Friday, June 24, 2011

Tentang Pasangan Kita

Seperti biasa, jam istirahat di restroom wanita selalu terjadi percakapan dan percakapan. Berikut ini cuplikan percakapan saya dengan seorang teman yang baru saja menikah tiga bulan lau:

Saya: "Hey, kamu bagus deh pake baju itu. Cocok. Pas dengan badan dan karaktermu."
Mendengar saya mengucapkan itu, teman saya tidak langsung menjawab, tapi memandang saya dengan penuh keheranan. Setelah beberapa detik terheran-heran, dia lalu menjawab.
"Mbak, tau nggak, yang Mbak Rif omongin itu sama persis sama yang (mendiang) papa omongin ke aku. Persis, Mbak."

Saya: "Oya? Tuh kan, berarti bukan cuma aku kan yang bilang gitu. Bener, kamu cocok pake baju itu. Pake baju itu terus aja hahaha..."
Teman saya:"Yeee..... ^_^ Dulu nih ya, Mbak, seringnya setiap mau berangkat kerja, papa komentarin bajuku. Jangan pake baju ini, pake yang ini aja, jilbabnya ga cocok tuh sama bajunya, atau apa aja deh komen tentang pakaianku. Sekarang, suamiku boro2-boro deh, Mbak. Aku tanya, "Mas, aku pake baju yang ini atau yang ini ya? (sambil menunjukkan dua baju)" dia cuma jawab, "Terserah kamu." Huh, sebel."

Lalu dia juga menceritakan satu dua perbedaan sang suami dengan ayahnya. Lalu saya jawab, "Hey, justru itu, Allah mengirimkan dia untukmu. Supaya hidupmu lebih berwarna. Kalau semuanya seperti yang kamu mau, hidupmu akan terasa datar. Justru di hal-hal seperti inilah nanti terjadi komunikasi dan saling mempengaruhi antarpasangan. Kamu maunya diperlakukan seperti itu, mungkin dia belum mengerti. Kalian baru menikah tiga bulan toh?"

Setelah percakapan itu, saya jadi ingat percakapan lain dengan seroang teman yang lain. Kata teman saya, "Gue udah nikah hampir sepuluh tahun, Rif, tapi tetep, masih ada aja yang ga gue ngerti dari bini gue."

Ya, jangankan teman saya yang baru tiga bulan, atau saya yang baru hampir empat tahun, bahkan teman saya yang sudah menikah hampir sepuluh tahun pun seperti itu. Mengenal pasangan memang ada seninya. Kadang kita ga bisa memaksakan cara kita ke pasangan kita. Sebab, pada hal-hal tertentu seharusnya kita tidak mengubah pasangan kita menjadi orang yang berbeda. Biarlah dia berkembang menjadi dirinya sendiri sama seperti kita yang juga harus berkembang menjadi diri kita sendiri. Perpaduan antara kita dan pasangan itulah yang membentuk harmoni rumah tangga. Indah.

Saya orang yang suka merencanakan segala sesuatu sampai detil. Suami saya orangnya spontan. Berbeda kan? Tapi kami menikmatinya. Dari perbedaan ini kami saling belajar. Suami saya belajar bagaimana mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Hal ini dia terapkan juga di tempat kerjanya. Lalu saya, saya belajar bagaimana menikmati spontanitas yang kadang memang membuat hidup lebih hidup! Jadi, sekarang kebiasaan saya uring-uringan kalau segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, berkurang.

Kemudian, saya juga jadi ingat. Suatu ketika, sepulang kerja kami (saya dan suami) sama-sama duduk di tangga di dekat dapur. Sedikit berbincang-bincang tentang hari kami. Lalu saya beranjak menawarinya kopi. Saya ambil sesachet kopi instan kesukaannya, saya sobek sedikit bagian pinggirnya. Lalu saya dengar dia berkata, "Kamu gitu ya, Hon, nyobeknya? Kenapa ga semua aja kamu sobek?" Tanyanya keheranan. Ternyata dia memperhatikan saya. Ternyata juga caranya membuka sachet kopi adalah dengan membuka semua bagian atas sachet tersebut, berbeda dengan saya yang hanya membuat sobekan kecil saja.

Dia lalu bertanya, mengapa saya membukanya seperti itu. "Supaya kalau misalnya aku lagi mau nyeduh kopi terus kesenggol anak-anak atau ga sengaja aku tumpahin, tumpahnya cuma di satu titik aja. Titik kecil. Kalau dibuka semua nanti area tumpahannya lebih lebar." Jawab saya. Katanya lagi, "Sampe sedetil itu kamu mikirin, Hon? Aku sih yang simpel-simpel aja."

Yang ingin saya sampaikan adalah, perbedaan antara pasangan itu wajar. Perbedaan kecil atau besar, semuanya pasti ada. Bagaimana tidak, kita pun dibesarkan dengan dua lingkungan yang berbeda toh? Jadi wajar kalau pola pikir dan kebiasaan itu berbeda. Dari anatomi tubuh saja pria dan wanita memang berbeda kan? Bagai alu dan lesung, pria dan wanita saling melengkapi. Setuju nggak?

Jadi, jangan ribut lagi sama pasangan karena perbedaan kebiasaan ya?! Kalau memang kita mau mengubah kebiasaan buruk pasangan kita menjadi kebiasaan baik. Ubahlah dengan cara yang baik pula. Ingat, pasangan kita bukanlah bayangan kita dalam cermin, jadi dia tidak harus sama dengan kita. Karena menikah adalah ibadah, camkan dalam diri kita bahwa pasangan kita adalah rekan kita seperjalanan dalam beribadah menggapai ridho Allah.

20 comments:

Dailynomous said...

wah bab munakahat aku belum sampai situ nih tapi aku menyimpulkan setiap pasangan saling melengkapai, kalo gak salah dalam Quran ada bunyi seperti ini :

sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

mohon maaf sebelumnya hihihihi

cikalananda said...

Pasangan yg indah adalah yg soleh/ah.. Amiiin.. Semoga..

Enny Law said...

ahh, iya..sayangnya banyak pasangan yang jadiin itu alesan buat cerai.. >_<

Gulunganpita said...

Perbedaan itu romantis ^_^
#gelagatpengennikah

Tulisannya bagus mbak. lepas. Pesannya nyampe. Kalo saya mana bisa seperti ini..

tertanda,

gulunganpita

ps. sudah saya follow. follback ya mbak. Makasih

Kang Sofyan said...

Perbedaan itu rahmat lo..hehe

Tarry Kitty said...

Kata kyai yang menikahkan saya "Nikah itu bukan cari teman tapi cari musuh"
Mungkin yang di maksud dari kata2 itu seperti yang mbak Rifka tulis ini. Perbedaan tak menjadikan sbgi bahan pertengkaran tapi keharmonisan. xixixixii
sok pinter

emon said...

justru karna perbedaan2 itu memberikan kita pelajaran hidup untuk bisa mengerti toleransi, berdiskusi, menyatakan pendapat tanpa menyakiti sama lain, mengerti.bukan begitu???
*bener gak si LOL

Muhamad Ratodi said...

sepakat banget sama tulisan mbak rifka...
sayapun memasuki 4 tahun pernikahan masih mesti banyak belajar dan memahami pasangan saya...

pernikahan itu adalah saling belajar satu sama lainnya..dan tak akan habis yang namanya pembelajaran tersebut...

Jin Kinjeng said...

wah berarti beda denganku mba, sobat2 disini, kalo menurut aku.:

Hidup Itu Satu Warna
Tapi penuh Arti .


gimana menurut mba?
mba tau gak maksud saya :D ,heheheh ckckckckc
nanti aku balik lagi kesini ahh.. ikut share bareng2 :P

Ajeng Sari Rahayu said...

Kalau saya ngrasanya dengan kakak saya yang laki-laki mbak, yang dikeluarga kandung aja ibaratnya kita menyesuaikan diri-saling ngerti dan paham. Apalagi dengan suami yang baru berjalan beberapa bulan atau tahun mungkin. Tentu saja perlu proses. Bener2 banyak belajar sekarang,

Lyliana Thia said...

Mba Rifka usia pernikahan hampir 4 tahun ya? Sama dong Mba... ^_^

Aku yg baru baca sampe sepertiga postingannya udah ancer2 mau komen, "jangankan yg 3 bulan, yg 4 tahun saja msh sering nggak ngertinya"

eh ternyata teman Mba RIfka ada yg lebih lama, 10 tahun! Yaaa.... skrg aku nggak berusaha terlalu keras lg utk mengerti... klo gak ngerti yaah he's just the way he is... small problems doesn't matter anymore... Insya Allah...

makasih sharing nya yah Mba ...

vitta said...

saya 13 tahun and still learning.....
insya Allah sekarang sudah lebih tau menyikapi perbedaan,
kadang bisa juga "memanfaatkan" perbedaan hehe....
salam kenal....

M. Hudatullah said...

iyaa mba'... kalau nyari yang sama persis, nikah aja sama diri sendiri, hehehehe

>>ehm, lumayan lah buat pelajaran bg yang belum nikah... nice post ^^V

Gaphe said...

ngobrol sama mbak murti ya mba rif?

Unknown said...

Brigadir Kopi: Waduh, kamu dong sharing munakahat juga. ya...?
Cikalananda: amiin.
Nyla Baker:iya, alasan klise ya sebenarnya?
Fitri'A: siap. nanti saya follow.
Sofyan: ya, rahmat dari Allah.
Tarry: wah, saya baru tau ada kyai yg bilang gitu. kyainya keren euy!
first gamut: lho koq LOL, bener koq. setuju aku.
Mas Todi: iya, romantika dan dinamika pernikahan ya, Mas?
Jin Kinjeng: bisa begitu jg koq, bergantung dari sudut mana kita melihat ^_^
Ajeng: ho oh, manusia itu kompleks...ya ga?
Lyliana: insya allah...kembali kasih :)
vitta: wow! 13 thn? perlu belajar dari Mbak Vitta nih saya. Boleh kah?
Huda: hhahahaaa...nikah sama diri sendiri?
Gaphe: betul...betul...betul...

Jin Kinjeng said...

@mba, yah kirain beda pendapat, ya udh aku tulis di blog aja ahh..

Ummul Khairi said...

mba rif, sepertinya perbedaan komunikasi itu bukan hanya yang sudah mendapat pasangan saja. Perempuan dan lelaki punya perbedaan komunikasi, perbedaan memecahkan masalah dan menekankan suatu masalah seperti apa. Tapi sekali lagi, mereka diciptakan berbeda untuk saling melengkapi, gitu kan mba? :D

hoedz said...

saya baru tahu kalo maksud Ibu saya menyobek bungkus kopi ataupun creamer bubuk sealalu bagian samping adalah supaya kalo tumpah gak meluber kemana - mana ..

saya baru tahu :)

Unknown said...

Jin Kinjeng: ahahaha....kecewa ya? maaf...tapi emang betul begitu, bergantung dari sudut mana kita melihat. oke, nanti aku main ke blogmu.
Ai: iya, perbedaan itu termasuk sunnatullah.
Hoedz: xixixiiiii.....kamu jadi inget cara ibumu buka bungkus kopi ya?

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.