Mari bicara tentang muslimah berkarir. Muslimah pekerja kantoran yang sebagian besar waktunya habis di luar rumah. Bukan untuk mengurusi rumah tangganya sendiri, melainkan untuk mengurusi urusan lain di luar rumah tangganya. Muslimah yang sehari-harinya berjibaku dengan tugas-tugas dan tanggung jawab selain keluarganya. Muslimah-muslimah ini banyak sekali kita temui sekarang.
Sebut saja satu jenis pekerjaan, maka kita akan dengan mudahnya menemukan muslimah di sana. Hampir di semua bidang, muslimah kini banyak berkarya, berkarir sejajar dengan laki-laki, bahkan ada yang lebih tinggi. Melihat hal ini, terbersitlah sebuah pertanyaan, fenomena apa yang sebenarnya terjadi kini?
Dari pertanyaan besar tersebut, lalu muncullah pertanyaan-pertanyaan turunan. Apa landasan mereka berkarir, bekerja di luar rumah? Apa motivasi mereka? Apa yang mereka harapkan dari sebuah pekerjaan yang mereka geluti? Apa efek dari mereka meninggalkan rumah untuk waktu yang sangat lama? Bagaimana sebaiknya muslimah menyikapi hal ini? Masih banyak lagi pertanyaan yang bisa terlontar jika kita membicarakan hal ini? Tulisan ini akan menelaah secara singkat fenomena ini, semoga bisa diambil hikmahnya..
Visi hidup kita sebagai manusia adalah mencapai ridho Allah. Allah telah memberikan segalanya untuk kita, termasuk misi hidup kita, yaitu beribadah kepadaNya. Jadi, idealnya siapapun kita, termasuk dalam pembicaraan ini para muslimah, melandaskan segala sesuatu yang kita lakukan demi Allah, demi alasan beribadah kepada Allah. Itu yang pertama dan utama. Jika kita sudah melandaskan segala pemikiran dan gerak-gerik kita karena Allah, insya Allah kita akan diberi tuntunan olehNya. Jika landasan kita selain itu, maka mari luruskanlah niat kita kembali kepada Allah.
Selanjutnya, kita bicara motivasi, kita bicara tentang alasan muslimah-muslimah berkarir. Sebenarnya, dari sekian alasan yang bisa dilontarkan para muslimah mengenai alasannya berkarir, kita bisa membaginya menjadi dua alasan besar, yaitu mencari uang dan ajang aktualisasi diri. Bagi muslimah tertentu, bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Bagi muslimah lain, bekerja adalah untuk membantu perekonomian keluarga, membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga inti. Ada lagi muslimah yang bekerja demi menopang keluarga besarnya, sebagai tulang punggung bagi orang tua dan adik-adiknya. Lalu, muslimah-muslimah lainnya bekerja untuk mencari kehidupan sosial dan aktualisasi diri.
Dari pekerjaan yang mereka geluti, mereka mendapatkan uang, sedikit atau banyak. Mereka menjemput rizki Allah yang ada di mana saja sesuai bidang pekerjaan mereka. Mereka mendapat kedudukan di kantor, jabatan-jabatan struktural yang berpengaruh pada keberlangsungan suatu perusahaan. Mereka mendapat relasi, tali silaturahim mereka panjang, dan lingkarannya pun menjadi besar. Mereka juga mendapat pujian, apresiasi atas hasil kerja mereka, pemikiran atau perbuatan. Mereka mendapat penghormatan dari orang-orang di sekeliling mereka. Mereka, para muslimah ini, mendapatkan ini semua.
Lalu kita tengok ke sisi lain, sisi luar diri muslimah-muslimah ini, apa yang terjadi? Sebab mereka bisa bertemu siapa saja di lingkungan kerja mereka, api fitnah mudah muncul. Fitnah yang bukan hanya dikaitkan dengan hubungan para muslimah ini dengan banyak lelaki, tapi fitnah juga bisa muncul karena sebab-sebab lain, karena hal-hal yang dekat dengan mereka. Sebab waktu mereka lebih banyak dihabiskan di luar rumah, maka bisa saja para muslimah ini mengesampingkan tugas dan tanggung jawab mereka di rumah, di keluarga. Sebab mereka mendapatkan hal-hal yang tadi terurai di atas, maka potensi mereka untuk takabbur menjadi besar. Sebab mereka terlalu asyik dengan dunia mereka di kantor, mereka bisa menjadi lupa kodrat asal mereka. Na'udzubillahi min dzalik.
Selalu ada dua sisi dari sebuah koin. Selalu ada dua sisi dari suatu permasalahan. Lalu, bagaimana hendaknya muslimah menyikapi hal ini? Sederhana saja. Pertama, niatkan segala sesuatunya demi Allah. Luruskan niat kita, bersihkan hati dan pikiran kita, jauhkan diri kita dari niat-niat yang tidak baik, seperti riya. Semoga Allah menuntun jalan kita.
Kedua, jika kita memilih untuk bekerja di luar rumah, berkarir di kantor, di perusahaan-perusahaan misalnya, atau berwiraswasta membuka toko-toko untuk usaha pribadi, atau apapun jenis pekerjaan dan di mana pun tempat kita menjemput rizki, mintalah ijin dari orang yang bertanggung jawab atas kita. Mintalah ijin mereka terlebih dahulu. Bagi muslimah yang belum menikah, wajib hukumnya meminta ijin kepada orang tua atau wali. Sebab, ridho Allah di atas ridho orang tua bukan? Maka, bagaimana kita bisa menggapai ridhoNya jika orang tua kita tidak meridhoi? Bagi yang sudah menikah, tanggung jawab Anda para muslimah, ada di tangan suami, mintalah ijin suami untuk bekerja di luar rumah. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangNya kepada kita, muslimah berkarir.
Ketiga, cari pekerjaan yang halal. Rizki Allah ada di mana saja, kapan pun kita bisa menjemputnya, namun, apabila rizki itu kita dapat dari jalan yang tidak halal, apa kita akan mendapat barokahNya? Allah sudah memberikan kita karunia fisik yang sehat dan sempurna, akal, dan hati nurani. Gunakan itu semua di jalan yang baik, agar apa yang kita terima juga baik.
Keempat, laksanakan tugas dan tanggung jawab kita sebaik-baiknya. Pekerjaan yang sudah kita dapatkan adalah amanah. Di dalamnya terkandung kepercayaan atasan-atasan kita, perusahaan tempat kita bernaung, atau pelanggan-pelanggan kita, klien-klien kita. Sekali kepercayaan mereka hilang, sulit lagi bagi kita untuk mendapatkannya kembali. Maka, jadilah muslimah yang amanah dalam menjalankan pekerjaan kita. Muslimah yang dapat dipercaya.
Kelima, jaga harga diri dan martabat kita sebagai muslimah. Meski lingkungan memiliki pengaruh, akan tetapi harga diri, harkat dan martabat suami, nama baik keluarga, kita yang menentukan kebaikannya, melalui tindak-tanduk kita sehari-hari. Kita pelihara ucapan dan perilaku kita di luar rumah demi kemaslahatan pribadi dan keluarga. Semoga Allah melindungi kita.
Kelima, serahkan semuanya kepada Allah. Segala yang kita punya adalah milikNya dan akan kembali padaNya. Jika kita sudah melaksanakan itu semua, artinya kita sudah melakukan yang terbaik, selebihnya, biarkan Allah yang menentukan segalanya. Itulah yang dinamakan tawakkal. Berdoalah, pasrahkan diri kita padaNya. Semoga apa yang kita lakukan mendapat berkah dan lebih dari itu, kita gapai ridhoNya, ridho Ilahi. Wallahu a'lam.
*tanpa berniat menyinggung siapapun, tulisan ini dibuat sebagai keikutsertaan saya dalam lomba menulis tentang Islam dan Wanita. mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.
8 comments:
Saya setuju dengan ulasan mbak di atas.
setuju mb!
menopang ekonomi keluarga, aktualisasi diri, apapun alasan seorang muslimah untuk bekerja, insyaAllah itu termasuk ibadah. menurut saya aktualisasi diri juga ibadah. jika dengan bekerja ia bisa memberi manfaat yang lebih banyak lagi bagi kehidupan, mengapa tidak?
urusan rumah tangga bukan hanya tanggung jawab istri kan? tapi suami juga.. *lagian saya baca banyak istri yang stress dengan tinggal di rumah saja --". Dan tidak hanya istri saja yang harus menjaga martabat di luar rumah, suami juga. hehehe. Tidak sedikit suami yang alim di rumah, tapi di luar malah 'nakal'#naudzubillahiminzalik
komentar saia feminist banget.
I'm sure this world can be a better place if the women (muslimah) taking more part in the public sphere. go women go go go...
Setuju... ^_^ nice post
setuju mbak, apapun yang kita lakukan niatkan mencari ridha Allah semata
Siap-siap dapat traktiran nih kalau menang, hehehe....
Two thumbs up untuk artikel ini. Tulisan yang mengalir dan sangat inspiratif
all: makasih untuk dukungan kalian ;)
Tetap semangat yaaaaaaaa.
Post a Comment