Ada banyak cerita dari meja kerja kita. Inilah cerita saya.....
Meja kerja saya terletak di sudut ruangan. Di sebelah kanan saya ada kaca jendela yang menghubungkan antara dunia saya dengan dunia luar. Ada vertical blind yang melindungi saya dari sengatan cahaya matahari. Vertical blind yang sewaktu-waktu biussa saya tarik talinya hingga tersingkap semua pemandangan di luar jendela itu. Dari jendela ini saya bisa melihat bangunan kampus sebuah perguruan tinggi terkenal. Bisa pula saya melihat pepohonan baik yang terawat maupun liar. Sedikit saya bisa melihat kondisi lalu lintas, dari jendela ini pula.
Di bagian kanan meja saya ada satu unit telepon berwarna putih. Melalui benda ini saya mendapatkan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah. Melalui benda ini saya pun bisa menyampaikan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah.
Ada tumpukan kertas terlihat di sebelah telepon tersebut. Bagi saya kertas itu melambangkan tanggung jawab saya. Data-data yang ada di sana, informasi yang terkandung di dalamnya, rahasia yang tak terlihat darinya, semua itu adalah tanggung jawab saya.
Di atas tumpukan kertas itu ada si buku biru. Buku kecil yang berisi nomor-nomor telepon yang sering saya hubungi. Nomor-nomor relasi kerja saya, simbol kecil jaringan kerja yang saya miliki.
Di depan pesawat telepon ada kotak hijau telor asin. Berbagai hal ada di situ. Paper klip, staepless, perforator, post it, dua buah stempel, dan isi staepless. Benda-benda kecil itu, meskipun mereka kecil, tapi fungsi mereka kadang luar biasa. Jadi, saya tidak akan menyepelekan benda-benda kecil yang ada di kotak hijau telor asin itu.
Di bagian kanan meja saya ini, di sebelah kotak hijau telor asin, saya letakkan sebuah tempat pensil anyaman dengan risleting ulir-ulir melingkar. Pemberian teman dekat saya, oleh-oleh dari Cianjur. Tempat pensil itu, meski kecil, sangat berarti bagi saya. Maknanya lebih dari sekadar tempat pensil yang unik, ia adalah tanda persahabatan kami. Tanda ingatan teman saya kepada saya.
Di sebelah tempat pensil itu ada kalkulator. Benda ajaib ini selalu saya andalakan jika saya bertemu dengan angka-angka. Tak terhitung berapa kali saya memencet-mencet tombolnya, ia setia, selalu memberikan jawaban yang saya minta.
Di bawah kalkulator itu saya letakkan buku kecil berwarna hitam. Itulah album kartu nama relasi-relasi kerja saya. Simbol silaturahim yang terjalin antara dunia saya dengan dunia luar.
Tepat di depan kotak hijau telor asin ada sebuah benda bermotif batik. Itulah tempat alat-alat tulis saya. Tempat ini pemberian dari adik saya yang beberapa tahun lalu bermukim di Yogyakarta. Meski hanya memiliki diameter yang tak seberapa, namun ia mampu menampung beberapa benda dengan fungsinya masing-masing.
Di tempat alat tulis itu ada beberapa bolpoin, pensil, penggaris, gunting, spidol, karet, tip ex, dan sebuah hiasan bunga mati; tulip merah.
Di dekatnya ada sebuah kartu bergambar depan beruang lucu. Di dalamnya tertulis, "Thanks for being care." Ya, sebuah kartu dari seorang teman....ada cerita dari kartu itu. Cerita yang takkan terhapus meski nanti kartu tersebut menjadi lusuh atau tak secantik awalnya.
Kartu itu berada di tengah, di antara dua benda lain yang mengisi bagian kanan meja kerja saya. Benda tersebut adalah thumbler dan tissue. Mereka berdua bukan hanya berfungsi sebagai pengapit kartu, tapi juga sebagai penampung energi bagi saya (thumbler) dan penyeka air, kotoran, dan luka bagi siapapun yang mampir ke meja saya (tissue).
Di hadapan meja saya ada sebuah kursi. Tersedia bagi siapapun yang datang dengan keluh kesah, pertanyaan hebat, pertanyaan remeh temeh, basa basi, amarah, penghargaan, pengharapan, wejangan, dan tentu saja, tugas-tugas dan tanggung jawab. Kursi itu menjadi saksi banyak tawa, canda, tangis, dan lara. Menjadi saksi penunaian sebuah kewajiban dan tanggung jawab dari saya sebagai orang yang diberi amanah untuk membantu orang-orang yang duduk di kursi tersebut.
Di bagian kiri, ada sebuah kalender meja, satu set komputer, secarik post it yang saya tempel di mintor komputer, sebuah hiasan dari teman sebagai oleh-oleh dari Malaysia, dan sebuah cangkir putih dengan motif garis-garis yang saya dapatkan dari sebuah maskapai asing. Cangkir tersebut saya gunakan untuk meletakkan beberapa benda kecil seperti trigonal clips.
Bagi saya, kalender meja itu bukan sekadar angka pengingat. Bukan sebagai penunjuk hari, bulan, dan tahun. Lebih dari itu, bagi saya ia adalah cerminan waktu. Bagaimana saya menghabiskan hari-hari dalam kalender tersebut dengan hal-hal berguna. Seperti itu maknanya.
Satu set komputer. Tentu saja, kotak ajaib ini memang benar-benar ajaib. Pekerjaan saya bisa beres melaluinya. Sebuah informasi kecil bisa langsung tersebar ke seluruh cabang adalah karena ia. Kotak itu bukan sekadar penyimpan data, tapi sebagai gambaran langkah-langkah apa yang sudah saya tempuh waktu-waktu ke belakang.
Mengenai post it, tulisan dalam post it yang saya tempel itu adalah:
"Faidza 'azzamta fa tawakkal 'alallah."
dan
"Hidup itu melukis, bukan menghitung"
Betul, dua kalimat favorit saya. Terakhir, di bawah kalimat tersebut, saya tuliskan pula "Cheers..."
Sebab, saya sudah terlalu kecanduan gadget seperti handphone dan blackberry, biasanya saya meletakkan dua ponsel saya tersebut di dekat keyboard. Dari dua benda tersebut saya bisa menghubungi suami dan anak-anak saya tercinta.
Meja kerja saya terletak di sudut ruangan. Di sebelah kanan saya ada kaca jendela yang menghubungkan antara dunia saya dengan dunia luar. Ada vertical blind yang melindungi saya dari sengatan cahaya matahari. Vertical blind yang sewaktu-waktu biussa saya tarik talinya hingga tersingkap semua pemandangan di luar jendela itu. Dari jendela ini saya bisa melihat bangunan kampus sebuah perguruan tinggi terkenal. Bisa pula saya melihat pepohonan baik yang terawat maupun liar. Sedikit saya bisa melihat kondisi lalu lintas, dari jendela ini pula.
Di bagian kanan meja saya ada satu unit telepon berwarna putih. Melalui benda ini saya mendapatkan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah. Melalui benda ini saya pun bisa menyampaikan banyak informasi, basa basi, komplain, uneg-uneg, tangisan, amarah.
Ada tumpukan kertas terlihat di sebelah telepon tersebut. Bagi saya kertas itu melambangkan tanggung jawab saya. Data-data yang ada di sana, informasi yang terkandung di dalamnya, rahasia yang tak terlihat darinya, semua itu adalah tanggung jawab saya.
Di atas tumpukan kertas itu ada si buku biru. Buku kecil yang berisi nomor-nomor telepon yang sering saya hubungi. Nomor-nomor relasi kerja saya, simbol kecil jaringan kerja yang saya miliki.
Di depan pesawat telepon ada kotak hijau telor asin. Berbagai hal ada di situ. Paper klip, staepless, perforator, post it, dua buah stempel, dan isi staepless. Benda-benda kecil itu, meskipun mereka kecil, tapi fungsi mereka kadang luar biasa. Jadi, saya tidak akan menyepelekan benda-benda kecil yang ada di kotak hijau telor asin itu.
Di bagian kanan meja saya ini, di sebelah kotak hijau telor asin, saya letakkan sebuah tempat pensil anyaman dengan risleting ulir-ulir melingkar. Pemberian teman dekat saya, oleh-oleh dari Cianjur. Tempat pensil itu, meski kecil, sangat berarti bagi saya. Maknanya lebih dari sekadar tempat pensil yang unik, ia adalah tanda persahabatan kami. Tanda ingatan teman saya kepada saya.
Di sebelah tempat pensil itu ada kalkulator. Benda ajaib ini selalu saya andalakan jika saya bertemu dengan angka-angka. Tak terhitung berapa kali saya memencet-mencet tombolnya, ia setia, selalu memberikan jawaban yang saya minta.
Di bawah kalkulator itu saya letakkan buku kecil berwarna hitam. Itulah album kartu nama relasi-relasi kerja saya. Simbol silaturahim yang terjalin antara dunia saya dengan dunia luar.
Tepat di depan kotak hijau telor asin ada sebuah benda bermotif batik. Itulah tempat alat-alat tulis saya. Tempat ini pemberian dari adik saya yang beberapa tahun lalu bermukim di Yogyakarta. Meski hanya memiliki diameter yang tak seberapa, namun ia mampu menampung beberapa benda dengan fungsinya masing-masing.
Di tempat alat tulis itu ada beberapa bolpoin, pensil, penggaris, gunting, spidol, karet, tip ex, dan sebuah hiasan bunga mati; tulip merah.
Di dekatnya ada sebuah kartu bergambar depan beruang lucu. Di dalamnya tertulis, "Thanks for being care." Ya, sebuah kartu dari seorang teman....ada cerita dari kartu itu. Cerita yang takkan terhapus meski nanti kartu tersebut menjadi lusuh atau tak secantik awalnya.
Kartu itu berada di tengah, di antara dua benda lain yang mengisi bagian kanan meja kerja saya. Benda tersebut adalah thumbler dan tissue. Mereka berdua bukan hanya berfungsi sebagai pengapit kartu, tapi juga sebagai penampung energi bagi saya (thumbler) dan penyeka air, kotoran, dan luka bagi siapapun yang mampir ke meja saya (tissue).
Di hadapan meja saya ada sebuah kursi. Tersedia bagi siapapun yang datang dengan keluh kesah, pertanyaan hebat, pertanyaan remeh temeh, basa basi, amarah, penghargaan, pengharapan, wejangan, dan tentu saja, tugas-tugas dan tanggung jawab. Kursi itu menjadi saksi banyak tawa, canda, tangis, dan lara. Menjadi saksi penunaian sebuah kewajiban dan tanggung jawab dari saya sebagai orang yang diberi amanah untuk membantu orang-orang yang duduk di kursi tersebut.
Di bagian kiri, ada sebuah kalender meja, satu set komputer, secarik post it yang saya tempel di mintor komputer, sebuah hiasan dari teman sebagai oleh-oleh dari Malaysia, dan sebuah cangkir putih dengan motif garis-garis yang saya dapatkan dari sebuah maskapai asing. Cangkir tersebut saya gunakan untuk meletakkan beberapa benda kecil seperti trigonal clips.
Bagi saya, kalender meja itu bukan sekadar angka pengingat. Bukan sebagai penunjuk hari, bulan, dan tahun. Lebih dari itu, bagi saya ia adalah cerminan waktu. Bagaimana saya menghabiskan hari-hari dalam kalender tersebut dengan hal-hal berguna. Seperti itu maknanya.
Satu set komputer. Tentu saja, kotak ajaib ini memang benar-benar ajaib. Pekerjaan saya bisa beres melaluinya. Sebuah informasi kecil bisa langsung tersebar ke seluruh cabang adalah karena ia. Kotak itu bukan sekadar penyimpan data, tapi sebagai gambaran langkah-langkah apa yang sudah saya tempuh waktu-waktu ke belakang.
Mengenai post it, tulisan dalam post it yang saya tempel itu adalah:
"Faidza 'azzamta fa tawakkal 'alallah."
dan
"Hidup itu melukis, bukan menghitung"
Betul, dua kalimat favorit saya. Terakhir, di bawah kalimat tersebut, saya tuliskan pula "Cheers..."
Sebab, saya sudah terlalu kecanduan gadget seperti handphone dan blackberry, biasanya saya meletakkan dua ponsel saya tersebut di dekat keyboard. Dari dua benda tersebut saya bisa menghubungi suami dan anak-anak saya tercinta.
20 comments:
suasana kerja yang menyenngkan... tapi untuk kurang srek huahaha soalnya saya tergolong hyperaktif suka pecicilan .. well bersyukur dapet pekerjaan dibagian lapangan ^_^ .. hihiih
dan sekaran glebih memilih kamar sendiri untuk bekerja, ^_^
Aku juga suka kalimat penyemangat itu kak, Faidza azamta 'alallah^^
Bagi pinnya donk,hehehe
PM ya kalo boleh di putribaitihamzah@gmail.com
terlalu lama kerja di lapangan..kadang ajdi kangen kerja dibelakang meja :D
kalau ponsel sudah seperti nyawa bagi saya mbak hehehe.kemanapun dibawa walaupun saya FTM. kekamar ya ikut, ke luar kamar dibawa juga sampai ke kamar madni juga hehehe
ternyata benda2 yg terlihat biasa sehari2 masing2 punya peran yg sangat berarti yah... hmmm.. kok saya jarang perhatian sama hal2 kecil itu yah... apalagi paperclip... hehhe... selamat bertugas Mbak RIfka... Cheers!
Ah mba Rifka, jadi malu melihat meja kerjaku yg terlalu 'penuh' ini heuheu...
Indah dan bikin betah kalau meja kerja itu bersih,,meja kerja saya malah ironi Kak,,penuh dengan nota² hehehe
rapinya ruangannya mbaaa...
PS: btw blogku udah bisa dibuka lagi loooh. hahahaha
pengen bgt punya meja kerja serapi itu, meja kerjaku mah ga ada space kosong tuh mbak, slalu aja ada benda yg ngegeletak disana, tp hrs slalu kita syukuri. met kerja mbak....
dari sebuah meja kerja postingan segini panjang, gak salah kalau dari sebuah perjalanan terciptalah sebuah buku "Hitam Putih" :)
rapi dan semuanya mudah terjangkau tangan membuat semangat!! ^_^
rapi bener mbak meja kerjanya.
klo post it gue "kerja woy!" karena sering browsing kemana-mana. ghahahahaha.
hai mbak, salam kenal :)
bener mbak, kalo semuanya rapi semuanya jadi lebih enak kalo kerja
www.urkhanblog.com
ditunggu loh folbeknya mbak :)
Kadang kepingin juga punya meja kerja kek gitu, tapi gag mungkin juga. Wong kerjanya aj dilapangan.
Saya suka dengan kerapian mejanya Mbak.
Salam.. .
hikss..ini dulu meja kerjaku...tapi dulu meja itu kaya benteng takeshi..banyak kertasnya...kalo sore enak banget liat keluar sambil ngeteh atau ngopi...kalo pulang bisa memantau kemacetan dari kaca itu...
all: makasih komennya. ga bisa bales satu per satu...waktu terbatas =p
aih..ini side kerja yang paling saya suka. Saya pernah dapat yang beginian sewaktu kerja praktik dulu di sebuah lab penelitian terpadu. semoga suatu saat nanti saya punya side kerja yang beginian, yang bisa lihat view ke luar untuk sekedar refresh dari kejenuhan :)
yup..meja kerja menyimpan berbagai cerita.. karna kita menghabiskan banyak waktu kita dengan meja kerja kita...
thx ya uda berkunjung ke blog aq..
aq ijin follow..thx
a note that says: thanks for being care.... means alot bgt tuh memang...
makasih byk mbak!
Ai: amiin...aku doakan.
Mas Batz: kembali kasih...
Dwi: hey, Non!
Post a Comment