minggu kemarin pengasuh si kakak pulang kampung karena kakanya nikah. saya udah wanti-wanti supaya senen pagi udah balik ke rumah saya lagi. eh dia ingkar. sumpah deh, bikin kesel banget. pasalnya, senen itu saya udah bikin janji sama kelompok tugas saya untuk nyusun rencana suatu kegiatan. janji ini udah ketunda dua minggu karena saya ribet urus penggajian dan rekrutmen. jadi, saya pikir, mumpung minggu ini senggang, ya harus minggu ini juga direalisasikan janji diskusi itu.
singkat cerita, senen pagi itu pengasuh si kakak belum datang. udah di jakarta sih dia, tapi masih di kemayoran. nah, trus dia janji berangkat jam setengah tujuh dari kemayoran menuju rumah saya di pamulang. saya pikir bisalah saya naik kereta yang jam 9.40. janji punya janji, jam sepuluh lewat lima baru sampe di rumah saya!!! waktu itu saya spaneng banget. uring2an sendiri. bingung. pengen marah2 ke dia tapi khawatir dia melampiaskan kekesalannya ke anak2 saya. jadi, saya urungkan niat saya ngomel2.
sebenernya malam senen itu saya dan suami sepakat nitipin si kakak ke Omanya, sementara si adik tetap di rumah sama pengasuhnya. tapi pagi itu pas udah mau berangkat bertiga, ga tega juga saya liat si adik yang mau ditinggal berdua doang sama pengasuhnya. ga tega misahin mereka (si kakak dan si adik). akhirnya saya putuskan untuk cuti setengah hari, mundurin janji saya yang pagi jadi ke siang hari. jadilah saya dan suami ga berangkat bareng.
keselnya lagi, saya ga keburu naik kereta ekspres yang jam 9.40. huft.....sumpah, keselllll banget. ya udah, saya pikir saya bisa naik kereta ekonomi yang jam 10.10....tapi tetep ga bisa juga. la wong si mbak baru datang jam 10 lewat lima. butuh bbrp menit buat saya cupika cupiki dulu sama anak2 saya. belum lagi nenangin si kakak yang ngadat nangis ga ngebolehin pintu pager dibuka. ya Allah....udah gitu butuh beberapa menit jg buat saya sampe ke stasiun. arghh.....udah ketinggalan kereta ekspress, ketinggalan kereta ekonomi pulak. ampuuuun....dech.
ya udin, jadual kereta berikutnya siang. ga mungkin saya nungguin itu, akhirnya saya putuskan naik angkot aja, nyambung bus, trus taksi. ealah...ndilalahnya bus ac yg saya naikin jg bikin saya kesel. ac-nya mati!!! gila, panase poll!!! sampe mau pecah nih ubun2 saya gara2 panas. panas fisik dan hati. astaghfirullah...bener2 deh hari itu, ujian bener.
Catatan-catatan dalam perjalanan saya di bumi Allah. Tentang manusia, tentang cinta, tentang kehidupan. Selamat membaca, selamat memaknai hidup dan cinta.
Wednesday, June 29, 2011
Tuesday, June 28, 2011
Perbedaan Perhitungan
Teman kami terkesima ketika suami saya menceritakan bahwa kami sudah memiliki dua anak. Teman kami ini, laki-laki, wong Semarang yang menikah dengan orang Amerika sana, sudah lebih dulu menikah dibanding kami. Kalau tidak salah, mereka menikah untuk waktu hampir lima tahun, tapi belum memiliki momongan. Bukan, bukan karena mereka belum dikaruniai anak, tapi karena hal prinsip yang mereka anut, karena pemikiran mereka, karena idealisme mereka, bahwa untuk memiliki anak itu harus siap segala-galanya, terutama materi.
Tidak dipungkiri, itu betul. Kami berdua setuju. Tapi, wah, sampai kapan kita akan mengumpulkan materi baru kemudian merencanakan memiliki anak? Waktu terus berjalan....usia kita pun berkurang, apakah materi yang kita kumpulkan akan benar-benar cukup?
Teman kami ini tinggal di Amerika. Kabar terakhir kami dapat bahwa teman kami yang wong Semarang ini belum juga mendapat Green Card. Sulit sekali katanya, ada saja persyaratan yang ternyata belum dipenuhinya. Kata suami saya, mereka berdua struggle sekali dengan kehidupan mereka. Kata saya, "Kita semua sama, Hon, struggle dengan kehidupan kita. Bedanya, kita yakin akan Allah. Kita tidak merasa sendiri menjalani hidup ini karena Allah bersama kita. Perhitungan mereka matematis, kita tidak. Itu bedanya. Ada kalanya suatu permasalahan tidak bisa diselesaikan dengan perhitungan matematis."
Lalu saya pun teringat percakapan saya dengan seorang pegawai percetakan di Jakarta. Bapak dari tiga orang anak, sebut saja namanya Pak Ahmad. Bertahun-tahun lalu, ketika saya masih duduk di semester tujuh bangku kuliah, Pak Ahmad bercerita kepada saya mengenai peghasilannya. Dia menyebutkan sebuah nominal yang mencengangkan saya. Bagaimana tidak, angka itu sama dengan angka yang saya peroleh dari orangtua saya setiap bulannya untuk biaya hidup kuliah di Bandung. Dengan angka yang sama ia harus menghidupi keluarganya di jakarta.
Mengetahui saya terkejut, Pak Ahmad menasihati saya. Intinya adalah seperti ini. Dalam menjalani hidup ini, kita harus yakin akan pertolongan Allah. Saya dan istri saya (istrinya membantu Pak Ahmad dengan berjualan makanan-makanan ringan) tidak pernah habis pikir, bagaimana kami bisa menghidupi ketiga anak kami, menyekolahkan mereka sampai sekarang. Pertanyaan itu tidak pernah bisa dijawab dengan logika karena Allah mengirimkan jawaban dan pertolongan dari arah yang tak terduga.
Kembali ke cerita tentang teman kami tadi. Meski berbeda, tapi kami saling menghargai keyakinan masing-masing. Kami dengan perhitungan dan keyakinan kami sendiri, mereka dengan perhitungan dan keyakinan mereka sendiri. Meski dengan cara yang berbeda, kami semua menjalani hari-hari kami dengan rasa tanggung jawab.
Tidak dipungkiri, itu betul. Kami berdua setuju. Tapi, wah, sampai kapan kita akan mengumpulkan materi baru kemudian merencanakan memiliki anak? Waktu terus berjalan....usia kita pun berkurang, apakah materi yang kita kumpulkan akan benar-benar cukup?
Teman kami ini tinggal di Amerika. Kabar terakhir kami dapat bahwa teman kami yang wong Semarang ini belum juga mendapat Green Card. Sulit sekali katanya, ada saja persyaratan yang ternyata belum dipenuhinya. Kata suami saya, mereka berdua struggle sekali dengan kehidupan mereka. Kata saya, "Kita semua sama, Hon, struggle dengan kehidupan kita. Bedanya, kita yakin akan Allah. Kita tidak merasa sendiri menjalani hidup ini karena Allah bersama kita. Perhitungan mereka matematis, kita tidak. Itu bedanya. Ada kalanya suatu permasalahan tidak bisa diselesaikan dengan perhitungan matematis."
Lalu saya pun teringat percakapan saya dengan seorang pegawai percetakan di Jakarta. Bapak dari tiga orang anak, sebut saja namanya Pak Ahmad. Bertahun-tahun lalu, ketika saya masih duduk di semester tujuh bangku kuliah, Pak Ahmad bercerita kepada saya mengenai peghasilannya. Dia menyebutkan sebuah nominal yang mencengangkan saya. Bagaimana tidak, angka itu sama dengan angka yang saya peroleh dari orangtua saya setiap bulannya untuk biaya hidup kuliah di Bandung. Dengan angka yang sama ia harus menghidupi keluarganya di jakarta.
Mengetahui saya terkejut, Pak Ahmad menasihati saya. Intinya adalah seperti ini. Dalam menjalani hidup ini, kita harus yakin akan pertolongan Allah. Saya dan istri saya (istrinya membantu Pak Ahmad dengan berjualan makanan-makanan ringan) tidak pernah habis pikir, bagaimana kami bisa menghidupi ketiga anak kami, menyekolahkan mereka sampai sekarang. Pertanyaan itu tidak pernah bisa dijawab dengan logika karena Allah mengirimkan jawaban dan pertolongan dari arah yang tak terduga.
Kembali ke cerita tentang teman kami tadi. Meski berbeda, tapi kami saling menghargai keyakinan masing-masing. Kami dengan perhitungan dan keyakinan kami sendiri, mereka dengan perhitungan dan keyakinan mereka sendiri. Meski dengan cara yang berbeda, kami semua menjalani hari-hari kami dengan rasa tanggung jawab.
Friday, June 24, 2011
Tentang Pasangan Kita
Seperti biasa, jam istirahat di restroom wanita selalu terjadi percakapan dan percakapan. Berikut ini cuplikan percakapan saya dengan seorang teman yang baru saja menikah tiga bulan lau:
Saya: "Hey, kamu bagus deh pake baju itu. Cocok. Pas dengan badan dan karaktermu."
Mendengar saya mengucapkan itu, teman saya tidak langsung menjawab, tapi memandang saya dengan penuh keheranan. Setelah beberapa detik terheran-heran, dia lalu menjawab.
"Mbak, tau nggak, yang Mbak Rif omongin itu sama persis sama yang (mendiang) papa omongin ke aku. Persis, Mbak."
Saya: "Oya? Tuh kan, berarti bukan cuma aku kan yang bilang gitu. Bener, kamu cocok pake baju itu. Pake baju itu terus aja hahaha..."
Teman saya:"Yeee..... ^_^ Dulu nih ya, Mbak, seringnya setiap mau berangkat kerja, papa komentarin bajuku. Jangan pake baju ini, pake yang ini aja, jilbabnya ga cocok tuh sama bajunya, atau apa aja deh komen tentang pakaianku. Sekarang, suamiku boro2-boro deh, Mbak. Aku tanya, "Mas, aku pake baju yang ini atau yang ini ya? (sambil menunjukkan dua baju)" dia cuma jawab, "Terserah kamu." Huh, sebel."
Lalu dia juga menceritakan satu dua perbedaan sang suami dengan ayahnya. Lalu saya jawab, "Hey, justru itu, Allah mengirimkan dia untukmu. Supaya hidupmu lebih berwarna. Kalau semuanya seperti yang kamu mau, hidupmu akan terasa datar. Justru di hal-hal seperti inilah nanti terjadi komunikasi dan saling mempengaruhi antarpasangan. Kamu maunya diperlakukan seperti itu, mungkin dia belum mengerti. Kalian baru menikah tiga bulan toh?"
Setelah percakapan itu, saya jadi ingat percakapan lain dengan seroang teman yang lain. Kata teman saya, "Gue udah nikah hampir sepuluh tahun, Rif, tapi tetep, masih ada aja yang ga gue ngerti dari bini gue."
Ya, jangankan teman saya yang baru tiga bulan, atau saya yang baru hampir empat tahun, bahkan teman saya yang sudah menikah hampir sepuluh tahun pun seperti itu. Mengenal pasangan memang ada seninya. Kadang kita ga bisa memaksakan cara kita ke pasangan kita. Sebab, pada hal-hal tertentu seharusnya kita tidak mengubah pasangan kita menjadi orang yang berbeda. Biarlah dia berkembang menjadi dirinya sendiri sama seperti kita yang juga harus berkembang menjadi diri kita sendiri. Perpaduan antara kita dan pasangan itulah yang membentuk harmoni rumah tangga. Indah.
Saya orang yang suka merencanakan segala sesuatu sampai detil. Suami saya orangnya spontan. Berbeda kan? Tapi kami menikmatinya. Dari perbedaan ini kami saling belajar. Suami saya belajar bagaimana mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Hal ini dia terapkan juga di tempat kerjanya. Lalu saya, saya belajar bagaimana menikmati spontanitas yang kadang memang membuat hidup lebih hidup! Jadi, sekarang kebiasaan saya uring-uringan kalau segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, berkurang.
Kemudian, saya juga jadi ingat. Suatu ketika, sepulang kerja kami (saya dan suami) sama-sama duduk di tangga di dekat dapur. Sedikit berbincang-bincang tentang hari kami. Lalu saya beranjak menawarinya kopi. Saya ambil sesachet kopi instan kesukaannya, saya sobek sedikit bagian pinggirnya. Lalu saya dengar dia berkata, "Kamu gitu ya, Hon, nyobeknya? Kenapa ga semua aja kamu sobek?" Tanyanya keheranan. Ternyata dia memperhatikan saya. Ternyata juga caranya membuka sachet kopi adalah dengan membuka semua bagian atas sachet tersebut, berbeda dengan saya yang hanya membuat sobekan kecil saja.
Dia lalu bertanya, mengapa saya membukanya seperti itu. "Supaya kalau misalnya aku lagi mau nyeduh kopi terus kesenggol anak-anak atau ga sengaja aku tumpahin, tumpahnya cuma di satu titik aja. Titik kecil. Kalau dibuka semua nanti area tumpahannya lebih lebar." Jawab saya. Katanya lagi, "Sampe sedetil itu kamu mikirin, Hon? Aku sih yang simpel-simpel aja."
Yang ingin saya sampaikan adalah, perbedaan antara pasangan itu wajar. Perbedaan kecil atau besar, semuanya pasti ada. Bagaimana tidak, kita pun dibesarkan dengan dua lingkungan yang berbeda toh? Jadi wajar kalau pola pikir dan kebiasaan itu berbeda. Dari anatomi tubuh saja pria dan wanita memang berbeda kan? Bagai alu dan lesung, pria dan wanita saling melengkapi. Setuju nggak?
Jadi, jangan ribut lagi sama pasangan karena perbedaan kebiasaan ya?! Kalau memang kita mau mengubah kebiasaan buruk pasangan kita menjadi kebiasaan baik. Ubahlah dengan cara yang baik pula. Ingat, pasangan kita bukanlah bayangan kita dalam cermin, jadi dia tidak harus sama dengan kita. Karena menikah adalah ibadah, camkan dalam diri kita bahwa pasangan kita adalah rekan kita seperjalanan dalam beribadah menggapai ridho Allah.
Saya: "Hey, kamu bagus deh pake baju itu. Cocok. Pas dengan badan dan karaktermu."
Mendengar saya mengucapkan itu, teman saya tidak langsung menjawab, tapi memandang saya dengan penuh keheranan. Setelah beberapa detik terheran-heran, dia lalu menjawab.
"Mbak, tau nggak, yang Mbak Rif omongin itu sama persis sama yang (mendiang) papa omongin ke aku. Persis, Mbak."
Saya: "Oya? Tuh kan, berarti bukan cuma aku kan yang bilang gitu. Bener, kamu cocok pake baju itu. Pake baju itu terus aja hahaha..."
Teman saya:"Yeee..... ^_^ Dulu nih ya, Mbak, seringnya setiap mau berangkat kerja, papa komentarin bajuku. Jangan pake baju ini, pake yang ini aja, jilbabnya ga cocok tuh sama bajunya, atau apa aja deh komen tentang pakaianku. Sekarang, suamiku boro2-boro deh, Mbak. Aku tanya, "Mas, aku pake baju yang ini atau yang ini ya? (sambil menunjukkan dua baju)" dia cuma jawab, "Terserah kamu." Huh, sebel."
Lalu dia juga menceritakan satu dua perbedaan sang suami dengan ayahnya. Lalu saya jawab, "Hey, justru itu, Allah mengirimkan dia untukmu. Supaya hidupmu lebih berwarna. Kalau semuanya seperti yang kamu mau, hidupmu akan terasa datar. Justru di hal-hal seperti inilah nanti terjadi komunikasi dan saling mempengaruhi antarpasangan. Kamu maunya diperlakukan seperti itu, mungkin dia belum mengerti. Kalian baru menikah tiga bulan toh?"
Setelah percakapan itu, saya jadi ingat percakapan lain dengan seroang teman yang lain. Kata teman saya, "Gue udah nikah hampir sepuluh tahun, Rif, tapi tetep, masih ada aja yang ga gue ngerti dari bini gue."
Ya, jangankan teman saya yang baru tiga bulan, atau saya yang baru hampir empat tahun, bahkan teman saya yang sudah menikah hampir sepuluh tahun pun seperti itu. Mengenal pasangan memang ada seninya. Kadang kita ga bisa memaksakan cara kita ke pasangan kita. Sebab, pada hal-hal tertentu seharusnya kita tidak mengubah pasangan kita menjadi orang yang berbeda. Biarlah dia berkembang menjadi dirinya sendiri sama seperti kita yang juga harus berkembang menjadi diri kita sendiri. Perpaduan antara kita dan pasangan itulah yang membentuk harmoni rumah tangga. Indah.
Saya orang yang suka merencanakan segala sesuatu sampai detil. Suami saya orangnya spontan. Berbeda kan? Tapi kami menikmatinya. Dari perbedaan ini kami saling belajar. Suami saya belajar bagaimana mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Hal ini dia terapkan juga di tempat kerjanya. Lalu saya, saya belajar bagaimana menikmati spontanitas yang kadang memang membuat hidup lebih hidup! Jadi, sekarang kebiasaan saya uring-uringan kalau segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, berkurang.
Kemudian, saya juga jadi ingat. Suatu ketika, sepulang kerja kami (saya dan suami) sama-sama duduk di tangga di dekat dapur. Sedikit berbincang-bincang tentang hari kami. Lalu saya beranjak menawarinya kopi. Saya ambil sesachet kopi instan kesukaannya, saya sobek sedikit bagian pinggirnya. Lalu saya dengar dia berkata, "Kamu gitu ya, Hon, nyobeknya? Kenapa ga semua aja kamu sobek?" Tanyanya keheranan. Ternyata dia memperhatikan saya. Ternyata juga caranya membuka sachet kopi adalah dengan membuka semua bagian atas sachet tersebut, berbeda dengan saya yang hanya membuat sobekan kecil saja.
Dia lalu bertanya, mengapa saya membukanya seperti itu. "Supaya kalau misalnya aku lagi mau nyeduh kopi terus kesenggol anak-anak atau ga sengaja aku tumpahin, tumpahnya cuma di satu titik aja. Titik kecil. Kalau dibuka semua nanti area tumpahannya lebih lebar." Jawab saya. Katanya lagi, "Sampe sedetil itu kamu mikirin, Hon? Aku sih yang simpel-simpel aja."
Yang ingin saya sampaikan adalah, perbedaan antara pasangan itu wajar. Perbedaan kecil atau besar, semuanya pasti ada. Bagaimana tidak, kita pun dibesarkan dengan dua lingkungan yang berbeda toh? Jadi wajar kalau pola pikir dan kebiasaan itu berbeda. Dari anatomi tubuh saja pria dan wanita memang berbeda kan? Bagai alu dan lesung, pria dan wanita saling melengkapi. Setuju nggak?
Jadi, jangan ribut lagi sama pasangan karena perbedaan kebiasaan ya?! Kalau memang kita mau mengubah kebiasaan buruk pasangan kita menjadi kebiasaan baik. Ubahlah dengan cara yang baik pula. Ingat, pasangan kita bukanlah bayangan kita dalam cermin, jadi dia tidak harus sama dengan kita. Karena menikah adalah ibadah, camkan dalam diri kita bahwa pasangan kita adalah rekan kita seperjalanan dalam beribadah menggapai ridho Allah.
Wednesday, June 22, 2011
Selamat ya!
Selamat ya buat para pemenang kontes from Bali with giveaway yang diadain Gaphe. Saya ikut senang, buktinya nih saya tersenyum ^_^ oya, moga hadiahnya bermanfaat ya...
Ini cuma postingan sederhana. Cuma mo sharing aja, mo ngasih tau aja kalau saya tuh sekarang lagi seneng juga. Soalnya saya juga dapat sesuatu. Apa itu? Nih dia....sebuah amplop hitam putih motif zebra!
Jadi ceritanya, ada seorang teman saya beli buku saya. Nah, pas dia bayar, dia masukin uangnya ke dalam amplop handmade-nya dia itu....wuih....seneng banget deh! Gimana nggak, saya kan maniak hitam putih :) jadi, biarpun benda kecil seperti amplop juga saya seneng. Saya simpan nih amplop buat koleksi.
Yo wis, gitu aja deh. Sekali lagi selamat buat yang menang ya!!!
Monday, June 20, 2011
Tantangan dari Seorang Blogger
Well, saya ditantang sama seorang blogger yang saya banyak belajar darinya, Mas Todi. Tantangannya apa? Nulis 10 hal tentang diri saya sendiri. Siapa takut?! Kalau kata Mas Todi, tak kenal maka tak jitak, kalau kata saya tak kenal maka kenalan dong....!
Sepuluh hal tentang saya:
1. Darah saya adalah darah Jawa Sunda. Ibu saya adalah orang Sukabumi - Tegal dan bapak saya adalah orang Pekalongan. Nah, tuh, ternyata sama2 wong kalongan, idem Mas Todi.
2. Saya paling pede kalau pake jilbab hitam. Jadi, kalau travelling ke mana-mana, jilbab hitam ga boleh ketinggalan.
3. Jangan heran kalau saya suka Linkin' Park. Karena, meski lagu favorit saya itu Forever Love, Gary Barlow, saya juga suka lagu-lagu top 40 lho.... (udah dua hal disebut di poin ini).
4. Saya ini termasuk ovo lacto vegetarian (meminjam istilah yang pernah Gaphe munculkan dalam salah satu postingannya). Apa itu ovo lacto vegetarian? tanya Gaphe aja ya... hahahaha...
5. Waktu terbaik bagi saya untuk menulis adalah dini hari. Berasa tenang aja di keheningan malam. Dari jaman SD dulu, saya paling suka belajar atau baca di waktu dini hari.
6. Saya ga suka binatang. Geli-geli gimana gitu...Waktu SD sih pengen jadi dokter, tapi pas SMA saya mikir, gimana mo jadi dokter kalo gelian kayak gituh. Yo wis, akhirnya berbelok ke psikologi deh.
7. Dua bidang pengetahuan yang saya kagumi adalah astronomi dan genetika. Dulu waktu sekolah, saya maniak banget sama dua bidang ilmu itu. Informasi apa aja dari mana aja tentang dua bidang itu pasti saya telan. Sayang, karena saya telan akhirnya ga berbekas deh di otak alias lupa apa aja yang pernah saya baca. Paling inget dikit-dikit doang. Karena faktor "U" juga kali ya....?
8. Daerah terjauh yang pernah saya kunjungi adalah daerah Halmahera Selatan yaitu pulau Bacan dan Ternate. Perjalanan yang seru. Naik pesawat gede, pesawat capung, nyusurin jalan darat, delapan jam naik kapal laut buat nyeberang ke pulau lain, ngelawan arus nyeberangin sungai, ngobrol sama penduduk sekitar, makan duren mentega, main di pasir-pasir pantainya, mancing pake speedboat di tengah lautan....Wah.......ga rugi deh ke sana! Alam di sana indah banget lho. Pantainya bersih banget, air lautnya hijau. Pengen balik lagi ke sana dan pengen banget keliling Indonesia.
9. Saya suka banget kalimat ini, faidza azzamta fatawakkal 'alallah..... jika kamu berazzam (berniat, bercita-cita) akan sesuatu, maka bertawakkallah kepada Allah. Bertawakkal means berusaha dengan sungguh-sungguh dan selebihnya serahkan kepada Allah.
10. Sama seperti Mas Todi, suatu saat nanti pengeeeeeeeennnnnnnnnn banget menunaikan ibadah haji bersama keluarga. Amiin.
Done! Sekarang, giliran saya bagi-bagi tantangan ini ke-10 blogger. Siapakah mereka:
1. Gaphe
2. Ajeng
3. Tarry
4. Aulia
5. Astrid
6. Bu Reni
7. Diah
8. Chika
9. Nova
10. Yoven
Sip. Beres....sekarang waktunya nerusin novel saya yang bab 2-nya ga kelar-kelar.
Makasih ya, Mas Todi....
Sepuluh hal tentang saya:
1. Darah saya adalah darah Jawa Sunda. Ibu saya adalah orang Sukabumi - Tegal dan bapak saya adalah orang Pekalongan. Nah, tuh, ternyata sama2 wong kalongan, idem Mas Todi.
2. Saya paling pede kalau pake jilbab hitam. Jadi, kalau travelling ke mana-mana, jilbab hitam ga boleh ketinggalan.
3. Jangan heran kalau saya suka Linkin' Park. Karena, meski lagu favorit saya itu Forever Love, Gary Barlow, saya juga suka lagu-lagu top 40 lho.... (udah dua hal disebut di poin ini).
4. Saya ini termasuk ovo lacto vegetarian (meminjam istilah yang pernah Gaphe munculkan dalam salah satu postingannya). Apa itu ovo lacto vegetarian? tanya Gaphe aja ya... hahahaha...
5. Waktu terbaik bagi saya untuk menulis adalah dini hari. Berasa tenang aja di keheningan malam. Dari jaman SD dulu, saya paling suka belajar atau baca di waktu dini hari.
6. Saya ga suka binatang. Geli-geli gimana gitu...Waktu SD sih pengen jadi dokter, tapi pas SMA saya mikir, gimana mo jadi dokter kalo gelian kayak gituh. Yo wis, akhirnya berbelok ke psikologi deh.
7. Dua bidang pengetahuan yang saya kagumi adalah astronomi dan genetika. Dulu waktu sekolah, saya maniak banget sama dua bidang ilmu itu. Informasi apa aja dari mana aja tentang dua bidang itu pasti saya telan. Sayang, karena saya telan akhirnya ga berbekas deh di otak alias lupa apa aja yang pernah saya baca. Paling inget dikit-dikit doang. Karena faktor "U" juga kali ya....?
8. Daerah terjauh yang pernah saya kunjungi adalah daerah Halmahera Selatan yaitu pulau Bacan dan Ternate. Perjalanan yang seru. Naik pesawat gede, pesawat capung, nyusurin jalan darat, delapan jam naik kapal laut buat nyeberang ke pulau lain, ngelawan arus nyeberangin sungai, ngobrol sama penduduk sekitar, makan duren mentega, main di pasir-pasir pantainya, mancing pake speedboat di tengah lautan....Wah.......ga rugi deh ke sana! Alam di sana indah banget lho. Pantainya bersih banget, air lautnya hijau. Pengen balik lagi ke sana dan pengen banget keliling Indonesia.
9. Saya suka banget kalimat ini, faidza azzamta fatawakkal 'alallah..... jika kamu berazzam (berniat, bercita-cita) akan sesuatu, maka bertawakkallah kepada Allah. Bertawakkal means berusaha dengan sungguh-sungguh dan selebihnya serahkan kepada Allah.
10. Sama seperti Mas Todi, suatu saat nanti pengeeeeeeeennnnnnnnnn banget menunaikan ibadah haji bersama keluarga. Amiin.
Done! Sekarang, giliran saya bagi-bagi tantangan ini ke-10 blogger. Siapakah mereka:
1. Gaphe
2. Ajeng
3. Tarry
4. Aulia
5. Astrid
6. Bu Reni
7. Diah
8. Chika
9. Nova
10. Yoven
Sip. Beres....sekarang waktunya nerusin novel saya yang bab 2-nya ga kelar-kelar.
Makasih ya, Mas Todi....
Saturday, June 18, 2011
Efek HitamPutih
Karena kemarin pagi ada kegiatan focus group discussion untuk calon staf, maka saya baru bisa buka email pada jam makan siang. Isi salah satu email yang saya baca adalah sebagai berikut:
"Teh, saya udah terima buku Teteh. Makasih ya. Saya juga udah baca buku Teteh, baru setengah sih. Ada satu catatan yang saya suka, judulnya Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Dari situ saya dapat keyword ketidaksempurnaan, kaki, dan bersyukur. Saya jadi inget ini, Teh, video ini (dia memberi sebuah link untuk saya bisa akses video tersebut). Saya jadi bersyukur."
Tak Ada Gading Yang Tak Retak menceritakan obrolan saya dengan OB di kantor saya. Poinnya adalah dia, OB ini, meledek kaki saya yang jelek. Lalu saya merenung dan akhirnya jadilah catatan itu. Catatannya singkat, tapi saya bersyukur ternyata catatan itu bisa jadi bahan renungan dan inspirasi syukur teman yang mengirimi saya email di atas. Sedangkan video yang dimaksud teman saya itu adalah video tentang seorang cacat (tidak memiliki kaki) tapi masih bisa berkarya, bekerja. tidak menggantungkan hidup kepada orang lain.
Email itu ditujukan ke saya dan di-cc ke beberapa temannya. Saya terharu membacanya.
"Teh, saya udah terima buku Teteh. Makasih ya. Saya juga udah baca buku Teteh, baru setengah sih. Ada satu catatan yang saya suka, judulnya Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Dari situ saya dapat keyword ketidaksempurnaan, kaki, dan bersyukur. Saya jadi inget ini, Teh, video ini (dia memberi sebuah link untuk saya bisa akses video tersebut). Saya jadi bersyukur."
Tak Ada Gading Yang Tak Retak menceritakan obrolan saya dengan OB di kantor saya. Poinnya adalah dia, OB ini, meledek kaki saya yang jelek. Lalu saya merenung dan akhirnya jadilah catatan itu. Catatannya singkat, tapi saya bersyukur ternyata catatan itu bisa jadi bahan renungan dan inspirasi syukur teman yang mengirimi saya email di atas. Sedangkan video yang dimaksud teman saya itu adalah video tentang seorang cacat (tidak memiliki kaki) tapi masih bisa berkarya, bekerja. tidak menggantungkan hidup kepada orang lain.
Email itu ditujukan ke saya dan di-cc ke beberapa temannya. Saya terharu membacanya.
Tuesday, June 14, 2011
Kupon Merah Itu Disobeknya
Masih dari Bali. Kali ini cerita tentang si kupon merah.
Karena selama konferensi saya bertugas di front desk sebelum dan menjelang selesai acara, maka saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Salah satunya adalah bahwa sebelum acara hari pertama usai, kepada kami semua kontingen dari Indonesia, dibagikan secarik kertas merah. Pada saat technical meeting memang hal ini sudah disampaikan, tapi saya benar-benar lupa. Inilah yang terjadi kemudian.
Selepas tugas, sore itu sambil berjalan menyusuri koridor tempat konferensi berlangsung, saya bertanya kepada seorang teman, "Eh, apaan tuh?", menunjuk pada secarik kertas merah. Lalu teman saya menjawab apa gerangan itu. Mendengar jawabannya, sontak saya panik, mencari teman saya yang bertugas di meja yang sama dengan saya, yang membagi-bagikan kertas merah itu kepada sejumlah orang di meja kami. oow...saya tidak menemukannya. Cari punya cari, telpon punya telpon, tanya punya tanya, singkat cerita, akhirnya saya dapat juga kertas merah itu. Alhamdulilllah.....
Dari tempat konferensi, kami semua kembali ke hotel. Nah, belum ada yang istimewa di lobi hotel ini sampai tiba waktu makan malam. Waktu itu, saya sudah duduk manis sama Gaphe dan seorang sahabat saya. Udah foto-foto segala. Seperti kata Gaphe, kopdar ga lengkap kalo ga poto-poto (potonya udah dipajang ya di blognya Gaphe, yang saya pake baju tosca itu lho). Lalu masuklah beberapa sms. Ada yang nanya barang hilang, milik tiga orang, masing-masing yang hilang itu adalah kamera, tas jinjing berisi buku-buku, dan award. Ada juga sms yangmasuk nyari orang hilang. Maksud saya menanyakan keberadaan teman yang ga ketauan juntrungannya. Ada juga yang nanyain kertas merah itu.
"Rif, ada kupon lagi ga? Wisnu nanya nih, kuponnya dia sobek, dia pikir itu sampah" itu isi sms yang masuk ke saya. Ada tiga sms serupa. Ahahaaaa.....trus saya jawab, "makanya, jangan maen sobek maen buang aja" hehehe....tapi dalam hati aja sih ngomong gitunya.
Jadi, kertas merah itu adalah kupon makan malam kami di hotel. Sebelum makan, kami harus menunjukkan kupon itu dulu ke petugas hotel. Petugas hotel akan menyobeknya menjadi dua bagian. Satu bagian untuk kami pegang, satu bagian lagi untuk mereka.
Akhirnya, saya kasih petunjuk aja tiga orang yang ga punya kupon merah itu. Di siapa mereka bisa mendapatkannya. Alhamdulillah, mereka masih kebagian makan malam.
Hal sepele yang berdampak cukup besar. Bisa aja tiga teman saya tadi ga ribut minta kupon merah. Mereka tinggal cari makan keluar hotel atau pesan di hotel. Tapi ga semudah itu kan? Hotel ini letaknya di Nusa Dua yang notabene jauh dari mana-mana.
Nah, pelajarannya dari sini, jangan sepelekan hal-hal sepele di sekitar kita. Itu aja sih ^_^
Karena selama konferensi saya bertugas di front desk sebelum dan menjelang selesai acara, maka saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Salah satunya adalah bahwa sebelum acara hari pertama usai, kepada kami semua kontingen dari Indonesia, dibagikan secarik kertas merah. Pada saat technical meeting memang hal ini sudah disampaikan, tapi saya benar-benar lupa. Inilah yang terjadi kemudian.
Selepas tugas, sore itu sambil berjalan menyusuri koridor tempat konferensi berlangsung, saya bertanya kepada seorang teman, "Eh, apaan tuh?", menunjuk pada secarik kertas merah. Lalu teman saya menjawab apa gerangan itu. Mendengar jawabannya, sontak saya panik, mencari teman saya yang bertugas di meja yang sama dengan saya, yang membagi-bagikan kertas merah itu kepada sejumlah orang di meja kami. oow...saya tidak menemukannya. Cari punya cari, telpon punya telpon, tanya punya tanya, singkat cerita, akhirnya saya dapat juga kertas merah itu. Alhamdulilllah.....
Dari tempat konferensi, kami semua kembali ke hotel. Nah, belum ada yang istimewa di lobi hotel ini sampai tiba waktu makan malam. Waktu itu, saya sudah duduk manis sama Gaphe dan seorang sahabat saya. Udah foto-foto segala. Seperti kata Gaphe, kopdar ga lengkap kalo ga poto-poto (potonya udah dipajang ya di blognya Gaphe, yang saya pake baju tosca itu lho). Lalu masuklah beberapa sms. Ada yang nanya barang hilang, milik tiga orang, masing-masing yang hilang itu adalah kamera, tas jinjing berisi buku-buku, dan award. Ada juga sms yangmasuk nyari orang hilang. Maksud saya menanyakan keberadaan teman yang ga ketauan juntrungannya. Ada juga yang nanyain kertas merah itu.
"Rif, ada kupon lagi ga? Wisnu nanya nih, kuponnya dia sobek, dia pikir itu sampah" itu isi sms yang masuk ke saya. Ada tiga sms serupa. Ahahaaaa.....trus saya jawab, "makanya, jangan maen sobek maen buang aja" hehehe....tapi dalam hati aja sih ngomong gitunya.
Jadi, kertas merah itu adalah kupon makan malam kami di hotel. Sebelum makan, kami harus menunjukkan kupon itu dulu ke petugas hotel. Petugas hotel akan menyobeknya menjadi dua bagian. Satu bagian untuk kami pegang, satu bagian lagi untuk mereka.
Akhirnya, saya kasih petunjuk aja tiga orang yang ga punya kupon merah itu. Di siapa mereka bisa mendapatkannya. Alhamdulillah, mereka masih kebagian makan malam.
Hal sepele yang berdampak cukup besar. Bisa aja tiga teman saya tadi ga ribut minta kupon merah. Mereka tinggal cari makan keluar hotel atau pesan di hotel. Tapi ga semudah itu kan? Hotel ini letaknya di Nusa Dua yang notabene jauh dari mana-mana.
Nah, pelajarannya dari sini, jangan sepelekan hal-hal sepele di sekitar kita. Itu aja sih ^_^
Saturday, June 11, 2011
...dari Bali...
Acara konferensi di Bali pekan lalu menjadi ajang kopi darat saya bersama Gaphe, si pemilik blog Gaphe Bercerita. Seperti biasa, bertemu dengannya memang selalu menyenangkan. Kami jalan-jalan bareng, makan, belanja oleh-oleh bareng, dan ga lupa, foto-foto.
Untuk urusan cerita, Gaphe lebih hebat daripada saya, ceritanya selalu menarik! Silakan simak cerita-ceritanya di blog gaphebercerita.blogspot.com. Kalau saya, saya baru membuat tiga postingan kecil tentang perjalanan ke Bali ini. Satu postingan ini, satu lagi cerita tentang Nasionalisme Tujuh Kurcaci, dan satu lagi tentang eksotisme Nusa Dua dalam puisi Nusa Dua Bersama Ilusi.
Foto di atas adalah foto yang diambil pake kamera poket saya. Makanya hasilnya ga bagus ;p Itu adalah gerbang menuju hotel tempat kami menginap. Malam itu, kami berlima jalan kaki dari hotel menuju Bali Collection. Ada cerita apa di sana? Gaphe pasti akan bercerita. Tunggu aja kisahnya!
Sekilas saja, karena kami (Gaphe dan saya) di kantor sering mengadakan event kecil maupun besar, kami menjadi terbiasa dengan hal-hal tersebut; mulai dari mempersiapkan hal yang besar sampai ke perintil-perintilannya. Di Bali kemarin, kami kebagian tugas yang berbeda. Gaphe bertugas di meja registrasi dan di kamar dubber dan saya bertugas di information desk dan juga seksi perlengkapan untuk dinner party. Di information desk tersebut saya bertanggung jawab atas sejumlah 591 set receiver dan menyediakan informasi termasuk info barang hilang. Kalau Gaphe, tanggung jawab utama dia adalah sebagai translator; menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Wuih, keren kan?! So, kalau udah begini, teman2 tau kan kami berbakat di beberapa bidang? Kalau tsuatu saat teman2 butuh MC, moderator, narator, fotografer, properti, atau make up artis., hubungi kami (Gaphe dan saya) aja ya!
Hmm....terakhir, saya belum bilang ya, saya baru aja merilis buku pertama saya; HitamPutih; kumpulan catatan perjalanan. Bukunya tentang apa? Teman-teman boleh klik link ini. Pesan langsung ke saya juga boleh. Kirim saja email ke rifka.nida@gmail.com.
Nah, Kalau butuh orang disain grafis, silakan hubungi Huda Tula, pemilik blog Rumah Review. Cover buku saya yang bikin dia lho....
Makasih sudah berkunjung ya, Teman2.
Untuk urusan cerita, Gaphe lebih hebat daripada saya, ceritanya selalu menarik! Silakan simak cerita-ceritanya di blog gaphebercerita.blogspot.com. Kalau saya, saya baru membuat tiga postingan kecil tentang perjalanan ke Bali ini. Satu postingan ini, satu lagi cerita tentang Nasionalisme Tujuh Kurcaci, dan satu lagi tentang eksotisme Nusa Dua dalam puisi Nusa Dua Bersama Ilusi.
Foto di atas adalah foto yang diambil pake kamera poket saya. Makanya hasilnya ga bagus ;p Itu adalah gerbang menuju hotel tempat kami menginap. Malam itu, kami berlima jalan kaki dari hotel menuju Bali Collection. Ada cerita apa di sana? Gaphe pasti akan bercerita. Tunggu aja kisahnya!
Sekilas saja, karena kami (Gaphe dan saya) di kantor sering mengadakan event kecil maupun besar, kami menjadi terbiasa dengan hal-hal tersebut; mulai dari mempersiapkan hal yang besar sampai ke perintil-perintilannya. Di Bali kemarin, kami kebagian tugas yang berbeda. Gaphe bertugas di meja registrasi dan di kamar dubber dan saya bertugas di information desk dan juga seksi perlengkapan untuk dinner party. Di information desk tersebut saya bertanggung jawab atas sejumlah 591 set receiver dan menyediakan informasi termasuk info barang hilang. Kalau Gaphe, tanggung jawab utama dia adalah sebagai translator; menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Wuih, keren kan?! So, kalau udah begini, teman2 tau kan kami berbakat di beberapa bidang? Kalau tsuatu saat teman2 butuh MC, moderator, narator, fotografer, properti, atau make up artis., hubungi kami (Gaphe dan saya) aja ya!
Hmm....terakhir, saya belum bilang ya, saya baru aja merilis buku pertama saya; HitamPutih; kumpulan catatan perjalanan. Bukunya tentang apa? Teman-teman boleh klik link ini. Pesan langsung ke saya juga boleh. Kirim saja email ke rifka.nida@gmail.com.
Nah, Kalau butuh orang disain grafis, silakan hubungi Huda Tula, pemilik blog Rumah Review. Cover buku saya yang bikin dia lho....
Makasih sudah berkunjung ya, Teman2.
Nasionalisme Tujuh Kurcaci
Adegan demi adegan masih tergambar jelas di benak saya. Bait demi bait kalimat dialog masih terngiang-ngiang di telinga saya. Percakapan biasa, antara putri salju dan tujuh kurcaci, dalam pencariannya akan pangeran pujaan, di Indonesia.
Itulah sedikit gambaran mengenai operet yang kami suguhkan kepada peserta konferensi di Bali pekan lalu. Peserta adalah asosiasi perusahaan kami dari beberapa negara asia oceania. Dalam operet itu, kami memperkenalkan beberapa kebudayaan Indonesia yang sebagian besar melalui tari-tarian daerah.
Tidak seperti biasanya, tujuh kurcaci yang menemani putri salju malam itu mengenakan pakaian-pakaian adat daerah-daerah di Indonesia. Masing-masing mereka mengenakan pakaian adat Melayu, Jawa, Betawi, Bali, Makassar, Kalimantan, dan Papua. Saya yang kali ini bertindak sebagai kru properti dan make up artis, mengikuti operet ini sejak awal latihan, tergugah rasa nasionalisme saya.
Betapa tidak, meski lahir dan besar di bumi pertiwi, hanya sedikit yang saya tahu tentangnya. Kemarin, para kurcaci itulah yang memperkenalkan kembali keanekaan dan keanggunan bumi kita tercinta ini.
Masing-masing kurcaci ini mengantarkan sang putri ke tujuh daerah di Indonesia. Secara tidak langsung, kurcaci-kurcaci ini menunjukkan keunikan masing-masing daerah yaitu antara lain melalui tari Saman, tapi Yapong, tari Kipas, tari Satria Brasta, dan satu lagi tarian khas daerah Papua, saya lupa namanya ;)
Lalu, hal spesifik apa yang membuat rasa nasionalisme saya tergugah? Pertama, multimedia yang mengiringi pertunjukkan operet ini. Di video yang ditampilkan sebagai pengiring para artis masuk dan memainkan perannya, ditampilkan gambar berbagai macam hal yang khas daerah tersebut. Wuih....di kesempatan pertama latihan, saya merasakan rambut-rambut halus di tangan saya berdiri. Merinding. Dari multimedia tersebut saya merasakan betapa besarnya Indonesia.
Kedua, ketika saya harus mengurus properti yang dibutuhkan para artis. Karena ini memperkanalkan budaya Indonesia melalui pakaian dan tarian daerahnya, otomatis saya bersentuhan dengan kostum-kostum para pengisi acara. Ketika memilih-milih baju, kembali, saya merasakan kekaguman yang luar biasa kepada tanah air kita ini. Ada banyak sekali baju daerah yang kita miliki. Bahkan, karena urusan baju ini pula sempat terjadi sedikit masalah antara kami (seksi properti) dan pemeran kurcaci dari Papua. Lho, masalah apa? Ya, teman saya yang berperan sebagai kurcaci Papua ini tidak mau mengenakan baju adat Papua. Tidak mau! Pokoknya tidak mau! Begitu katanya.
Teman-teman tahu apa yang membuat dia tidak mau mengenakan baju adat tersebut? Yup! Pasti karena dalam pikirannya baju adat Papua adalah koteka. Memang benar, koteka adalah pakaian adat dari sana. Tapi, ada satu hal yang mungkin teman-teman belum tahu. Ternyata Papua juga memiliki satu baju adat lain. Modelnya mirip dengan baju adat Dayak, hanya saja ciri khasnya beda, baik dari warna maupun dari ornamen. Sayang, di foto yang saya unggah di atas tidak terlihat baju adat Papua ini. Tapi, intinya, dari sini saya sadar, kita orang Indonesia memang masih sedikit saja tahu tentang Indonesia.
Mengenai kostum ini, masih ada hal menarik bagi saya. Ini kali pertama saya mengurusi orang-orang mengenakan beberapa pakaian daerah. Yang tersulit bagi saya malam itu adalah memakaikan dan mendandani MC dan kurcaci dari Bali. Karena acara ini diadakan di Bali, MC mengenakan pakaian Bali pula. Agak rumit, tapi menyenangkan membantu mereka berdandan.
Dari pentas ini, saya baru tahu bahwa tari Satria Brasta itu keren banget! Tarian ini merupakan satu rangkain cerita. Jika kita mengikutinya secara seksama, kita akan merasakan emosi dari setiap gerakan itu berbeda. Emosi kita akan terbawa oleh tangan, kaki, dan tubuh para penari ini menjadi suatu fluktuasi yang tidak terkira. Saya tidak menyangka sedemikian hebatnya budaya kita ini.
Lain lagi tari Kipas. Melihat tarian ini, saya terpesona dengan warna-warni cerah yang disuguhkan para penarinya. Gerakan demi gerakan terlihat anggun. Saya pun berdecak kagum dengan kebudayaan kita yang satu ini. Betapa tiap daerah di Indonesia memiliki keunikan masing-masing.
Satu hal lagi yang menarik perhatian saya adalah tarian dari daerah Papua. Kontras dengan tari Kipas, tarian ini benar-benar menggugah semangat juang. Hentakan-hentakan kaki para penari disertai teriakan khas mereka membuat kita bangun dan memusatkan pandangan mata kita ke mereka. Ya, saya tergugah, betapa hebat negeri kita ini!
Mengikuti pentas ini dari awal sampai akhir, menjadi bagian dari pertunjukkan ini, sejak persiapan sampai dengan selesai, membuat saya semakin mencintai negeri sendiri. Seperti perasaan yang saya rasakan ketika berada di negeri asing, kala itu saya benar-benar rindu Indonesia. Sebab, meski saya berada di dalamnya, saya tidak tahu banyak tentangnya. Sekarang, saya pikir, tidak ada alasan lagi bagi kita orang Indonesia untuk tidak mencintai negeri kita sendiri.
Pentas di Bali kemarin baru menyuguhkan sedikit dari sekian banyak hal yang kita miliki. Namun yang sedikit itu mampu membangkitkan rasa nasionalisme saya. Kalau tujuh kurcaci bisa mengenal Indonesia dengan baik, mengapa kita tidak? Mari kita bersama berseru, "Saya orang Indonesia, saya cinta Indonesia!"
Itulah sedikit gambaran mengenai operet yang kami suguhkan kepada peserta konferensi di Bali pekan lalu. Peserta adalah asosiasi perusahaan kami dari beberapa negara asia oceania. Dalam operet itu, kami memperkenalkan beberapa kebudayaan Indonesia yang sebagian besar melalui tari-tarian daerah.
Tidak seperti biasanya, tujuh kurcaci yang menemani putri salju malam itu mengenakan pakaian-pakaian adat daerah-daerah di Indonesia. Masing-masing mereka mengenakan pakaian adat Melayu, Jawa, Betawi, Bali, Makassar, Kalimantan, dan Papua. Saya yang kali ini bertindak sebagai kru properti dan make up artis, mengikuti operet ini sejak awal latihan, tergugah rasa nasionalisme saya.
Betapa tidak, meski lahir dan besar di bumi pertiwi, hanya sedikit yang saya tahu tentangnya. Kemarin, para kurcaci itulah yang memperkenalkan kembali keanekaan dan keanggunan bumi kita tercinta ini.
Masing-masing kurcaci ini mengantarkan sang putri ke tujuh daerah di Indonesia. Secara tidak langsung, kurcaci-kurcaci ini menunjukkan keunikan masing-masing daerah yaitu antara lain melalui tari Saman, tapi Yapong, tari Kipas, tari Satria Brasta, dan satu lagi tarian khas daerah Papua, saya lupa namanya ;)
Lalu, hal spesifik apa yang membuat rasa nasionalisme saya tergugah? Pertama, multimedia yang mengiringi pertunjukkan operet ini. Di video yang ditampilkan sebagai pengiring para artis masuk dan memainkan perannya, ditampilkan gambar berbagai macam hal yang khas daerah tersebut. Wuih....di kesempatan pertama latihan, saya merasakan rambut-rambut halus di tangan saya berdiri. Merinding. Dari multimedia tersebut saya merasakan betapa besarnya Indonesia.
Kedua, ketika saya harus mengurus properti yang dibutuhkan para artis. Karena ini memperkanalkan budaya Indonesia melalui pakaian dan tarian daerahnya, otomatis saya bersentuhan dengan kostum-kostum para pengisi acara. Ketika memilih-milih baju, kembali, saya merasakan kekaguman yang luar biasa kepada tanah air kita ini. Ada banyak sekali baju daerah yang kita miliki. Bahkan, karena urusan baju ini pula sempat terjadi sedikit masalah antara kami (seksi properti) dan pemeran kurcaci dari Papua. Lho, masalah apa? Ya, teman saya yang berperan sebagai kurcaci Papua ini tidak mau mengenakan baju adat Papua. Tidak mau! Pokoknya tidak mau! Begitu katanya.
Teman-teman tahu apa yang membuat dia tidak mau mengenakan baju adat tersebut? Yup! Pasti karena dalam pikirannya baju adat Papua adalah koteka. Memang benar, koteka adalah pakaian adat dari sana. Tapi, ada satu hal yang mungkin teman-teman belum tahu. Ternyata Papua juga memiliki satu baju adat lain. Modelnya mirip dengan baju adat Dayak, hanya saja ciri khasnya beda, baik dari warna maupun dari ornamen. Sayang, di foto yang saya unggah di atas tidak terlihat baju adat Papua ini. Tapi, intinya, dari sini saya sadar, kita orang Indonesia memang masih sedikit saja tahu tentang Indonesia.
Mengenai kostum ini, masih ada hal menarik bagi saya. Ini kali pertama saya mengurusi orang-orang mengenakan beberapa pakaian daerah. Yang tersulit bagi saya malam itu adalah memakaikan dan mendandani MC dan kurcaci dari Bali. Karena acara ini diadakan di Bali, MC mengenakan pakaian Bali pula. Agak rumit, tapi menyenangkan membantu mereka berdandan.
Dari pentas ini, saya baru tahu bahwa tari Satria Brasta itu keren banget! Tarian ini merupakan satu rangkain cerita. Jika kita mengikutinya secara seksama, kita akan merasakan emosi dari setiap gerakan itu berbeda. Emosi kita akan terbawa oleh tangan, kaki, dan tubuh para penari ini menjadi suatu fluktuasi yang tidak terkira. Saya tidak menyangka sedemikian hebatnya budaya kita ini.
Lain lagi tari Kipas. Melihat tarian ini, saya terpesona dengan warna-warni cerah yang disuguhkan para penarinya. Gerakan demi gerakan terlihat anggun. Saya pun berdecak kagum dengan kebudayaan kita yang satu ini. Betapa tiap daerah di Indonesia memiliki keunikan masing-masing.
Satu hal lagi yang menarik perhatian saya adalah tarian dari daerah Papua. Kontras dengan tari Kipas, tarian ini benar-benar menggugah semangat juang. Hentakan-hentakan kaki para penari disertai teriakan khas mereka membuat kita bangun dan memusatkan pandangan mata kita ke mereka. Ya, saya tergugah, betapa hebat negeri kita ini!
Mengikuti pentas ini dari awal sampai akhir, menjadi bagian dari pertunjukkan ini, sejak persiapan sampai dengan selesai, membuat saya semakin mencintai negeri sendiri. Seperti perasaan yang saya rasakan ketika berada di negeri asing, kala itu saya benar-benar rindu Indonesia. Sebab, meski saya berada di dalamnya, saya tidak tahu banyak tentangnya. Sekarang, saya pikir, tidak ada alasan lagi bagi kita orang Indonesia untuk tidak mencintai negeri kita sendiri.
Pentas di Bali kemarin baru menyuguhkan sedikit dari sekian banyak hal yang kita miliki. Namun yang sedikit itu mampu membangkitkan rasa nasionalisme saya. Kalau tujuh kurcaci bisa mengenal Indonesia dengan baik, mengapa kita tidak? Mari kita bersama berseru, "Saya orang Indonesia, saya cinta Indonesia!"
Wednesday, June 8, 2011
Nusa Dua Bersama Ilusi
Jejak-jejak nampak di sana
Meninggalkan kenangan sejenak di nusa dua
Hanya beberapa hari
Terengkuh dalam ilusi-ilusi surgawi
Ada bulan yang tidak bulat
Ada kulit-kulit yang tidak cokelat
Ada gelora yang menghangat
Ada risau yang menggeliat
Nusa dua di awal Juni
Menyisipkan kerinduan untuk kembali
Menapakkan kaki di lautnya
Melayang di pasir pantainya
Sendiri, berdua, atau berlima
Semua keindahan ini semu tanpamu
Kemudian kudengar karang berkata
Bernyanyilah dengan anginmu
Tertawalah dengan awanmu
Melukislah dengan langitmu
Tinggalkan semuamu di sini
Akan kubingkai untuknya
Nusa dua di petang hari
Dengan anginnya, awannya, langitnya
Hanya menyayat perih di sanubari
Sebab semua imaji surgawi ini semu
Dan pilu sakit tanpamu ini nyata
Kutinggalkan semuaku di sana
Sang karang membingkainya
Untuknya yang terkasih
Suatu saat aku kembali
Subscribe to:
Posts (Atom)