Sunday, December 25, 2011

"Kakak Berani, Bu!"

Kita ga akan pernah tau seberapa besar potensi anak kita, kalau kita tidak menggalinya dengan memberi berbagai stimulus.

Kali ini saya mau share foto-foto Raisha ketika dia mengikuti kegiatan fieldtrip dari sekolahnya sabtu pekan lalu. Tujuan fieldtrip kali ini adalah Tirta Sania, di daerah Ciseeng, Bogor. Temanya adalah outbound. Oya, lupa bilang, sudah satu semester ini Raisha tergabung di PAUD dekat rumah kami.

Raisha (memegang tisu) sedang sarapan bersama teman-temannya.


Raisha (tepat di belakang gurunya) ikut-ikutan tarik tambang ;p


Main pipa bocor, "Ayo, Kak, tutup yang bolong-bolongnya!" (mana si Kakak Raisha?).


Sesi 1 selesai, istirahat dulu makan bakso dan minum air kelapa.


"Kakak berani, Bu!"


Sebenernya si Kakak berani, yang ngeri ibunya dan pemandunya.


Antusias naik kerbau, Raisha dapat tempat di belakang, kejempet.


Tepat di sebelah sang pemandu, Raisha siap menanam padi.


Raisha (kiri) ga mau berhenti menumbuk padi.


Di antara sekian banyak kegiatan, Raisha cuma ga ikutan ini, memerah susu sapi, takut katanya.


Raisha (paling belakang) nyeberang menuju tempat flyingfox. Sayang, ga ada foto ketika dia coba flying fox ;(


Raisha (belakang) di kolam ikan, ragu-ragu membungkukkan badannya.


Selasa lalu, Raisha terima rapor untuk pertama kalinya, dan dia dapat peringkat pertama untuk kelas PAUDnya ;) Alhamdulillah.

"Proud of you, Kak..."

Kata gurunya, Raisha bagus di motorik halus dan daya kreasi. Yang perlu ditingkatkan adalah hapalan-hapalannya ;)

Saturday, December 24, 2011

dari Biru ke Hijau

Catatan ini saya persembahkan untuk Mbak Susi, mentor saya yang baik hati.
***

Muda, dinamis, penuh energi. Beberapa di antara mereka memakai earphone, beberapa lainnya mengunyah camilan, beberapa sisanya mengerutkan kening, semuanya dengan laptop masing-masing.

Pagi ini, ketika baru saja saya datang, saya langsung disuguhi ini itu, tugas yang harus saya selesaikan. Seseorang merinci beberapa ini itu yang harus saya ingat. Dengan cepat dan tegas ia berbicara tanpa memberikan saya kesempatan untuk mencatat dan bahkan bernapas panjang. Ritmenya seperti musik dugem yang berdetak cepat membuat jantung berdegup lebih kencang. Wow!!!! What a perfect morning!

Berikutnya, saya diajak berkeliling dikenalkan dengan orang ini itu, semuanya. Hingga sampailah saya di suatu ruangan yang terdiri dari beberapa orang, "and that.....that is your corner. You may sit there and do whatever you have to do. He will help you for the laptop and your email account" dia menunjuk seorang IT Support.

Lalu, di situlah saya pada akhirnya, dengan laptop dan berkas-berkas yang saya terima sebelumnya. Saya buka outlook, beberapa email sudah masuk. Ucapan selamat datang, undangan LinkedIn, dan email-email pekerjaan yang harus saya pelajari. Wow!!!! Seru banget!!!

Sebagian besar kami adalah orang-orang psikologi dan beberapa ilmu sosial lain, orang-orang statistik atau matematik, dan selebihnya adalah IT Support dan admin. Sebagian besar orang-orang di sini adalah researcher; kualitatif dan atau kuantitatif.

Well, mereka bekerja dengan orang dan data. Mereka bisa berjam-jam menganalisa data-data itu untuk selanjutnya memberikan INSIGHT kepada klien kami. Seperti itu alurnya. Teringat ucapan seseorang di sini sebulan yang lalu, "All you have to do is to make people here feel happy, comfort, and enjoy their work. Whatever your approach to them, I don't care. Got it?!" Wow!!! Adrenalin saya meningkat :) Terlebih mengingat satu target kondisi yang harus saya capai setahun ke depan.

Tak ada yang sempurna. Hanya berikan yang terbaik yang saya bisa.

*kesan hari pertama kerja di tempat baru

Sunday, December 18, 2011

Insight, Hope, Intuition

Ketika akhirnya saya memutuskan pergi, itu tidak berarti saya ingin meninggalkan seluruh bagian yang saya miliki sekarang. Saya hanya butuh bergerak, hijrah ke tempat yang baru. Sebab ada hal yang mungkin tidak bisa saya ubah, maka saya mengambil jalan lain ini. Insight, hope, intuition.

Semuanya bermula dari sebab, hingga akhirnya timbul akibat, dan di antaranya ada suatu proses yang menyertainya. Usaha dan doa. Insight, hope, intuition.

Bagi saya, ini adalah saat matahari sepenggalah naik, ketika biasanya kita mendirikan sholat Dhuha. Masih ada beberapa jam lagi sebelum senja, sebelum saya telat memulai perjalanan baru. Kembali saya termenung, insight, hope, intuition.

Manusia hidup itu bergerak. Pun ketika ia lumpuh, tetap ada bagian yang menunjukkan kehidupannya. Tidak terkecuali saya, bergerak menuju bagian hari yang lain dan babak baru dalam perjalanan saya. Saya hanya ingin hijrah, mudah-mudahan ada lebih banyak kebaikan di sana. Insight, hope, intuition.

Maju melampaui kenangan-kenangan, bukan berarti melupakan semuanya. Hanya menyimpannya rapi di loci-loci khusus sesuai bagiannya. Suatu saat akan saya panggil mereka kembali, menemani saya di hari yang lain. Insight, hope, intuition.

Melesat menembus harapan-harapan, banyak doa saya panjatkan. Semoga jalan saya dimudahkan. Semoga ada banyak kebaikan untuk banyak orang di sekeliling saya. Insight, hope, intuition.

Wednesday, October 26, 2011

Cerita dalam Sepiring Nasi Goreng

Saya mengenalnya sangat lama. Ketika dia belum mengenal saya, ketika saya masih menjadi penggemar rahasianya. Saya mengagumi sosoknya yang sederhana dan bersahabat, saya benar-benar mengaguminya.

Tidak dipungkiri, ketertarikan saya pertama adalah pada matanya. Bukan hanya wajahnya secara keseluruhan yang rupawan, tapi di sorot matanya saya menemukan sesuatu. Sesuatu yang tidak pernah saya temukan di wanita lain. Sesuatu yang kelak menuntun saya untuk selalu menjaga sorot mata itu.

Pandangannya teduh, meneduhkan jiwa saya yang ketika itu bergejolak. Ucapannya lembut, membuat salju di hati saya seketika meleleh. Lakunya seperti warna-warni pelangi yang sanggup mencerahkan hari saya yang baru saja diguyur hujan.

Ketika akhirnya kami ditakdirkan bersama, betapa bahagianya saya. Kini mata dan pandangannya yang meneduhkan itu begitu dekat dengan saya. Nikmat Allah yang mana lagi yang saya dustakan?

Saya menyayanginya sangat. Saya akan menjaganya senantiasa, itu janji saya. Saya pun kemudian menikahinya, karena Allah. Saya mencintainya karena Allah.

Setahun, dua tahun, dan tiga tahun. Cinta kami tumbuh bersama dalam suatu mahligai rumah tangga. Nikmat Allah yang mana lagi yang kami dustakan? Saya sangat bersyukur memilikinya. Saya masih mencintainya, karena Allah.

Lima belas, sembilan belas, dua puluh enam tahun. Cinta kami berkembang dan semakin matang. Nikmat Allah yang mana lagi yang kami dustakan? Sejauh ini saya sangat mencintainya, karena Allah.

Tiga puluh, tiga puluh tiga, tiga puluh tujuh. Cinta kami masih ada. Meski suatu penyakit menghilangkan fungsi matanya, namun bagi saya mata itu tetap yang paling menarik. Nikmat Allah yang mana lagi yang saya dustakan? Saya akan selalu mencintainya, karena Allah.

Nasi goreng buatannya adalah yang terenak bagi saya. Sekarang, giliran saya menghidangkan nasi goreng untuknya. Akan saya suapi sendok demi sendok ke mulutnya, sambil saya pandangi matanya. Bagaimanapun, saya masih menemukan sorot mata sekian puluh tahun yang lalu di mata itu. Tak pernah berubah. Saya pun bersyukur dapat menjaganya.

Friday, October 14, 2011

Arisan Perdana

Meski ini cerita tentang ibu-ibu, semua boleh baca koq ;)

Gini ceritanya. Jadi, minggu kemarin akhirnya saya ikut arisan ibu-ibu juga. Setelah hampir 3 tahun 10 bulan tinggal di komplek ini. Whew...!!! Ada aja alasan saya untuk ga ikut dari pertama tinggal di sini. Tahun pertama, arisan sudah berjalan dan lagi tanggung di tengah-tengah, akhirnya ga ikut. Setelah itu pas arisannya udah kelar dan mau mulai lagi, saya balik sementara waktu ke rumah ibu saya untuk lahiran anak pertama. Tujuh bulan di rumah ibu dan akhirnya pas balik mau ikut arisan juga udah tanggung juga. Jadi, dua periode saya ga ikut. Tahun kedua eh...saya dikasih karunia lagi hamil dan melahirkan lagi, balik lagi ke rumah ibu sampe beberapa bulan. Akhirnya, di tahun ketiga saya baru bener-bener bisa menikmati menjadi warga komplek ini. Agustusan, Raisha saya ikutin lomba. Buka puasa bersama, saya ikut. Halal bi halal, ikut juga. Puncaknya ya hari minggu itu saya ikut arisan.

Sebelumnya maju mundur juga mau ikut. Di kepala saya yang namanya arisan ibu-ibu komplek itu rempong, heboh, gossip, dan ajang pamer. Well, ternyata ga seratus persen anggapan saya itu bener. Setidaknya kesan pertama tentang arisan di komplek saya kemarin bagus koq. Emang sih tetep rempong dan heboh, tapi obrolannya bermanfaat juga. Di arisan kemarin kami membahas progress program orangtua asuh dan rencana jalan-jalan ibu-ibu. Program orang tua asuhnya bagus, ngebantu yayasan-yayasan panti asuhan yang ada di sekitar daerah tempat tinggal kami atau yayasan-yayasan yang direkomendasikan ibu-ibu di sini. Nah, tentang jalan-jalan, kali ini rencananya kami mau ke Bogor, no husband, no children ;p

Bulan depan datang lagi ga ya? Mengingat ada dua anak yang jaraknya berdekatan dan lagi aktif-aktifnya, hmm.... paling seperti kemarin lagi, si kakak diajak jalan sama ayahnya, si adik sama ibu :)

Wednesday, October 5, 2011

Ketoprak Hidup dan Teh di Pagi Hari

Well, setiap hari ketika kita membuka mata setelah suatu episode tidur lelap dan setelah membaca doa bangun tidur, kita akan bertanya, "Apa yang akan terjadi hari ini?" Saya pun bertanya, "Apa sarapan saya akan sehambar ketoprak yang saya makan kemarin pagi?


Setelah itu, kita akan berdoa, "Ya Allah, lancarkanlah urusan-urusan kami." Saya pun berdoa, "Ya Allah, segala puji bagi Engkau Tuhan Semesta Alam. Syukur alhamdulillah atas segala karunia yang telah Engkau berikan kepada kami; hamba dan keluarga hamba. Ampunilah kami, Ya Allah. Ampuni dosa-dosa kami. Limpahkan kami dengan damainya maghfirohmu. Teguhkan hati kami untuk senantiasa berada di dalam kebaikan. Jernihkan pikiran kami. Bersihkan hati kami dari segala penyakit hati. Lancarkan lisan kami, tangan kami, kaki kami, arahkan anggota-anggota tubuh kami dan jiwa kami menuju kebaikan. Sehatkan kami. Kuatkan iman kami. Ridhoi kami atas apa yang kami lakukan. Lindungi kami senantiasa, Ya Allah. Mudahkan urusan-urusan kami, ridhoi kami. Ya Allah, Ya Rabb. Kabulkan doa kami."


Kita pun segera memulai aktivitas kita, apapun itu. Di dalam hati kita, bergejolak banyak rasa, sebab kita manusia. Di dalam pikiran kita, terlintas berjuta hal, sebab kita manusia. Tanpa disengaja kita mengingat hari kemarin, apa yang terjadi di siang hari. Kita bertanya, mengapa itu semua bisa terjadi? Kita menyangkal, kita berargumen, kita berharap. Sebaliknya, bisa jadi kita justru menyetujui satu dua hal, mendengarkan argumen, dan melepaskan harapan. Semuanya terjadi dalam satu waktu, yaitu ketika kita menyeruput teh atau kopi yang tersaji.


Di sore hari, kita berpikir, akan kita tutup seperti apa hari ini? Akan bagaimana kita jelang sang malam? Setelah menemukan jawabannya, saya pun bertekad, "Akan saya tutup hari ini dengan cara seperti ini, dengan melakukan hal ini dan itu. Akan saya jelang malam dengan doa saya yang lain. Sebab doa membuat saya tenang."


Di malam harinya, ada kerikil-kerikil mengganjal dan menghalangi jalan pulang kita. Di antara kerikil-kerikil itu, ada yang bisa kita singkirkan, ada yang tidak. Kita pun berefleksi, menanyakan mengapa hal ini dan itu terjadi kepada kita. Mengapa kita berbuat seperti ini, mengapa dia dan mereka berbuat seperti itu. Kita bertanya, mungkin kita menemukan jawabannya, mungkin pula tidak.


Sebagian dari kita menyalahkan diri sendiri, sebagian menyalahkan orang lain, sebagian lagi menyalahkan keadaan. Dari semua itu, bagi saya satu hal, adalah menarik mengetahui alasan atau sebab di balik apa yang terjadi. Namun kadang ada jebakan-jebakan yang membuat diri saya dan bisa juga kita semua, terjebak dalam satu benteng pertahanan diri, apapun bentuknya. Kadang kita berharap orang bisa memahami kita, padahal di sebelah sana mungkin terjadi hal yang sebaliknya, mereka yang ingin kita pahami.


Rumit? Tidak juga.



Saturday, October 1, 2011

Ketika Tanda-Tanda Berbicara

Hey, u! Ketika kamu mengatakan waktuku ga banyak, sebentar lagi ku akan pergi. Kamu tau apa yang ada di pikiranku? Ada hal lain yang mau kamu sampaikan ke aku. Bukan perkara waktu yang utama, tapi perasaanmu kepadaku. Itu intinya.

Ah, aku jadi ingat ponsel mahal yang ada di genggaman tanganku sekarang, jam tangan cantik, tas disain minimalis, gaun pesta yang glamor, dan terakhir mobil sporty kesukaanku. Itu semua bukan perkara bendanya, tapi apa yang ingin kamu sampaikan melaluinya.

Aku sayang kamu, kamu tau itu. Ketika kita tau bahwa kita saling sayang, kita mencoba mengungkapkannya dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian melalui kata-kata, sebagian melalui benda-benda, sebagian lagi melalui tanda-tanda. Semua itu mengarahkan kita pada satu kata, sayang.

Tapi, hey, ingatkah kamu beberapa waktu lalu? Kamu marah besar kepadaku. Matamu membelalak, nada suaramu meninggi, kulitmu terlihat memerah, tanganmu mengepal. Kulihat sisi lain dirimu kala itu. Semua itu menandakan satu hal, sifat manusiawi dirimu. Kemarahan yang jarang sekali kulihat itu menandakan dirimu masih normal :)

Kamu menulis ini itu. Bagi orang lain itu bukan sesuatu, tapi aku tau itu lebih dari sesuatu. Ada hal besar ingin kau sampaikan melaluinya. Statusmu, notesmu, puisimu, icon-icon yang kau gunakan, pilihan kata-katamu, susunan kalimatmu, pemisahan paragraf yang kau buat, komentar-komentarmu. Semua itu simbol bagiku.

Sejak hidup kita terdiri dari unsur-unsur kimia, sejak apa yang terjadi di sekeliling kita ada penyebabnya, sejak itu pula kita berbicara melalui bahasa simbol. Segala yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasa merupakan tanda. Bahwa ada sesuatu yang lebih dalam daripada kata-kata. Bahwa ada sesuatu yang sangat berharga di sana. Bahwa semuanya merepresentasikan suatu makna.

Akhirnya, simpul-simpul tali yang kau buat pun menjadi tanda bagi kita...... Bahwa kita pernah ada di titik ini, titik ini, dan titik ini. Aku akan buat simpul yang lain, simpul yang mengarahkan kita pada tujuan berikutnya, sebelum akhirnya sampai di tujuan final.

Sebab kita hidup di dunia simbolik .... ^_^

Tuesday, September 20, 2011

Tentang Menang dan Kalah

Tentang nilai-nilai yang kita tanamkan kepada anak-anak kita. Kadang terasa berat baik buat kita maupun buat mereka, tapi mereka harus mengalaminya, harus mengetahuinya.

Di perayaan Agustusan lalu di lingkungan rukun tetanggarumah kami, Raisha ikutan lomba mindahin air pake sponge dari garis start ke garis finish. Dia dan beberapa anak yang menjadi lawannya dalam lomba itu diberi waktu tertentu untuk bolak balik mencelupkan sponge ke dalam baskom berisi air di garis start, membawanya lari ke garis finish, lalu memeras sponge tersebut ke dalam baskom yang sudah disediakan di situ.

Di garis start saya berdiri untuk menyemangatinya. Di ujung sana, di garis finish, pengasuhnya berdiri menunggunya datang, juga untuk menyemangatinya. Saya tahu, dia belum mengerti apa maksud lomba itu. Yang dia tahu dia hanya diminta untuk menuruti kata-kata saya. Sebelum mulai saya beri instruksi kepadanya, "Kakak, nanti busanya Kakak masukin ke sini, trus Kakak lari ke Mbak Ci, trus peres begini ya...trus kalo udah, Kakak balik lagi ke Ibu. Ok?"

Pluit tanda dimulainya lomba pun dibunyikan, mulailai Raisha beraksi. Dia lakukan apa yang saya perintahkan tadi. Dia mengerti, alhamdulillah. Yang lucu pas dia lari. Ebal ebol ebal ebol pantatnya megal megol bergoyang karena langkah-langkah kecilnya yang lucu. Bolak-balik, kelelahan, dan.....priiit...terdengar bunyi tanda lomba usai. Setelah dilihat hasilnya....eng ing eng.....ternyata Raisha juara dua!!!! Senangnya. Ini pengalaman menang pertama Raisha.

Raisha (kanan) dan hadiahnya

Lain lagi cerita tentang Agustusan di sekolahnya (Raisha ikut PAUD di TK dekat rumah kami). Lomba yang Raisha ikuti yaitu lomba menempelkan alat indra ke gambar yang disediakan. Di garis start ada gambar-gambar alat indra, lalu digaris finish ada gambar wajah. Raisha harus menempelkan alat-alat indra itu dengan cepat dan tepat. Karena saat itu adalah hari kerja, saya tidak bisa menemaninya, saya hanya titip pesan ke pengasuhnya. "Ci, nanti kamu kasih semangat ke Kakak ya, tapi jangan kamu bantuin nempel-nempel biar dia aja sendiri."

Singkat cerita, Raisha kalah. "Kakak kalah, Bu, temen-temennya pada dibantuin Mbaknya, dibantuin ibunya," kata pengasuh Raisha. Saya cuma bilang, "Ga pa pa ^_^ yang penting dia kerja sendiri." Inilah pengalaman kalah pertama Raisha.

Senang rasanya mengetahui anak kita bisa berkompetisi dan memenangi suatu perlombaan. Berat rasanya menerima kekalahan. Dalam suatu perlombaan, menang atau kalah adalah hal yang biasa. Sama seperti pengalaman Raisha atas dua lomba yang diikutinya, menang kalah adalah biasa.

Saya apresiasi kemenangannya, saya pupuk percaya dirinya, saya puji dia atas keberhasilannya. Dari kekalahannya, saya pun memujinya karena sudah berani bekerja sendiri, menyelesaikan tugasnya sendiri. Dan...tanpa mengurangi rasa hormat saya pada orang tua yang membantu anaknya di perlombaan tersebut, saya hanya ingin menanamkan nilai-nilai sportivitas pada Raisha. Itu saja. Kelak ia akan tahu maknanya.


Friday, August 26, 2011

Tentang Suami dan Isteri

Well, karena ada satu urusan, semalem saya pulang sendiri, ga dijemput ramon. Ketemulah saya dengan seorang teman lama. Saling tanya kabar, akhirnya obrolan didominasi oleh topik dewasa; kewajiban suami istri. Eits, kewajiban yang mana nih? Banyak hal, intinya dia ngoceh tentang peran dan tanggung jawab suami dan istri. Mungkin karena dia lebih tua, lebih dulu menikah, lebih banyak pengalaman, jadinya dia seperti ngasih wejangan ke saya.

Satu hal yang terngiang2 sampe pagi ini adalah ucapannya tentang senyumnya seorang isteri kepada suami adalah ibadah. Gitu katanya. Enak kan, senyum aja bernilai ibadah. Katanya lagi gitu. Trus saya nginget2, saya banyakan senyumnya atau cemberutnya ya? Hahahahaa.......

Trus dia juga ngomong tentang betapa beratnya tanggung jawab seorang suami. Kalau suami salah, dia yang berdosa. Kalau istri salah, bukan cuma isteri, tapi suami jg berdosa. Intinya, seperti itulah gambaran tanggung jawab seorang suami kepada isteri.

Tentang istri yang suka nuntut lebih. Nah lho, saya jadi mikir lagi, jadi merefleksikan ke diri sendiri. Tentang istri yang matere hehehehe..... katanya, tuntutan itu juga harus realistis. Jangan sampai suatu tuntutan itu memberatkan pihak lain; isteri memberatkan suami atau sebaliknya. Heee.....saya langsung kepikiran suatu suku yang ceweknya dikenal dengan predikat cewek matere deh hehehe....Ups, saya ga nyebut nama suku lho ya di sini. Kalo ada yang ngerasa, no offense yach. Anyway, saya setuju dengan hal itu. Percuma juga bikin tuntutan yang ga realistis. Alih2 memacu kebaikan nanti malah memicu pertengkaran. Ya nggak?

Nah, trus, tentang kondisi menerima pasangan kita apa adanya. Yang dimaksud apa adanya di sini menurut teman saya adalah bukan saklek mandeg menjadi diri kita apa adanya yang banyak kekurangan, tapi terus memperbaiki diri dari waktu ke waktunya. Setuju banget deh sama yang satu ini.

Terus....terus...terus....saya jadi inget ucapan seorang psikolog terkenal, Sarlito Wirawan. Katanya, dalam mempertahankan rumah tangga itu bukan hanya cinta yang dikembangkan, tapi juga rasa tanggung jawab. Kata Sarlito, cinta dalam suatu rumah tangga paling lama bertahan selama tiga tahun, selebihnya, yang harusnya berkembang adalah rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap pasangan dan keluarga. Sarlito juga bilang, walau sudah menikah, masing-masing pihak juga boleh tetap menjadi dirinya sendiri. Beri pasangan kita privasi dan kepercayaan, misalnya dengan tidak menanyakan password email atau akun jejaring sosialnya. Hmm.....tapi kalo pin atm kayaknya harus deh ;p Pasangan tidak boleh mengekang. Jangan buat hal2 kecil menjadi pemicu keributan. Gitu katanya.

Gimana menurut teman2?

Sunday, August 21, 2011

....dari Bintaro...

Di luar rencana, jam delapan malam kami masih di jalan. Padahal kami memperkirakan jam 7 udah di rumah lagi, biar si mbak2 bisa sholat teraweh di musholla deket rumah. tapi ya karena yang kami cari ga ketemu2, plus jalanan macet, jadi kami baru sampe rumah jam 9 kurang. huft,....

masjid2 dan musholla2 memang masih terisi orang2 yang sholat berjamaah, tapi itu ga seberapa. idealnya masjid itu penuh terisi, tapi rupanya orang2 termasuk kami lebih memilih ada di luarnya dengan berbagai alasan. sebagai gantinya, mal2 penuh dipadati orang2 yang sibuk cari keperluan lebaran. miris kan? lebih miris lagi, saya dan suami termasuk orang2 yang ada di dalamnya. astaghfirullah....tahun demi tahun selalu saja seperti itu, menjelang akhir ramadhan, jamaah masjid pindah ke mal.

di perjalanan pulang, saya liat ke pinggir2 jalan. mengapa di mata saya sekarang lebih banyak pemulung berkeliaran? mungkin mereka juga bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan lebaran. sedih ya? sekeras apapun mereka mencoba, tapi tetap saja.....

sepanjang jalan bintaro itu saya lihat lebih dari 10 pemulung, beberapa di antaranya bersama keluarga mereka. di depan sebuah cheese cake shop di daerah bintaro, saya lihat seorang wanita mendorong gerobak, di depannya seorang laki-laki, dan di atas gerobak itu tergeletak dua anak - laki-laki dan perempuan - terlelap. ya tuhaaaan.....

Wednesday, August 17, 2011

Napak Tilas Bandung dan Jatinangor

Terinspirasi dari posting Gaphe yang berjudul Hal Gila, saya jadi pengen nulis ini. Jumat pagi pekan lalu, terjadilah percakapan kecil antara saya dan suami saya. Waktu itu saya udah rapi pake pakean kerja, sementara suami saya masih terlelap.

Saya: "Hon, bangun, Hon, udah hampir jam tujuh, nanti kamu telat."
Suami: "Eh, aku belum bilang ya, hari ini aku ga masuk, ga enak badan."
Saya: "What? Trus aku gimana dong?" Saya pegang keningnya emang panas.
Suami: "Aku anter kamu sampe stasiun ya?"
Saya: "Ya udah deh, boleh."

Habis tu suami saya bangun dan mandi. Keluar dari kamar mandi keliatan segeran.
Suami: "Hari ini aku mau ke Bandung, Hon."
Saya: "Hah, ngapain? Ikut dong!"
Suami: "Liat ......(dia sebut sesuatu untuk mobil) di daerah Margahayu. Kamu ga ada kerjaan di kantor?"
Saya: "Wah, deket tuh dari Jatinangor. Ikut yah? Nanti kita mampir bentar ke kampusku dan kosanku dulu. Aku ga ada yang urgent koq di kantor, minggu depan baru seminggu ga boleh ga masuk. Ikut ya, Hon? Aku kan bisa jadi penunjuk jalan. Yah?"
Suami: "Ya udah, trus kamu bilang apa sama bos kamu?"
Saya: "Ah gampang....Eh, tapi kamu bilang tadi kamu ga enak badan?"
Suami: "Kalo ke kantor ga enak badan, tapi kalo ke Bandung nggak koq, Hon."
Saya: "Ih, nakal"

Ya udah akhirnya hari itu kami berdua sama2 bolos kerja. Niatnya, suami saya ke Bandung itu besoknya, hari Sabtu, tapi entah kenapa spontan aja dia membelokkan rencananya. Lebih gila lagi saya, ikut2an bolos, spontan aja pengen ikut. Jadilah kami ke Bandung dan Jatinangor.

Kami lewat jalur parung, bogor, puncak, cianjur, cimahi untuk sampai ke Bandung. Wuih, menyenangkan sekali rasanya jalan-jalan pagi ke bandung lewat jalur ini. Jalanan relatif sepi, jadi kami bisa menikmati saat-saat santai ini. Nyampe di daerah Padalarang, spontan aja saya bilang ke suami untuk ngunjungin kerabat keluarga saya yang tinggal di sini. Mampir sebentar, trus cabut lagi nerusin perjalanan.

Nah, pas di rumah kerabat inilah suami saya nunjukin alamat yang dicarinya. Hohohoooo.....ternyata bukan daerah Margahayu, tapi komplek Margahayu Permai di daerah Kopo. Hahahaha.....saya langsung ketawain dia yang sok tahu itu. Cari-cari akhirnya saya liat ada gapura dengan satu tulisan, trus dengan PDnya saya bilang ke suami saya, "Hon, tuh dia Margahayu Permainya!" Dengan girang saya menunjuk ke arah Gapura itu. Hehehe...ternyata tulisannya bukan Margahayu, tapi Dirgahayu ;p Gantian suami saya yang ngakak ngetawain saya yang sok tahu ;p

Singkat cerita, sampailah kami di alamat yang dimaksud. Selama perjalanan itu, suami saya beberapa kali terheran-heran dengan cuaca yang panas di daerah Kopo ini.
"Ini Bandung, Hon?" Tanyanya.
"Bukan, ini Bekasi," jawab saya ngasal.
"Oh, pantesan," katanya lagi.
"Ya bukanlah, ini juga Bandung, Hon. Cuma emang daerah sini panas," imbuh saya.
"Yeee....kirain bener ini kita lagi ada di Bekasi?" kata suami saya ngeledek, saya cuma tepok jidat aja deh.
***

Selesai urusan mobil, saya langsung todong suami saya untuk nganter saya ke Jatinangor.
"Dari prapatan Kopo yang tadi tinggal lurus doang koq, Hon. Yah?"
Suami saya karena orangnya asik-asik aja akhirnya dia nganterin saya deh ke Jatinangor.

Sampe di Jatinangor, saya bener2 bingung. Well, sekian tahun ga ke sini banyak banget perubahannya. Tata kotanya, jalan-jalannya, dan terlebih lagi kampus saya tercinta, berubah banget, jadi makin keren!!!! Dan saya pun berhasil membuat suami saya mengakui bahwa kampus saya ini memang keren hehehehe.....

Oya, sebelum sampe di kampus saya ini, kami melewati sebuah institusi pemerintahan yang pada beberapa tahun silam sempat membuat heboh dunia pendidikan dengan beberapa kasusnya. Well, sekarang dan dulu memang beda. Meski di gerbang kampus ini masih berdiri dua praja perempuan dan laki-laki di sisi kanan dan kirinya, ga keliatan lagi kemegahan yang dulu saya pernah liat di kampus ini. Melewati gerbang ini suami saya meletakkan tangannya di sekitar alis memberi gesture hormat. Saya bilang, "Apa2an sih kamu, Hon?" Hmmm.....suami saya ini emang asik banget deh, gokil. Love u so much, Hon!

Lalu kami masuki gerbang kampus saya, kami susuri jalan-jalannya sambil saya mengingat-ingat scene-scene yang pernah ada di jalan-jalan ini. Udaranya masih seperti dulu, sama ketika bertahun-tahun lalu saya menuntut ilmu di sini. Kami lihat muda mudi berpakaian serupa. Ada yang hitam putih, ada yang berpakaian kemeja kotak-kotak, ada yang berjaket hijau. Saya tersadar, ini masanya orientasi mahasiswa baru kepada kampusnya. Saya seperti melihat bayangan diri saya 12 tahun silam.

Sampailah kami di kampus Psikologi, kampus saya tercinta. Ga banyak kata yang bisa saya ucapkan. Saya cuma bisa menyapu seluruh area kampus ini dengan pandangan mata saya. Kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah, semuanya indah. Imaji-imaji masa silam berdatangan. Ingin saya ceritakan semua yang pernah ada di sini dahulu, tapi saya ga sanggup. Ada jutaan cerita tercipta di sini, hingga saya berdiri kembali di sini.

Karena waktu kami terbatas, saya ga sempat ambil gambar kondisi kampus saya. Saya hanya benar-benar menikmati suasananya ketika itu. Dua belas tahun lalu, kali pertama saya menginjakkan kaki di sini. Dua belas tahun yang akan datang saya tidak tahu akan bagaimana. Wallahu a'lam.

Kami lalu pergi, berniat meneruskan perjalanan ke kosan saya dulu. Saya tinggalkan kampus saya dengan kesukaan dan senyuman. Mengingat-ingat kenangan yang pernah ada. Kenangan-kenangan itu indah karena ia tidak bisa terulang.

Sore itu setelah mampir ke kosan saya dan menjenguk ibu dan bapak kosan, kami kembali ke Pamulang dengan damai. Saya dan suami saya sekarang menatap masa depan ;)

*ups, mudah2an bos saya dan bos suami saya ga baca postingan ini ya....

Reuni Kecil Tiga Blogger


Tentang acara Senin kemarin, udah ketebak, pasti yang dateng dikit. Bener aja, kemarin itu jadinya saya cuma ketemu sama Raja dan Aulia. Jadi, ini mah bisa dibilang reuni kecil tiga blogger. La wong kami udah pernah ketemu sebelumnya, tepatnya 9 Januari lalu.

Eh, tapi....tapi....biar cuma tiga blogger yang datang....ga berasa cuma bertiga lho, soalnya kagak ada yang bisa diem, bawel semua hahahaha....

Awalnya kami bingung mau duduk dan makan di mana, tapi singkat cerita akhirnya kami pilih nongkrong di gerai pizza yang mengusung nama (sebut ga ya?) Domi** Pizza. First impression saya tentang tempat ini sebenarnya bingung sih, koq sepi pengunjung ya? sementara tempat makan lain di dalam Mal Pejaten Village penuh terisi, koq di sini lowong ya? Kami dengan leluasa bisa milih tempat duduk. Kami pilih nongkrong eh duduk di luar, biar lebih santai gitchu ;)

Karena ini kali pertama kami makan di sini, kami sama2 ga tau mau pesen apa. Saya tanya ke kasirnya menu apa yang favorit di sini? Trus si mbak kasir itu jawab sih tapi saya lupa jawabannya, saya cuma inget ditunjukkin satu gambar pizza yang sering dipesan pengunjung gerai pizza ini. Heee....tapi kami ga pesan itu. Berhubung saya dan Raja beda selera, akhirnya kami masing2 pilih menu sendiri, kami pesan ukuran personal.

Saya pesan chicken, Raja pesan beef. Trus kami ditawari dessert, Raja pilih chocolate muffin, saya pelototin gambarnya...hmmm.....keliatannya enak. Akhirnya saya pesan itu juga. Nah, sekarang giliran pilih menu minuman. Ehm....gmn ya ngomongnya, saya sih kecewa sama pilihan menu minuman di sini. Yang ada cuma soft drink dan air mineral dowang. Ya udin, kami pilih air mineral.

Oya, sebelum kami duduk, pas bayar, si kasir nanya, atas nama siapa? Sebenernya agak bingung juga sih ditanya gitu, tapi ya udah, akhirnya kesebutlah nama Raja. Eng ing eng ternyata ini yang baru kami alami selama seumur hidup nongkrong dan makan di mal. Apa tuh? Jadi cara gerai pizza ini melayani pelanggannya tidak dengan mengantarkan makanan yang udah kami pesan, tapi justru memanggil nama si pemesan. Dalam hal ini berarti nama Raja yang dipanggil. Masuklah Raja menghampiri si kasir lalu beberapa detik kemudian whoahahahahaha.....sebenernya saya pengen ketawa ngakak liat dia bawa2 dus pesanan kami xixixiiiiiii.....

Yup, untuk bisa menikmati hidangan di gerai pizza ini, setelah memesan menu yang dipilih, pengunjung duduk dan tunggu giliran namanya dipanggil. Habis itu datengin deh tuh counter kasir dan ambil pesanan kita. Bawa deh tuh makanan2 itu ke meja kita, baru deh silakan dinikmati ;) Untuk bawa dus2 kecil pizza ini, mereka ga ngasih nampan, jadi coba deh temen2 bayangin Raja bawa dua dus pizza ukuran personal, dua dus tempat makanan pencuci mulut, dan dua botol air mineral.

Heee....tapi kami ga ambil pusing, setelah sama2 komen ttg cara penyajian di sini, kami langsung melahap makanan kami masing2. Alhamdulillah ya *gaya sharini, ternyata rasanya enak bo! Baik pizza maupun muffinnya enak! Untuk ukuran rasa, recommended deh menu di sini. Cuma ya itu, cara penyajiannya aja yang lucu.

Oya, sebelumnya emang baru ada saya dan Raja, Aulia dan suaminya masih di jalan. Nah, pas akhirnya datang bu Aul ke tempat ini, xixixiiiiii....dia ngalamain hal yang sama. Pesan, duduk, tunggu nama dipanggil.....pokoke kayak di dokter aja deh. Setiap pelayan meneriakkan nama pemesan, saya berasa lagi di dokter. Dan tau efeknya buat si pemesan? Efeknya muka kami jadi lucu. Setiap ada nama yang disebut sama pelayan, saya dan Raja sama2 ngakak liat mukanya Aulia yang harap-harap cemas dan mupeng karena lapar hahahahahaaa.................

Ngobrol, ngobrol, ngobrol, akhirnya udah jam 8 lewat, hampir setengah sembilan. Bubarlah barisan. Malam yang menyenangkan. Walo cuma ada tiga blogger yang ketemu, tapi rasanya bertiga belas deh. Rame banget gila!

Saya ga pernah nyangka dunia ini bisa membuat lingkaran baru pertemanan. Saya ga pernah nyangka bisa punya teman2 menyenangkan dari dunia blog ini.

Saran untuk acara berikutnya, kayaknya kalo nanti2 ada acara kopdar lagi, baiknya yang ngundang Gaphe deh. Dijamin pasti banyak yang datang ^_^

Sunday, August 14, 2011

Bangku-Bangku Kenangan

Bangku-bangku itu tak melepaskan pandangannya dariku
Mereka seperti keheranan, siapa gerangan aku?
Tanah yang kuinjak kemarin pun mengejutkanku
Dengan sentuhan telapaknya di mata kakiku
Mereka seolah-olah bertanya, "siapa dirimu?"

Papan bertuliskan satu nama jurusan bersiap siaga
Seolah-olah aku hendak mengganggu kenyamanannya
Seluruh jendela bangunan yang ada terlihat bingung
Hendak menyapaku atau tidak

Ada lapangan-lapangan tempat muda mudi bermain bola
Ada area tempat kendaraan-kendaraan berteduh beristirahat
Ada pohon-pohon yang berisik dan berbisik
Ada udara pegunungan berpadu sengatan mentari yang hangat

Kembali aku di sini, di suatu tempat penuh kenangan
Ketika buku, pesta, dan cinta pernah meraja di kehidupanku
Ketika bulir-bulir peluh berpadu renyah canda tawa
Semua terangkum dalam satu masa muda

Masih dapat kulihat siapa saja yang biasa ada di sana
Kulihat pula siapa saja yang biasa ada di sini
Kudengar sapaan-sapaan hangat memanggil namaku
Kuterduduk di tempat itu, sekali lagi saat ini

Ya Tuhan, semua terasa indah sangat
Napak tilas ini menjadi penghangat jiwaku kini
Menjadi penyemangatku meraih masa depan
Mendorongku segera berlari meraih mimpi

Dua belas tahun lalu kali pertama kumenapak
Lima tahun lamanya kumenjejak
Mengukir cita dan cinta penuh cerita
Hingga kini kuberdiri menatap langit nan cerah

Dulu, kini, atau nanti
Semua kisah selalu terpatri
Tidak hanya di bangku-bangku kenangan itu
Namun juga di hati

Kulangkahkan kakiku pergi
Meninggalkan ukiran sisa-sisa masa lalu
Kutatap mentari senja, kuhirup udara indah ini
Segera kuberlari, menyongsong pagi

Seberapapun lama kau kutinggalkan
Hatiku selalu ada untukmu

*hasil napak tilas ke bandung dan jatinangor jumat kemarin

Thursday, August 11, 2011

Kopdar Bubar yuks?!

Setelah sore dua hari yang lalu saya ngomel2, sore kemarin alhamdulillah saya ketawa2. Gimana nggak, ngobrol bareng Raja dan Adi Chimenk memang selalu menyenangkan. Ada aja hal yang bisa bikin ketawa, emang dasar pelawak yah? ups...

Terinspirasi dari baca komen2 di postingannya Aulia yang ini, kemarin sore akhirnya saya ajak Raja dan Chimenk conference untuk ngobrolin rencana buka puasa bareng.

Ngobrol, ngobrol, ngobrol, akhirnya ketemulah hari, tanggal, dan tempat. Yup, kami merencanakan kopi darat dengan agenda utama buka puasa bareng hari Senen tanggal 15 Agustus 2011 di Pejaten Village, Jakarta.

Kepikiran untuk ngehubungin beberapa blogger yang ada di Jakarta, tapi berhubung kami ga punya semua kontak blogger2 itu, ya udin, saya posting aja wacana buka puasa bareng ini.

So, buat blogger Jakarta, juga buat blogger luar kota Jakarta yang ada rencana ke Jakarta, atau yang hari itu pas ada di Jakarta (ribet yak?), lewat postingan ini kami undang teman2 untuk ketemuan ya senen depan di Pejaten Village buat buka puasa bareng. Feels free to contact me.... bisa lewat facebook atau email ke rifka.nida@gmail.com.

See you around, friends ^_^

Wednesday, August 10, 2011

Omelan di Sore Hari

Sore yang emosional. Gagal deh dapat nilai puasa optimal. Gimana mau optimal, la wong sore2 saya ngomel2 ;( Ini percakapan antara saya (S) dengan seorang teman dekat (T) melalui telepon.

S: eh, lo tuh ya, maksut lo apaan sih ngomong kayak gitu? Ada yang nyalain kompor bukannya lo matiin apinya, malah lo gedein. kecewa gue sama lo.
T: eh, kenape sih, lo, Rif?
S: kenape? lo tanya kenape? email lo tuh!
T: ah elo, gitu aje pake perasaan. semuanye pake perasaan. ga asik lo!
S: emang kenape kalo pake perasaan? lo aja yang kebo, kagak punya perasaan! dasar kebo!
T: sembarangan, emang kebo ga punya perasaan? punya tau!
S: terus siapa yang ga punya perasaan?
T: Ayam
S: ya udah, dasar ayam lo!
T: udah lah, ga usah diperpanjang, masalah kayak gitu ajah. sayang puasa lo kalo marah2 gitu.
S: denger ya, gue ga marah2! gue cuma mengekspresikan kekesalah gue sama lo berdua, ngerti?!
T: tapi emang bener kan yang gue omongin?
S: bukan masalah omongan lo, tapi cara lo berdua! ga pantes tau kalian ngomong kayak gitu di depan orang banyak!
T: apa bedanya sama gue ngomong di depan orang dikit?
S: ya beda!
T: embe jeung kuda?
S: tolong ya, gue lagi serius!!! pokoknya beda!!!!
T: trus gue musti gimana?
S: kalo emang lo ga suka dengan cara gue, lo ngomong aja langsung ke gue! ga kayak gitu caranya. Temen lo juga tuh, sama aja.
T: ya udah, buat pelajaran lo, Rif.
S: eh, enak aja gue doang, lo juga musti belajar, temen lo juga! percuma dong kalo gue sendiri yang belajar.
T: ya ga percuma, kan lo jadi pintar?
S: aduuuuhhhhhhh............tolong ya, gue bilang gue lagi serius!!!
T: oh, gue pikir lo lagi marah2?
S: au ah, sekarang gue musti gimana neh?
T: ya udah, cuekin aja omongan itu, emang dia orangnya begitu. maklum lah, orang sana kan adatnya emang gitu, cara ngomongnya blak-blakan.
S: tuh kan, selalu ada pemakluman. ga bisa gitu, dia harus tau kalau caranya dan cara lo itu ga baik.
T: ya udah ngomong aja.
S: lah kata lo ga usah diperpanjang? ga konsisten deh!
T: kan lo sendiri yang bikin ini panjang?
S: ah udah ah, cape gue tereak2 kayak gini. pokoknya, sekali lagi gue bilangin ya, cara lo yang ini sama sekali ga bagus! ga ngasih contoh yang baik buat semua. makasih.

Akhirnya telepon itu saya tutup.

Sementara itu, beberapa pesan dari intranet masuk ke kotak chat saya.

"Sabar ya, Bu, sabar...." kata si bapak yang bijak.
"Ka, sabar ya, ga usah ditanggepin," kata si ibu itu.
"Mbak Rif, udahlah.... cuekin aja," hmmm....seorang junior nasehatin saya.
"Hahahaha...Mbak, lo kenapa? Kepancing ya? Udah, cuekin," kata junior yang lain.

Huft, sabar....sabar...akhirnya saya bisa mengendalikan kemarahan saya. Alhamdulillah.

Kadang, di mata beberapa orang, apapun yang kita lakukan selalu saja ada salahnya. Selalu saja ada cacatnya, selalu saja ada kurangnya. Beberapa orang itu mungkin tidak melihat ke sisi lain yang juga ada, tapi lebih fokus ke yang kurang-kurang itu. Beberapa orang itu kadang lupa bagaimana pertama kali kita harus berterima kasih dan selanjutnya mengkritik dengan cara yang baik. Beberapa orang itu mungkin saja termasuk saya.

Jadi, apa yang terjadi kemarin sore memang menjadi pelajaran buat saya. Agar lebih hati-hati berpikir, mengambil keputusan, menyampaikannya, dan menanggapi berbagai reaksi yang muncul karenanya.

Wallahu a'lam.

Monday, August 1, 2011

Aku Memilih, Aku Menerima Konsekuensi

Pagi ini, ada satu kejadian yang bikin saya ingat sebuah film. Judul film itu "Nothing but The Truth." Film tahun 2008 yang bercerita tentang perjuangan dan pengorbanan seorang jurnalis wanita mempertahankan prinsipnya yaitu memegang teguh kode etik jurnalistik.

Wanita ini berusaha mati-matian melindungi narasumbernya. Mulai dari mendapat dukungan suami dan rekan kerja, sampai ia harus kehilangan cinta dan keluarganya, semua tergambar di film ini. Menyedihkan. Gambaran konsekuensi yang harus diterima seorang wanita ketika ia mempertahankan idealismenya.

Ada perbedaan nyata jika kita membandingkan ini dengan dunia laki-laki. Ketika seorang laki-laki mempertahankan prinsip dan idealismenya, dengan serta merta dia akan mendapatkan simpati dan pujian publik. Sebaliknya, ketika perempuan mati-matian membela apa yang dipegangteguh olehnya, ia akan kehilangan segala-galanya terutama cinta dan keluarga.

Di sini pergulatan batin seorang wanita terjadi. Apakah ia akan mempertahankan prinsipnya itu demi sebuah kode etik ataukah ia akan mengabaikannya demi sebuah keutuhan keluarga. Setiap pilihan yang dia ambil ada konsekuensinya. Setiap keputusan yang dia buat ada konsekuensinya.

Pada satu titik jika kita menonton film ini, kita akan menyalahkan wanita ini dan mendorongnya untuk menyerah saja. Di sisi lain, kita benar-benar tidak akan pernah mengerti mengapa wanita ini benar-benar menjunjung tinggi idealismenya, janjinya kepada sang narasumber. Kita tidak pernah akan mengerti karena kita tidak pernah benar-benar berada di posisinya.

Film ini menyuguhkan kehidupan apa adanya seorang wanita karir yang juga memiliki rumah tangga. Ketika ia dimasukkan ke dalam penjara, ketika itulah cinta dan dukungan suami diuji. Jujur, ada satu saat ketika saya benar-benar membenci si tokoh pria dalam film ini, yaitu ketika dia mencampakkan isterinya yang sedang terkena masalah hukum. Ekspresi marah yang ditunjukkan jurnalis wanita ini keren banget. Total! Begitu juga ketika ia merasa sangat terpukul karena ditinggalkan oleh anak satu-satunya. Benar-benar menguras emosi.

Bagi saya film ini menyuguhkan satu pesan sederhana; ketika kita memilih untuk menetapkan satu jalan hidup, ketika itu pula kita menetapkan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan karena pilihan itu. Dan sekali kita melangkah, kita ga akan pernah bisa kembali. Perjuangan membela idealisme itu kadang pahit, tinggal kita yang memutuskan sampai batas mana kita mempertahankan idealisme itu. Terakhir, perang batin itu kadang terjadi dan kita alami sendiri, sekali lagi, apapun keputusan yang kita buat, selalu ada konsekuensinya.

Wallahu a'lam.

*dedicated to a friend.... I will surely miss you...

Sunday, July 31, 2011

Dari Batas Hidup dan Mati Seorang Anak

"Bawa, bawa, bawa...." suara itu mengejutkan saya yang lagi ada di dalam rumah. Suara jeritan histeris seorang wanita yang entah kenapa terdengar begitu memilukan. Saya langsung ke luar, menuju arah suara tersebut. Saat itu, saya lihat suami saya yang sedang berada di halaman depan rumah juga berlari ke arah suara tadi. Yang kami lihat berikutnya sungguh mengerikan...seorang anak sedang berada di antara batas hidup dan mati.

"Bawa atuh...bawa....ka dokter," suara yang tadi kami dengar histeris sekarang melemah, memelas, tipis harapan. Wanita ini, kami yakin adalah ibu dari anak yang sedang berada di garis batas kehidupan tadi. Bajunya basah, sama basahnya seperti anak yang sedang digendong seorang laki-laki yang berusaha menolongnya. Dua, tiga kali laki-laki itu menghembuskan napas bantuan, anak itu bergeming, tetap terkulai lemas dengan seluruh kulit membiru dan mulutnya berbusa.

Dari yang kami dengar, anak ini jatuh ke kolam ikan di halaman belakang rumahnya. Ibunya sedang memasak ketika ia bermain-main di dekat kolam itu. Selanjutnya, bagaimana kecelakaan itu terjadi kami tidak tahu. Yang pasti, kejadian siang kemarin membuat kami sadar akan beberapa hal. Bukan hanya syukur nikmat atas karunia anak yang telah Allah berikan kepada kami, tapi ini juga merupakan peringatan kepada kami sebagai orangtua untuk lebih berhati-hati.

Di atas sepeda motor yang sudah siap melaju menembus jalan raya Cicurug, Sukabumi, anak itu digendong oleh seorang laki-laki yang mencoba menolongnya, menyambungkan tali kehidupan yang hampir putus. Sebelumnya, anak tersebut dibalikkan tubuhnya, kami yakin, ia berusaha mengeluarkan air yang tampaknya cukup banyak tertelan oleh si anak. Setelah dibalikkan, tubuh anak itu dimiringkan dan dua tau tiga orang bergantian memberi pertolongan pertama lewat napas buatan.

Si ibu masih menangis pilu, ia terus saja berkata, "Bawa, bawa atuh....buru bawa ka dokter." Sesekali ia menjerit histeris sambil menarik-narik rambutnya. Berputar-putar, maju, mundur, sambil terus menangis meraung-raung. Saya ingin sekali memeluknya. Sementara itu, suami saya beberapa kali maju dan mundur menghampiri anak itu. Ada yang kurang tepat memang pada pertolongan itu, saya tahu suami saya ingin menarik anak itu, membaringkannya, lalu menekan dadanya, dan memberi napas bantuan, tapi ia ragu.

Situasi dan kondisi panik yang ada kala itu membuat kami urung membantu. Mendengar jerit tangis si ibu yang terus menerus memohon agar anaknya segera dibawa ke dokter, kami yakin akan pemikiran ibu itu bahwa ia menginginkan anaknya segera dibawa ke tempat pertolongan yang pasti. Di sisi lain, orang-orang di sekitarnya justru ingin memberi pertolongan pertama terlebih dahulu sebelum dibawa ke dokter.

Anak itu masih membiru dan terkulai lemas dalam gendongan. Kami lihat bola mata anak itu masih di bawah, masih ada harapan, ucap kami. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya anak tersebut menunjukkan reaksi dan setelah itu barulah ia dibawa ke dokter. Kami hanya bisa berdoa semoga ia selamat.

Sebelumnya, ketika si ibu masih saja menjerit-jerit menangis, seorang ibu lain berkata kepadanya, "Kumaha sih, Neng?....keur naon emang tadi? naha atuh ninggalkeun budak sorangan kitu? aduh, Neng....Neng..." Ah tidak, dalam kondisi seperti itu masih saja si ibu disalahkan. Kasihan. "Mana ada sih orangtua yang pengen anaknya celaka?" gerutu saya dalam hati. "Udahlah.....biar ini jadi pelajaran buat kami semua. Kalau emang mau nanya, nanti ketika keadaan sudah tenang dan harus baik-baik nanyanya," saya geregetan sama ibu yang nyalahin tadi.

Anak itu akhirnya dibawa ke dokter, kami kembali ke dalam rumah. Kemarin memang kami berdua mengunjungi nenek di Sukabumi, tanpa anak-anak. Saya yakin, pikiran kami masing-masing langsung tertuju ke anak-anak kami. Beberapa detik kemudian saya sudah terhubung dengan telepon rumah, ada si Mbak pengasuh yang mengangkat telepon, dari kejauhan saya dengar suara anak-anak berteriak, "Ibu....Ibu....kakak mau ngomong sama Ibu..." Hati saya berdesir ingin menangis. Kejadian hari itu memberi pelajaran berharga buat semua yang menyaksikan, khususnya bagi kami berdua.
***

Setelah melihat kejadian kemarin, saya dan suami saya sedikit berbincang-bincang. Tentang betapa minimnya pengetahuan masyarakat kita akan pertolongan pertama pada kecelakaan. Entah ini salah siapa? Pemerintah kah atau justru masyarakat kita sendiri yang kurang aktif mencari tahu informasi-informasi tersebut. Untuk beberapa kalangan seperti ibu-ibu rumah tangga yang saya ceritakan di atas, saya maklum. Nah tapi, harusnya pemerintah memikirkan gimana caranya mensosialisasikan cara2 P3K ini kepada ibu-ibu rumah tangga. Kenapa? Ya karena yang ada di rumah dan mendampingi anak-anak adalah kaum ibu toh? Saya tidak tahu, apa posyandu atau puskesmas udah optimal fungsinya. Saya pikir, keduanya harusnya ga cuma sebagai lembaga yang menyediakan layanan kesehatan sebagai bentuk kuratif, tapi lebih jauh dari itu seharusnya keduanya juga memberi pengetahuan-pengetahuan preventif. saya pikir banyak kecil namun penting bisa disampaikan ke masyarakat. entahlah...

terakhir, terkait dengan cerita di atas, saya ingin berbagi sedikit informasi tentang CPR, silakan klik link ini.


Gambar di bawah ini saya ambil dari Google.



Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.

Saturday, July 23, 2011

Dunia Raihana

Tic toc tic toc....

Udah jam 6 lewat 15, aku udah bersih, segar, cantik, dan wangi. Kamu, Kak, kamu masih terlelap, mangap. Ibu udah rapi. Sekarang ibu di ruang makan, nyiapin bekal makan siangnya, juga untuk ayah. Ayah di mana? Ayah di kamar, lagi matut-matut diri di depan cermin.

"Kakak." Kudekatkan wajahku ke wajahmu sambil berseru memanggilmu.

"Kakak" dua kali kupanggil kamu belum juga bangun.

"Kakak" tiga kali, susah sekali ya kamu dibangunkan, kak. Gumamku dalam hati.

"Kakak" kali ini kutepuk-tepuk punggungmu.

"Kakak" sekali lagi kutepuk-tepuk, kamu masih blm terjaga juga.

"Kakak" kutepuk-tepuk lagi, kamu memang benar-benar susah dibangunkan ya?!

Kupikir, aku harus mencari cara lain untuk membangunkanmu.





"Aaa....." Tiba-tiba kamu berteriak dan menangis.

"Adik, jangan gigit kakak dong, Dik, sakit. Ga boleh gigit-gigit." Begitu katamu ketika akhirnya matamu terbuka.

"Aku ga pernah bermaksud nyakitin kamu, kak, cuma pengen bangunin aja, sebentar lagi ibu dan ayah berangkat kerja. kakak mau meluk mereka dulu kan?" Andai saja kamu bisa baca pikiranku, kak, itu yang sebenarnya ada di benakku.

Meski matamu sudah terbuka, kamu masih berbaring dan memeluk gulingmu itu. Kuangkat kedua tanganku, berharap kamu ngikutin aku, tapi sepertinya kamu masih malas. Termasuk malas mengangkat tanganmu untuk berdoa. Lalu kuangkat satu tanganmu dan kubiarkan satu tanganku tetap terbuka menengadah. Kuucap, "Amin." Kuusap mukaku dengan satu tanganku. Lalu kuusapkan tanganmu ke mukamu sambil kuberseru, "Amin"

Setelah itu kuberlari meninggalkanmu. Kucari ibu di ruang makan. "Ibu, kakak" kataku kepada ibu.

Ibu langsung meninggalkan meja makan dan bergegas ke kamar tempatmu bermalas-malasan. Tentunya bersamaku. Ya, ibu dan aku berjalan berdampingan. Kata ibu, "Kakak udah bangun ya, Dik?" Ibu benar-benar mengerti aku. Meski hanya dua kata yang kuucapkan, ibu tau apa yang kupikirkan. Aku sayang ibu. Aku juga sayang kamu, Kak.

Ibu yang udah rapi dan bersih tak ragu menciummu yang masih berantakan dan bau. Hal pertama yang ibu katakan, "Kakak udah baca doa?" Kau jawab, "Udah. Tadi kakak baca doa sama adik" aku tersenyum malu sekaligus bangga ketika ibu memujiku pintar.

Friday, July 22, 2011

Palem Cookies - Jualan :)



Buat yang suka ngemil, buat stock puasa dan lebaran, buat stock liburan.....silakan pesan...


All items: Rp 45.000 (di luar ongkos kirim)

Kastangel: Rp 48.000 (di luar ongkos kirim)


Kalo mo pesen boleh kirim email dulu ke rifka.nida@gmail.com


Thursday, July 21, 2011

Training yang Menyenangkan!

Alhamdulillah, sesi training kemarin berjalan dengan lancar. Dunia training memang bukan hal baru buat saya. Waktu kuliah dulu, di salah satu mata kuliah, meskipun secara singkat saya mempelajari hal itu. Terus, pekerjaan pertama saya adalah menjadi bagian dari konsultan manajemen yang notabene banyak ngadain training. Sekarang, salah satu kerjaan saya di kantor pun ga jauh-jauh dari urusan training. Ini catatan mengenai training yang kemarin saya (dan tim saya) berikan untuk mitra kami.

Training diawali dengan sebuah perkenalan kecil. Peserta diminta menyebutkan nama dan sesuatu yang khas dari dirinya. Saya beri contoh, saya adalah Rifka Beng Beng karena saya suka sekali Beng Beng. Setelah itu barulah para peserta secara bergantian memperkenalkan dirinya dengan cara tersebut. Mereka lalu menyebutkan satu atau dua kata di belakang nama mereka, yang khas dari mereka. Di luar dugaan, cara ini benar-benar mencairkan suasana dan lebih jauh, kami dapat mengetahui hal lain dari diri peserta.

Berikutnya, peserta kami bagi menjadi dua kelompok (kelompok A dan kelompok B) dan kami berikan satu lembar kertas A3 dan beberapa buah crayon. Masing-masing kelompok saya minta untuk membuat gambar dengan instruksi tertentu. Kepada masing-masing anggota kelompok A, kami minta untuk memikirkan satu buah objek untuk digambar. Kepada kelompok B saya minta mereka mendiskusikan sebuah objek untuk digambar. Cara menggambarnya adalah bergantian. Jadi, setelah waktu untuk memikirkan gambar bagi kelompok A dan waktu untuk mendiskusikan gambar untuk kelompok B selesai, saya minta orang pertama dari masing-masing kelompok untuk mulai menggambar dalam waktu tertentu. Setelah waktu habis, gantian, giliran peserta lain untuk menggambar.

Hasilnya tentu beda untuk kedua kelompok ini. Dari hasil gambar tersebut, saya minta mereka untuk menyampaikan kesan mengenai kedua gambar tersebut. Apa saja yang ada di kepala mereka, saya persilakan untuk diungkapkan. Kemudian, saya gali pendapat mereka tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan dan saya arahkan sesi diskusi gambar ini ke arah peran masing-masing anggota kelompok. Semua pernyataan berujung ke satu muara, yaitu peran inti mereka.

Berikutnya kami masuk ke materi lain yaitu tentang pentingnya arti sebuah senyuman, penghargaan, dan motivasi. Kalau tadi di awal kami menyampaikan materi melalui gambar, kali ini kami menampilkan potongan sebuah video. Video ini menceritakan seorang petugas validasi karcis parkir yang luar biasa. Setiap orang yang datang kepadanya selalu diberinya senyuman dan pujian yang objektif. Ia selalu bisa melihat hal positif dari orang yang ditemuinya. Efeknya, bukan saja orang-orang menjadi senang karena dipuji, tetapi juga ia jadi memiliki antrian yang sangat panjang. Antrian untuk mendapatkan cap validasi sekaligus senyum dan pujian gratis. Sebaliknya, ketika ia berhenti melakukan itu, orang-orang pun kembali sedih, lesu, tidak termotivasi, dan pergi meninggalkannya.

Sama seperti sesi gambar, para peserta saya minta untuk mengungkapkan apa saja yang terlintas di pikiran mereka. Satu persatu para peserta berbicara dan akhirnya tersampaikanlah pesan yang kami maksud. Bukan dari kami, tapi dari mereka sendiri. Jadi, melalui potongan video ini mereka dapat menyadari betapa pentingnya sebuah senyuman dan pujian.

Materi berikutnya kami sampaikan dengan cara roleplay. Kami menciptakan suatu situasi dan kondisi tertentu untuk roleplay ini, lalu kami minta para peserta untuk meresponnya dengan cara masing-masing. Ketika peserta menunjukkan hal yang benar, kami biarkan ia menyelesaikan apa yang dilakukannya. Ketika peserta melakukan hal yang salah, kami tunjukkan cara kami, cara yang seharusnya. Setelah roleplay selesai, kembali, sesi diskusi merupakan sarana paling tepat untuk menggali perasaan dan pemikiran mereka tentang apa yang baru saja mereka saksikan dan mereka lakukan.

Sudah tiga materi kami sampaikan. Sesi akhir adalah sesi mini quiz. Kami meminta peserta mengisi selembar kertas yang isinya adalah beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi-materi yang sudah mereka terima. Ini penting, untuk mengetahui sejauh mana penyerapan mereka akan materi yang sudah kami sampaikan. Mini quiz ini ditutup dengan pembahasan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan juga pemberian hadiah bagi tiga peserta dengan nilai tertinggi.

Sebelum ditutup, kami minta salah seorang peserta mengulas lagi secara singkat apa saja yang sudah dilakukan dan dipelajari dari pagi hingga siang kemarin, sepanjang sesi training. Dengan begitu, saya yang hari itu kebagian tugas sebagai fasilitator, tidak perlu merangkum hasil training hari itu. Semua materi disampaikan dengan simulasi, tanpa slide sama sekali. Yup, sebab konsep training kami hari itu adalah learning is fun. Terakhir, kami berikan kenang-kenangan untuk dua peserta aktif, sebagai bentuk penghargaan kami kepada mereka.

Nah, tidak selamanya training itu membosankan kan? Karena belajar itu haruslah menyenangkan!

Wednesday, July 13, 2011

...dari Sebuah Meja Kerja


Ada banyak cerita dari meja kerja kita. Inilah cerita saya.....

Meja kerja saya terletak di sudut ruangan. Di sebelah kanan saya ada kaca jendela yang menghubungkan antara dunia saya dengan dunia luar. Ada vertical blind yang melindungi saya dari sengatan cahaya matahari. Vertical blind yang sewaktu-waktu biussa saya tarik talinya hingga tersingkap semua pemandangan di luar jendela itu. Dari jendela ini saya bisa melihat bangunan kampus sebuah perguruan tinggi terkenal. Bisa pula saya melihat pepohonan baik yang terawat maupun liar. Sedikit saya bisa melihat kondisi lalu lintas, dari jendela ini pula.

Di bagian kanan meja saya ada satu unit telepon berwarna putih. Melalui benda ini saya mendapatkan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah. Melalui benda ini saya pun bisa menyampaikan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah.

Ada tumpukan kertas terlihat di sebelah telepon tersebut. Bagi saya kertas itu melambangkan tanggung jawab saya. Data-data yang ada di sana, informasi yang terkandung di dalamnya, rahasia yang tak terlihat darinya, semua itu adalah tanggung jawab saya.

Di atas tumpukan kertas itu ada si buku biru. Buku kecil yang berisi nomor-nomor telepon yang sering saya hubungi. Nomor-nomor relasi kerja saya, simbol kecil jaringan kerja yang saya miliki.

Di depan pesawat telepon ada kotak hijau telor asin. Berbagai hal ada di situ. Paper klip, staepless, perforator, post it, dua buah stempel, dan isi staepless. Benda-benda kecil itu, meskipun mereka kecil, tapi fungsi mereka kadang luar biasa. Jadi, saya tidak akan menyepelekan benda-benda kecil yang ada di kotak hijau telor asin itu.

Di bagian kanan meja saya ini, di sebelah kotak hijau telor asin, saya letakkan sebuah tempat pensil anyaman dengan risleting ulir-ulir melingkar. Pemberian teman dekat saya, oleh-oleh dari Cianjur. Tempat pensil itu, meski kecil, sangat berarti bagi saya. Maknanya lebih dari sekadar tempat pensil yang unik, ia adalah tanda persahabatan kami. Tanda ingatan teman saya kepada saya.

Di sebelah tempat pensil itu ada kalkulator. Benda ajaib ini selalu saya andalakan jika saya bertemu dengan angka-angka. Tak terhitung berapa kali saya memencet-mencet tombolnya, ia setia, selalu memberikan jawaban yang saya minta.

Di bawah kalkulator itu saya letakkan buku kecil berwarna hitam. Itulah album kartu nama relasi-relasi kerja saya. Simbol silaturahim yang terjalin antara dunia saya dengan dunia luar.

Tepat di depan kotak hijau telor asin ada sebuah benda bermotif batik. Itulah tempat alat-alat tulis saya. Tempat ini pemberian dari adik saya yang beberapa tahun lalu bermukim di Yogyakarta. Meski hanya memiliki diameter yang tak seberapa, namun ia mampu menampung beberapa benda dengan fungsinya masing-masing.

Di tempat alat tulis itu ada beberapa bolpoin, pensil, penggaris, gunting, spidol, karet, tip ex, dan sebuah hiasan bunga mati; tulip merah.

Di dekatnya ada sebuah kartu bergambar depan beruang lucu. Di dalamnya tertulis, "Thanks for being care." Ya, sebuah kartu dari seorang teman....ada cerita dari kartu itu. Cerita yang takkan terhapus meski nanti kartu tersebut menjadi lusuh atau tak secantik awalnya.

Kartu itu berada di tengah, di antara dua benda lain yang mengisi bagian kanan meja kerja saya. Benda tersebut adalah thumbler dan tissue. Mereka berdua bukan hanya berfungsi sebagai pengapit kartu, tapi juga sebagai penampung energi bagi saya (thumbler) dan penyeka air, kotoran, dan luka bagi siapapun yang mampir ke meja saya (tissue).


Di hadapan meja saya ada sebuah kursi. Tersedia bagi siapapun yang datang dengan keluh kesah, pertanyaan hebat, pertanyaan remeh temeh, basa basi, amarah, penghargaan, pengharapan, wejangan, dan tentu saja, tugas-tugas dan tanggung jawab. Kursi itu menjadi saksi banyak tawa, canda, tangis, dan lara. Menjadi saksi penunaian sebuah kewajiban dan tanggung jawab dari saya sebagai orang yang diberi amanah untuk membantu orang-orang yang duduk di kursi tersebut.


Di bagian kiri, ada sebuah kalender meja, satu set komputer, secarik post it yang saya tempel di mintor komputer, sebuah hiasan dari teman sebagai oleh-oleh dari Malaysia, dan sebuah cangkir putih dengan motif garis-garis yang saya dapatkan dari sebuah maskapai asing. Cangkir tersebut saya gunakan untuk meletakkan beberapa benda kecil seperti trigonal clips.

Bagi saya, kalender meja itu bukan sekadar angka pengingat. Bukan sebagai penunjuk hari, bulan, dan tahun. Lebih dari itu, bagi saya ia adalah cerminan waktu. Bagaimana saya menghabiskan hari-hari dalam kalender tersebut dengan hal-hal berguna. Seperti itu maknanya.

Satu set komputer. Tentu saja, kotak ajaib ini memang benar-benar ajaib. Pekerjaan saya bisa beres melaluinya. Sebuah informasi kecil bisa langsung tersebar ke seluruh cabang adalah karena ia. Kotak itu bukan sekadar penyimpan data, tapi sebagai gambaran langkah-langkah apa yang sudah saya tempuh waktu-waktu ke belakang.

Mengenai post it, tulisan dalam post it yang saya tempel itu adalah:
"Faidza 'azzamta fa tawakkal 'alallah."
dan
"Hidup itu melukis, bukan menghitung"
Betul, dua kalimat favorit saya. Terakhir, di bawah kalimat tersebut, saya tuliskan pula "Cheers..."

Sebab, saya sudah terlalu kecanduan gadget seperti handphone dan blackberry, biasanya saya meletakkan dua ponsel saya tersebut di dekat keyboard. Dari dua benda tersebut saya bisa menghubungi suami dan anak-anak saya tercinta.

Sunday, July 10, 2011

Stop Penggunaan Kata Autis Sebagai Olok-Olokan

Saya pikir saya harus menuliskan ini; tentang arti sebuah kata, autis. Berawal dari seringnya saya mendengar orang-orang menyebut kata autis sebagai satu candaan atau bahan olok-olokan di antara kita. Entah itu dalam percakapan sehari-hari atau dalam komentar-komentar di dunia maya. Saya jadi gerah dibuatnya.

Saya yakin, kata autis yang digunakan sebagai bahan candaan itu berasal dari kata autisme. Lalu, apa arti kata autisme itu sendiri? Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas, dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Jadi, autisme bukanlah penyakit, melainkan suatu kondisi. Bukan penyakit, melainkan suatu gangguan perkembangan yang terjadi pada seorang individu. Saya tidak akan membahas autisme secara detil dan ilmiah. Melalui tulisan ini, saya hanya mengimbau teman-teman untuk tidak lagi menggunakan kata autis sebagai bahan olok-olokan. Stop!

Secara umum, orang-orang memandang penderita autis adalah orang yang sibuk dengan dunianya sendiri, tidak bisa bersosialisasi, tidak bisa berkomunikasi dengan lingkungannya. Ya, sebagian pandangan itu benar. Akan tetapi, pernahkah terpikir oleh teman-teman bahwa mereka tidak pernah mau dilahirkan dengan kondisi seperti itu? Suatu kondisi yang kita anggap beda dengan kebanyakan kita. Suatu kondisi yang pelik dan terkadang sulit dipahami oleh sebagian besar kita juga.

Pernahkah teman-teman memposisikan diri sebagai orangtua anak dengan autisme? Tahukah teman-teman perasaan mereka? Sekali-kali teman-teman tempatkanlah diri teman-teman di posisi mereka. Sekali saja, resapi. Saya yakin, setelah itu teman-teman tidak akan menggunakan lagi kata autis sebagai bahan candaan atau olok-olokan.

Sedikit saja saya ulas, bahwa autisme sendiri masih menjadi perbincangan di kalangan ilmu-ilmu terkait. Berbagai teori tentang penyebab dan pengobatan (terapi) masih sering diperbincangkan. Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya gangguan dalam enam bidang yaitu:
1. interaksi sosial
2. komunikasi (bahasa dan bicara)
3. perilaku-emosi
4.pola bermain
5.gangguan sensorik-motorik, dan
6.terlambatnya perkembangan.

Kita tahu, kebanyakan anak-anak dengan autisme menyukai suatu pola repetitif tertentu. Misalnya, duduk sambil memajukan dan memundurkan badannya berulang-ulang, tiada henti memutar-mutar jarinya di dalam gelas, atau perilaku berulang lainnya. Selain itu, mereka kadang terikat pada suatu perilaku obsesif. Misalnya, suka sekali mengurutkan mainannya menjadi suatu barisan, menempatkan segala sesuatunya pada tempat-tempat tertentu dan tidak boleh berubah, atau dalam kegiatan makan memiliki pola urutan tertentu yang tidak boleh diganggu. Apabila dua bentuk perilaku tersebut (repetitif dan obsesif) terganggu, bisa jadi anak-anak ini marah dan tidak terkendali emosinya. Selain itu, kesulitan berkomunikasi yang mereka alami menyebabkan mereka seperti terisolasi dalam dunianya sendiri.

Orangtua mana yang tidak sedih melihat kondisi anaknya seperti itu? Jadi, alih-alih membuat hal ini semakin buruk, lebih baik kita sama-sama sosialisaikan hal ini; stop penggunaan kata autis sebagai bahan olok-olokan. Saya dengan jaringan saya, teman-teman dengan jaringan teman-teman. Jika satu orang menyebarkan hal ini ke sekian banyak orang lain, semoga semakin banyak orang yang menghentikan kebiasaan buruk ini. Dengan demikian, kita telah berempati kepada sesama. Kita telah berbuat baik kepada mereka.

Lalu, kenapa tidak kita mulai dari sekarang?