Sunday, July 31, 2011

Dari Batas Hidup dan Mati Seorang Anak

"Bawa, bawa, bawa...." suara itu mengejutkan saya yang lagi ada di dalam rumah. Suara jeritan histeris seorang wanita yang entah kenapa terdengar begitu memilukan. Saya langsung ke luar, menuju arah suara tersebut. Saat itu, saya lihat suami saya yang sedang berada di halaman depan rumah juga berlari ke arah suara tadi. Yang kami lihat berikutnya sungguh mengerikan...seorang anak sedang berada di antara batas hidup dan mati.

"Bawa atuh...bawa....ka dokter," suara yang tadi kami dengar histeris sekarang melemah, memelas, tipis harapan. Wanita ini, kami yakin adalah ibu dari anak yang sedang berada di garis batas kehidupan tadi. Bajunya basah, sama basahnya seperti anak yang sedang digendong seorang laki-laki yang berusaha menolongnya. Dua, tiga kali laki-laki itu menghembuskan napas bantuan, anak itu bergeming, tetap terkulai lemas dengan seluruh kulit membiru dan mulutnya berbusa.

Dari yang kami dengar, anak ini jatuh ke kolam ikan di halaman belakang rumahnya. Ibunya sedang memasak ketika ia bermain-main di dekat kolam itu. Selanjutnya, bagaimana kecelakaan itu terjadi kami tidak tahu. Yang pasti, kejadian siang kemarin membuat kami sadar akan beberapa hal. Bukan hanya syukur nikmat atas karunia anak yang telah Allah berikan kepada kami, tapi ini juga merupakan peringatan kepada kami sebagai orangtua untuk lebih berhati-hati.

Di atas sepeda motor yang sudah siap melaju menembus jalan raya Cicurug, Sukabumi, anak itu digendong oleh seorang laki-laki yang mencoba menolongnya, menyambungkan tali kehidupan yang hampir putus. Sebelumnya, anak tersebut dibalikkan tubuhnya, kami yakin, ia berusaha mengeluarkan air yang tampaknya cukup banyak tertelan oleh si anak. Setelah dibalikkan, tubuh anak itu dimiringkan dan dua tau tiga orang bergantian memberi pertolongan pertama lewat napas buatan.

Si ibu masih menangis pilu, ia terus saja berkata, "Bawa, bawa atuh....buru bawa ka dokter." Sesekali ia menjerit histeris sambil menarik-narik rambutnya. Berputar-putar, maju, mundur, sambil terus menangis meraung-raung. Saya ingin sekali memeluknya. Sementara itu, suami saya beberapa kali maju dan mundur menghampiri anak itu. Ada yang kurang tepat memang pada pertolongan itu, saya tahu suami saya ingin menarik anak itu, membaringkannya, lalu menekan dadanya, dan memberi napas bantuan, tapi ia ragu.

Situasi dan kondisi panik yang ada kala itu membuat kami urung membantu. Mendengar jerit tangis si ibu yang terus menerus memohon agar anaknya segera dibawa ke dokter, kami yakin akan pemikiran ibu itu bahwa ia menginginkan anaknya segera dibawa ke tempat pertolongan yang pasti. Di sisi lain, orang-orang di sekitarnya justru ingin memberi pertolongan pertama terlebih dahulu sebelum dibawa ke dokter.

Anak itu masih membiru dan terkulai lemas dalam gendongan. Kami lihat bola mata anak itu masih di bawah, masih ada harapan, ucap kami. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya anak tersebut menunjukkan reaksi dan setelah itu barulah ia dibawa ke dokter. Kami hanya bisa berdoa semoga ia selamat.

Sebelumnya, ketika si ibu masih saja menjerit-jerit menangis, seorang ibu lain berkata kepadanya, "Kumaha sih, Neng?....keur naon emang tadi? naha atuh ninggalkeun budak sorangan kitu? aduh, Neng....Neng..." Ah tidak, dalam kondisi seperti itu masih saja si ibu disalahkan. Kasihan. "Mana ada sih orangtua yang pengen anaknya celaka?" gerutu saya dalam hati. "Udahlah.....biar ini jadi pelajaran buat kami semua. Kalau emang mau nanya, nanti ketika keadaan sudah tenang dan harus baik-baik nanyanya," saya geregetan sama ibu yang nyalahin tadi.

Anak itu akhirnya dibawa ke dokter, kami kembali ke dalam rumah. Kemarin memang kami berdua mengunjungi nenek di Sukabumi, tanpa anak-anak. Saya yakin, pikiran kami masing-masing langsung tertuju ke anak-anak kami. Beberapa detik kemudian saya sudah terhubung dengan telepon rumah, ada si Mbak pengasuh yang mengangkat telepon, dari kejauhan saya dengar suara anak-anak berteriak, "Ibu....Ibu....kakak mau ngomong sama Ibu..." Hati saya berdesir ingin menangis. Kejadian hari itu memberi pelajaran berharga buat semua yang menyaksikan, khususnya bagi kami berdua.
***

Setelah melihat kejadian kemarin, saya dan suami saya sedikit berbincang-bincang. Tentang betapa minimnya pengetahuan masyarakat kita akan pertolongan pertama pada kecelakaan. Entah ini salah siapa? Pemerintah kah atau justru masyarakat kita sendiri yang kurang aktif mencari tahu informasi-informasi tersebut. Untuk beberapa kalangan seperti ibu-ibu rumah tangga yang saya ceritakan di atas, saya maklum. Nah tapi, harusnya pemerintah memikirkan gimana caranya mensosialisasikan cara2 P3K ini kepada ibu-ibu rumah tangga. Kenapa? Ya karena yang ada di rumah dan mendampingi anak-anak adalah kaum ibu toh? Saya tidak tahu, apa posyandu atau puskesmas udah optimal fungsinya. Saya pikir, keduanya harusnya ga cuma sebagai lembaga yang menyediakan layanan kesehatan sebagai bentuk kuratif, tapi lebih jauh dari itu seharusnya keduanya juga memberi pengetahuan-pengetahuan preventif. saya pikir banyak kecil namun penting bisa disampaikan ke masyarakat. entahlah...

terakhir, terkait dengan cerita di atas, saya ingin berbagi sedikit informasi tentang CPR, silakan klik link ini.


Gambar di bawah ini saya ambil dari Google.



Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.

15 comments:

ansopiy said...

Saya dulu pernah ikutan PMR jaman sekolah dulu.. tp lupa2 inget nih pelajaran dulu itu. Postingannya mengingatkan saya kembali.. Hehe :D

Putri Baiti Hamzah said...

Hmmm...slalu terharu liat 'gelisah' sang ibu ktika jauh dari buah hatinya.

Poin 1: ibu2 yg ngoceh seolah menyalahkan tadi tipikal mereka yang panik dan seringnya tipe seperti ini mengurai sebab sehingga terjadi akibat. Bentuk kepedulian yg sangat tidak baik untuk ditiru.

Poin 2: Betul sekali,minimnya pengetahuan tentang bagaimana memberikan pertolongan pertama memberi peluang untuk terjadinya hal2 yang tidak diinginkan,karena,nggak jarang jarak antara TKP dan balai pengobatan itu berjauhan.

Nice Share,kak^^

Lyliana Thia said...

Ya Allah ... lalu gmana kabarnya anak itu skrg Mbak?

Sungguh qta harus hati2 dan cepat tanggap atas bahaya yang bisa terjadi sama anak2... dan terlebih lagi, semoga qta dihindarkan dari bahaya dan kecelakaan apapun... Amin ya Rabb...

Mohon maaf lahir batin Mbak Rifka.. selamat menunaikan ibadah puasa utk Mbak RIfka dan keluarga.. :-)

Lidya said...

yang saya tahu di posyandu tidak pernah diajarkan teknik CPR ini mbak, sayang sekali ya padahal ini penting sekali.
Selamat menunaikan ibadah puasa ya mbak

Ajeng Sari Rahayu said...

saya rasa penyuluhan tentang hal2 seperti ini pasti sangat bermanfaat. kalau saya di sana tentu saja saya juga pengen nolong dan bingung mbak. terlebih saya sendiri juga nggak tahu persisnya CPR nih kayak gimana. okelah saya pernah liat di tv maupun sekarang baca prosesnya di blog mbak. tapi tetep rasa takut pas mraktekin pasti ada. Semoga semuanya kembali normal dan kita semua ada dalam lindunganNya.

Unknown said...

Ansopiy: iya, Mas, di PMR emang diajarin. sama2, kita saling ngingetin ya...
Putri Baiti Hamzah: makasih ;)
Lyliana Thia: alhamdulillah anak itu masih ketolong, Mbak...alhamdulillah.
Lidya: ooh...begitu ya? hmm...nanti kalo Mbak Lidya ke posyandu bilang sama petugasnya ya..usul aja. met puasa jg ya, Mbak.
Ajeng: jujur, kami ga nolong karena takut disalahin. kami ga kenal ibu yg kena musibah itu, jadi kami pikir dia ga akan percaya kami. harusnya ga gitu ya? hiks...

Life In Mono said...

thank God he's fine ... :)

Muhamad Ratodi said...

masalah sosialisasi P3K seenranya saya yakin pemerintah dan segala pihak (sekolah dsb)sudah sedikit anyak membekali ke masyarakat.. cuma ya itu..entah penyampaian yang kurang menarik ato emang masyarakatnya juga masih menganggap sepele masalah p3k itu...

Maslow pernah bilang, kebutuhan manusia itu seperti segitiga, dimana kebutuhan dasarnya adalah ekonomi... selama ini elum terpenuhi, kebutuhan lain seperti informasi, pengetahuan yang cukup, rasa aman cenderung akan diabaikan..dan dikalahkan.. tapi andai semua orang punya pola pikir seperti mak rifka dan suami..:)

kettyhusnia said...

ya,..saya pun akhirnya jadi tertegur atas kisah di atas mbak,..sebenarnya mungkin bukan salah pemerintah tapi kita sebagai orang tua memang baiknya selalu menyiapkan diri atas hal2 terburuk yg tak terduga. Seperti misalnya senantiasa waspada pada keadaan kompor yg masih menyala atau posisi tempat tidur dan juga perabotan rumah yg berbahaya lainnya. Semua itu adalah tugas kita utk belajar mencari ilmu ttg P3K... salam ramadhan Mbak,..maafkanlah segala kesalahan saya juga :)

Andi AF Studio said...

assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh..

buat semua teman-teman bloofers, saya mohon maaf lahir dan batin atas setiap kesalahan kecil maupun besar yang pernah saya lakukan, baik yang saya sadari atau yang tidak saya sadari sama sekali, dan dari sikap, komentar, maupun postingan yang bikin gak enak hati teman-teman.. :) sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya, semoga puasa kita di Ramadhan kali ini benar-benar lulus dari segala ujian dan diberi kekuatan juga kesehatan, amiiiin...
www.andyonline.net

M. Hudatullah said...

hmmm.. aku malah ga ngerti sama skali ma CPR. harus cari tahu nih...

Unknown said...

Life in Mono: iya, Mbak, alhamdulillah dia selamat.
Todi: wah iya, maslow ya? he...hampir lupa ;p
Kettyhusnia: salam ramadhan...met puasa yach.yup, kejadian kemaren bener2 pelajaran buatku. moga kita bisa ambil hikmahnya.
Andy: sama2, Mas, met puasa yach..
Huda: ayo, cari tau dengan jarimu!

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" said...

saya sendiri malah ga tau sama sekali kalo ada korban kayak gitu. hehhehe

Life In Mono said...

hah ? kok manggil mbak seeeh ? ini gue lagiiii ...judul blog gue ganti , mbak rifka...

Unknown said...

Wuri: gkk...lo ga mau dipanggil Mbak? gue panggil mas aja yach? hahaha...gue pikir lo sohib baru di dunia HitamPutih gue. sori yak.