan-jalan ini bersama teman-teman saya, entah untuk keperluan kuliah, atau untuk keperluan bukan kuliah, alias main-main. Ya, masa-masa itu masa-masa yang seru, pulang larut atau bahkan dini hari sehabis menonton konser musik, atau sekadar nongkrong-nongkrong santai. Menyenangkan.

Akhirnya tiba juga pak driver mengantarkan saya ke Dipati Ukur, tempat saya akan melanjutkan perjalanan menuju Jakarta dengan travel. Selanjutnya, ah...tidak.....menurut petugas travel, keberangkatan selanjutnya adalah pukul 18.00, itu artinya masih satu jam lima puluh menit lagi! Fiuh, bagaimana ya? Hmm...akhirnya saya putuskan untuk tetap menggunakan travel ini, karena poolnya dekat sekali dengan rumah saya di Pamulang. selanjutnya, sisa waktu yang satu jam empat puluh menit itu, saya rencanakan untuk saya habiskan di factory outlet (FO) di daerah Dago.

Sudah terbayang apa yang akan saya beli. Kemeja untuk suami, baju untuk saya dan juga untuk anak-anak. Yippy!!! tidak sabar saya masuk ke FO ini. Baru saja saya berdiri di pelataran parkir sebuah FO ketika saya rasakan ponsel saya bergetar, sebuah nomor tidak dikenal. Saya angkat, dan berikutnya suara yang saya dengar benar-benar memupus bayangan saya akan baju baru yang akan saya beli. Yang baru saja menghubungi saya tadi adalah petugas travel, dia mengatakan keberangkatan pukul 17.00 ada! O-ow, batal deh acara belanja kali ini. Tiga puluh menit menuju pukul 17.00 dan saya putuskan untuk kembali ke Dipatu Ukur, ke tempat travel tersebut.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya berangkatlah saya kembali ke jakarta, tepat pukul 17.00. Tiba di rumah pukul 19.45, Raisha dan Raihana sudah tidur, Ramon belum sampai di rumah.

Tuesday, March 1, 2011

Scene 12 - Scene 17


Scene 12:
Pukul enam tiga puluh pagi. Celana panjang hitam, kaos manset abu-abu, vest hitam. Dengan terburu-buru saya ambil jilbab saya, hari ini saya pilih motif tribal hitam di atas warna dasar abu-abu. "Sudah setengah tujuh, saya harus cepat-cepat. Hari Senin biasanya macet, apalagi hujan, bisa-bisa Ramon telat," gumam saya dalam hati. Jadi, saya pikir pagi ini berangkat tanpa make up. Ah tidak, tapi ga enak diliat, pikir saya sambil bercermin, akhirnya saya buka tas kosmetik saya, setidaknya pakai bedak saja. Baru saja saya pegang kotak bedak dan hendak membukanya, tiba-tiba sambil berlari, Raisha masuk dan memanggil saya. "Ibu, Ibu, kakak mau pipis," katanya. Saya letakkan kembali kotak bedak itu ke dalam tas kosmetik saya, lalu saya antar si kakak ke kamar mandi, pipis.

Scene 13:
"Pake celana sama Mbak Ci ya, Kak?" Seru saya kepada si Kakak. Si kakak tidak menjawab, dia langsung berlari ke arah adiknya yang sedang duduk di depan televisi sambil memakan biskuit. "Ci, tolong bantu kakak pake celana dulu, Ci," ucap saya kepada pengasuh kakak. Sebelum kembali ke kamar dan bersiap-siap lagi, saya sempatkan untuk menyapa Raihana, si adik, dan seperti biasa, dia senyum-senyum malu. Saya sapa dia, saya ciumi, saya gendong-gendong sesaat, barulah saya kembali ke kamar. Sementara itu si kakak sudah diurus pengasuhnya. Sudah siang, Ramon sudah benar2 rapi, tinggal brangkat, jadi, saya putuskan untuk langsung pakai jilbab saja. Saya tutup tas kosmetik saya yang tadi terbuka, tidak jadi pakai bedak, langsung pakai jilbab, setelan jas hujan, kaos kaki, sepatu, pamit sama anak-anak, masker, helm, berangkat. Seperti biasa, kakak mengucapkan ungkapan sayangnya ke saya, "a cu cu... (I Love U)....

Scene 14:
Pukul delapan lebih sepuluh kami sampai di kantor saya. Dengan setelan jas hujan, langsung saya masuk ke gedung kantor saya, tempat pertama adalah toilet. Lepas setelan jas hujan, cuci kaki, cuci tangan, buka jilbab, dan cuci muka. Sampai sini saya masih sendiri di toilet ini. Lalu masuklah satu orang memakai rok hitam, kemeja garis-garis biru putih, sandal jepit merah muda, menenteng payung di tangan kanannya, dan tas di bahu kirinya. Letakkan payung, cuci kaki, lalu berdirilah ia di samping saya yang sedang bercermin sambil mengeringkan wajah dan tangan saya dengan tisu. Masuk lagi dua orang, ups, tambah tiga orang lagi, total ada tujuh orang di toilet ini. Gerakannya hampir sama. Melepas sandal, mencuci kaki, mengeringkannya, lalu bercermin. Jadilah tujuh orang perempuan bekerja bercermin. Empat orang di cermin satu, tiga orang di cermin satunya lagi. Kami semua mengambil tas kosmetik kami masing-masing.

Scene 15:
Saya buka tas kosmetik saya dan eng ing eng...."Lho, mengapa ada remah-remah makanan di sini? Kotor sekali," ucap saya dalam hati, keheranan. Saya lihat-lihat lagi di dalamnya dan tahu apa yang saya temukan di tas kosmetik saya? Sisa biskuit si adik! Separonya ada di dalam tas ini, masih jelas terlihat, dan lainnya sudah hancur menjadi remah-remah tadi rupanya. Oh tidak....anak-anak....ada saja cara mereka membuat saya tersenyum, termasuk melalui potongan biskuit di dalam tas kosmetik.

Scene 16:
Akhirnya mulailah saya polas poles. Setelah pelembab, lalu bedak, dan eng ing eng.... "Lho, ini bedak yang baru saya beli minggu lalu dan kemarin masih padat penuh. Yang saya lihat pagi ini, kotak bedak yang isinya bukan bedak padat lagi tapi sudah menjadi serpihan-serpihan kecil, ada bekas cungkilan-cungkilan di bagian yang masih tersisa sedikit. Oh tidak...lagi-lagi, anak-anak, mereka selalu membuat saya tersenyum.

Scene 17:
Setelah bedak, eyeshadow. Pink atau cokelat tua? Saya pilih cokelat tua. Oles-oles tipis, lalu selanjutnya eye curlier, dan bagian alis. Hanya untuk penegasan saja, saya torehkan garis-garis tipis pensil alis. Oo..sesak sekali area berdandan ini. Posisi saya kedua dari kanan. Satu orang auditor keuangan di sebelah kanan saya dan di sebelah kiri saya ada dua orang lagi; satunya staf sebuah travel agent, lainnya staf sebuah bank swasta di gedung ini. Untuk bagian alis ini, saya harus hati-hati, untuk itu saya butuh space lebih lebar untuk tangan saya. Tapi tidak kali ini, saya terjepit di antara dua wanita yang melakukan hal yang sama dengan saya. Ya sudah, dengan hati-hati saya mulai 'menegaskan' alis saya. Yang kanan terlebih dahulu. Oke, rapi. Sekarang yang kiri. Tiba-tiba saya dengar, "Eeh, sori, Mbak," si auditor menyenggol saya bersamaan dengan saya menarik garis alis. Hasilnya? Saya perhatikan tidak sama, kanan lebih ada lengkungan, kiri agak datar. Huft....